All Chapters of Malam Panas Tak Terlupakan dengan Konsulenku: Chapter 91 - Chapter 100

"Astaga dia lagi!" desis Evelyn kesal, ia baru saja beres parkir dan perempuan itu sudah berdiri bersandar di mobil miliknya. Melihat Evelyn datang, Keke segera melangkah, menghampiri Evelyn yang bahkan belum turun dari mobil.Mood Evelyn seketika anjlok, padahal sejak kemarin hatinya begitu gembira. Kira-kira untuk apa perempuan ini kembali menemuinya? Agaknya Evelyn harus cari tahu dengan bergegas turun dan melihat apa yang hendak perempuan ini lakukan. Evelyn membuka pintu mobil, turun dan berdiri dengan tegak tanpa rasa takut sama sekali. "Dek!" panggil suara itu dengan nada ragu. "Ya, Dok? Ada yang bisa dibantu?" Wajah itu menunduk, nampak Keke sedikit kebingungan, membuat Evelyn rasanya ingin segera pergi saja dari hadapan Keke. "Fendi udah cerita semua." ucapnya ketika Evelyn hendak berpamitan pergi. "Tentang kalian."Evelyn tersenyum, ia menarik napas panjang. "Sudah tidak ada lagi yang perlu dibahas, Dok. Semua sudah selesai." ucap Evelyn tenang. Jadi akhirnya Fendi b

Gita dan Cantika baru saja masuk ke area foodcourt, sedang sibuk mencari tempat kosong untuk mereka duduk dan makan ketika sudut mata Cantika menangkap sepasang wajah yang begitu familiar di mata. Reflek ia menepuk bahu Gita, berbisik lirih ke telinga Gita sembari memberi instruksi pada gadis itu. "Ke arah jam sembilan, di outlet Y*sh*n*y*!"Mata Gita langsung mengikuti instruksi, membelalak dengan mulut ternganga melihat apa yang ada di sana. Wajah yang biasanya begitu dingin dan jutek, terlihat sedang duduk mesra bersama seorang yang dia tahu betul siapa itu! Wajahnya begitu hangat, sesekali tertawa entah apa yang sedang diobrolkan keduanya. "Ternyata, mau sekaku apapun, sedingin apapun laki-laki, kalo udah ketemu sama pawangnya, bisa ngakak lepas juga dia, ya?" bisik Gita refleks ikut tersenyum melihat pasangan itu. "Jarang-jarang liat dok Ge tertawa sampai ngakak begitu, kan?" desis Cantika yang juga tak lepas dari mereka. "Langka ini, mah! Cuma istrinya yang beruntung tiap

"Lyn!"Evelyn mengeram, kalau kesabarannya sudah habis, rasanya lelaki itu akan benar-benar Evelyn hajar tak peduli setelah itu gantian dia yang dihajar Gerrard! Panggilan itu bukan alasan untuk Evelyn menghentikan langkah. Ia malah mempercepat langkahnya, sampai kemudian tangan itu mencekal tangan Evelyn, membuat langkahnya terhenti dan tubuhnya terhuyung hampir jatuh. "Apaan sih!" salak Evelyn dengan gemas. "Aku udah putus sama dia!" ucapnya tanpa rasa malu. Mata Evelyn membelalak, ia mengibaskan tangan Fendi dengan kasar. "Terus urusannya sama aku apa? Pentingnya buat aku apa?" Fendi menghela napas panjang, ia merogoh sesuatu dari saku snelli-nya, sebuah kotak bludru berwarna merah yang membuat Evelyn makin murka. "Aku pengen ketemu orang tua kamu, aku pengen kita setingkat lebih serius."Hah! Evelyn terkekeh, apalagi ketika kotak itu dibuka dan menampakkan apa isi darinya. Sebuah cincin dengan batu berkilau ... minum alkohol dengan kadar berapa persen lelaki ini kemarin?"

"Lyn, kamu nggak sarapan?"Sherly mengetuk pintu kamar adik iparnya. Bahkan sampai Gerrard berangkat ke rumah sakit pun, gadis itu belum ada tanda-tanda keluar dari kamar. Hari ini dia memang libur, tapi dia harus tetap sarapan! Sherly sudah masak cukup banyak dan tidak mau membuang makanan sia-sia.Ia kembali mengetuk pintu kamar, sampai kemudian si pemilik membuka pintu dan muncul dengan wajah penuh masker. Bukan hanya wajahnya, kaki, tangan bahkan sampai leher-leher gadis itu diselimuti adonan pasta kekuningan. "Astaga, Lyn!" pekik Sherly terkejut. "Kenapa, Mbak?" Tanya Evelyn santai, ia nampak sulit bicara karena masker di wajahnya mulai mengeras. "Kamu nggak sarapan?" ulang Sherly lagi. "Ntar deh, Mbak. Habis mandi, oke?" ucapnya sedikit kesulitan. Sherly hanya menghela napas panjang, tidak lagi memaksa karena kondisi Evelyn sendiri penuh dengan masker dan lulur di seluruh tubuh. "Ini dalam rangka apa sih?" Sherly melangkah masuk ke dalam kamar, nampak di lantai berceceran

Bastian berhenti di dekat area parkir rumah sakit yang diperuntukkan khusus untuk para anak magang, termasuk koas dan residen. Ia melirik sekeliling, belum nampak orang yang sedang dia cari sampai kemudian Bastian meraih ponsel yang dia letakkan di dashboard. Ia tidak berniat mengetik pesan, lebih memilih untuk langsung menelepon si pemilik nomor sambil terus celingak-celinguk mencari keberadaannya dari jok mobil. "Ya, Dok?" suara itu seketika membuat Bastian fokus, meskipun matanya masih menatap ke sekeliling. "Kamu di mana? Saya udah di depan area parkir." lapor Bastian segera. "Dokter pakai mobil putih?" tanya suara itu yang seolah sudah menemukan keberadaan Bastian. "Betul, depan pas pintu masuk." ucapnya mengkonfirmasi. Bastian masih mencari keberadaan Evelyn, di mana gadis itu? Dia sudah melihat mobil Bastian, tapi di mana posisinya sekarang? "Oke, saya kesana, Dok!" ucapnya lalu memutus sambungan telepon. Ketika panggilan terputus, Bastian masih menerka-nerka posisi Eve