"Jangan-jangan.... kamu mau menculikku, untuk memaksa Om Dimas menjual sawahnya pada nenekmu?" tuduhku asal dan agak ngawur. Bukannya marah Tristan malah tertawa. Lalu, tiba-tiba menyentil keningku. "Ngawur,..." "Aww.... sakit!!" Aku mendelik padanya sambil mengelus keningku yang berdenyut nyeri. Kesal, aku pun membalas menendang kakinya, tapi dengan sigap Tristan melompat ke belakang. "Ganas banget sih jadi cewek," ujarnya sambil terkekeh. "Ya, kamu duluan yang mulai," sungutku tak terima. Ingin sekali aku mencakar muka songongnya itu. "Ok-ok, aku minta maaf. Masih sakit?" tanyanya merunduk, memerik keningku yang aku yakin sudah memerah. Apa aku tak salah dengar? Pria sombong ini mengucapkan kata maaf?"Nggak usah pegang-pegang, bukan muhrim!" sentakku menepis tangannya yang menyentuh keningku. Tristan tersenyum tipis, lalu menegakkan tubunnya. "Ini jadi mau dianterin gak?" "Jadi. Kamu jalan duluan, aku ikutin dari belakang." "Tidak seperti itu. Kita pergi berdu
Terakhir Diperbarui : 2025-10-29 Baca selengkapnya