Langkah Ezra terasa berat ketika ia meninggalkan ruang rawat VVIP. Sepanjang koridor, kepalanya penuh gema suara Cantika tadi. “Wajahmu kusut, matamu merah. Kalau kamu sakit, siapa yang mau bantuin aku jagain Selena?” Nada Cantika memang datar, dingin, bahkan ketus. Tapi Ezra tahu di balik kalimat itu terselip perhatian yang tulus. Setelah menyalakan mobil, ia duduk lama di parkiran, menatap setir tanpa menyalakan mesin. “Aku beneran pulang? Apa ini langkahnya Cantika buat menjauhkan aku?” gumamnya lirih. Namun akhirnya ia menekan tombol engine, meninggalkan rumah sakit menuju rumah yang seharusnya terasa hangat tapi kini dingin menusuk. Sesampainya di rumah, Ezra langsung menuju kamar mandi. Air hangat mengalir deras, tapi bukannya menyegarkan, justru terasa seperti menelanjangi hatinya yang penuh luka. Di cermin berembun, ia melihat bayangan dirinya sendiri—mata cekung, rahang mengeras. “Cantika masih peduli … tapi aku? Aku malah—” Suara notifika
Terakhir Diperbarui : 2025-11-14 Baca selengkapnya