Aku terpaku. Pandanganku berpindah dari wajah Bu Marni ke arah Adrian yang berdiri tak jauh dariku. Wajahnya tenang, sepertinya dia sudah siap menghadapi pertanyaan tajam dari mertuaku itu.“Saya yang langganan makan di warungnya Mbak Vania, Bu,” jawab Adrian cepat, suaranya terdengar mantap tapi sopan. “Kebetulan semalam saya lewat depan rumahnya, terus dengar ribut-ribut. Waktu tetangganya teriak minta tolong, saya ikut bantu bawa Mbak Vania ke sini.”Bu Marni yang tadinya masih menyipitkan mata perlahan melunak. Ia menatap Adrian beberapa detik, lalu mengangguk kecil. “Oh ... gitu, ya. Ya sudah, makasih, Nak. Udah ngerepotin, ya?”“Enggak, Bu, sama sekali,” balas Adrian ramah. “Sekalian saya tadi bantu ngurus administrasinya biar Mbak Vania bisa cepat pulang.”Aku menunduk, mengatur napas agar lebih tenang. Rasanya ingin cepat-cepat keluar dari tempat ini. “Terima kasih, Mas Adrian,” kataku pelan.Adrian tersenyum, matanya menatapku singkat seolah memberi isyarat agar aku tetap ten
Terakhir Diperbarui : 2025-10-31 Baca selengkapnya