All Chapters of CEO Idaman Menikahi Sekretaris Rendahan: Chapter 161 - Chapter 170

Sepuluh tahun telah berlalu sejak Nyanyian Cahaya melingkupi langit dunia. Dunia kini hidup dalam ritme yang damai dan teratur. Teknologi beradaptasi dengan alam, dan manusia belajar hidup berdampingan dengan energi yang dulu mereka takuti.Namun dari setiap generasi yang lahir di bawah cahaya aurora itu, ada sesuatu yang berbeda.Anak-anak yang lahir setelah Nyanyian Cahaya memiliki tanda unik di tubuh mereka — cahaya kecil di sekitar pupil mata, berpendar lembut setiap kali mereka merasa bahagia, sedih, atau takut.Mereka disebut “Anak-Anak Cahaya.”Sera kini telah menjadi Direktur Akademi Harmonis Global.Rambutnya telah sedikit memutih, namun sorot matanya tetap tenang.Ia berdiri di balkon yang menghadap taman luas, tempat anak-anak berlatih mengendalikan energi alami dengan cara lembut — bukan untuk bertarung, melainkan untuk menyembuhkan dan memahami alam.Salah satu anak di antara mereka menarik perhatiannya.Seorang gadis kecil berusia sepuluh tahun, berambut hitam legam deng

Langit pagi di atas Akademi Harmonis tampak tenang. Namun di dalam hati Naya, ada sesuatu yang tak bisa ia pahami.Setiap malam sejak pertemuannya dengan Ryan dan Rachel, ia selalu bermimpi — bukan mimpi biasa, melainkan fragmen ingatan yang terasa nyata, seperti serpihan film yang diputar acak.Ia melihat laboratorium tua, ruang rapat penuh peta dunia, dan sepasang tangan yang menulis di buku lusuh bertuliskan:“Protokol Genesis — cadangan terakhir Eterna.”Setiap kali ia terbangun, matanya berpendar sebentar, lalu padam.Dan setiap kali itu terjadi, liontin di lehernya ikut bersinar pelan, seolah merespons sesuatu dari dalam mimpinya.Di ruang observasi utama akademi, Rafael memandangi data aneh dari gelang Naya.Lyra berdiri di sampingnya, memegang tablet dengan wajah tegang.“Setiap kali dia tidur, pola gelombangnya berubah jadi identik dengan gelombang Eterna lama,” ujar Lyra.Rafael menatap layar itu lama. “Tapi bukan hanya itu… lihat frekuensi tambahan ini.”Ia menunjuk grafik

Sepuluh tahun berlalu sejak cahaya terakhir dari Eterna memenuhi langit dunia.Di masa itu, bumi bukan lagi tempat yang sama.Kota-kota tidak lagi berkompetisi dalam kemegahan teknologi, melainkan berlomba menciptakan harmoni dengan alam dan manusia.Energi bukan lagi komoditas, melainkan aliran alami yang disebut Nadi Dunia — hasil dari Simfoni yang ditinggalkan oleh Naya dan generasi pertama Harmonis.Namun, di tengah kedamaian itu, generasi baru tumbuh dengan pertanyaan yang sama:Bagaimana semua ini dimulai?Dan apakah mereka benar-benar aman dari kebodohan lama manusia — keserakahan, kekuasaan, dan perang?Di Akademi Harmoni, tempat anak-anak belajar tentang “Resonansi Jiwa”, seorang gadis berambut hitam panjang menatap langit pagi.Namanya Rhea Alghani — cucu dari pasangan yang dulu menyelamatkan dunia: Ryan Alexander dan Rachel Maharani.Meski usianya baru tujuh belas tahun, Rhea memiliki kecerdasan dan intuisi tajam seperti kakeknya.Ia bisa merasakan perubahan kecil di udara,

Hari itu dunia berhenti sejenak.Langit di atas Harmonis terbagi menjadi dua: sisi timur berwarna putih keemasan, sisi barat gelap dengan kilatan ungu pekat.Dua frekuensi — dua jantung dunia — berdetak bersamaan.Di tengah bentangan langit itu, dua sosok berdiri di atas danau Aurora yang kini memantulkan cahaya seperti cermin hidup: Rhea, dan bayangan dirinya — Rheana.Satu diciptakan dari keberanian untuk bertanya, yang lain lahir dari ketakutan yang sama.Dunia menahan napas menunggu siapa yang akan memainkan nada terakhir.Lyra berdiri di pusat observasi.“Frekuensi global mencapai titik tumpang tindih,” katanya. “Kalau tidak diseimbangkan, Nadi Dunia bisa retak.”Rafael menatap layar hologram. “Dan kalau diseimbangkan?”Lyra memandang langit, suaranya nyaris berbisik.“Maka dunia akan lahir kembali — tapi dengan dua hati.”Di bawah menara, seluruh penduduk berkumpul. Anak-anak, ilmuwan, orang tua — semua memandangi langit dengan rasa takut dan kagum yang sama.Suara lembut mengge

Pagi itu, dunia seakan berhenti sejenak untuk menghirup udara baru.Langit tak lagi diselimuti resonansi buatan, tapi berpendar alami seperti aurora yang melayang lembut di horizon.Di atas menara Eterna, Rhea berdiri sendirian, menatap jauh ke arah utara di mana cahaya keperakan perlahan berubah menjadi biru muda.Ia tahu — perubahan itu bukan sekadar atmosfer. Dunia sedang membuka sesuatu yang lebih besar.Rafael datang membawa sebuah modul log data di tangannya.“Frekuensi global meningkat 0,4 persen sejak semalam. Tidak ada gejala over-resonansi, tapi pola gelombangnya aneh. Seperti... nada yang mencoba keluar dari rentang pendengaran kita.”Rhea menatapnya sekilas. “Kau pikir dunia sedang bicara lagi?”Rafael menggeleng pelan. “Tidak. Dunia tidak bicara kali ini. Dunia sedang... memanggil.”Beberapa jam kemudian, tim Harmoni Institute berkumpul di ruang inti Eterna.Lyra, Rheana, dan dua belas peneliti lainnya memerhatikan layar yang menampilkan pola cahaya berputar — bentuknya s