All Chapters of Jerat Hasrat Ayah Angkat: Chapter 101 - Chapter 110

Risa tersenyum lebar, merasa lega. Sementara hatinya masih sedikit gelisah memikirkan Dante, kehadiran teman-temannya membuatnya bisa melupakan sejenak segala kekhawatiran itu. Mereka bertiga benar-benar berhasil mencuri perhatian Risa, membuatnya tertawa dan merasa nyaman, seolah semua ketegangan tiga hari terakhir bisa ditunda.Percakapan mereka pun berlanjut—tentang dosen baru, jadwal kuliah, dan rencana semester ini—dan untuk beberapa saat, Risa benar-benar merasa seperti dulu, sebelum semua drama tentang Dante, Vivian, dan Diana muncul dalam hidupnya.Risa sedang tertawa lepas bersama Andien, Leny, dan Gio di bangku kafetaria. Suasana pagi yang cerah seketika terasa hangat, tawa mereka memenuhi udara.Namun, langkah kaki yang tiba-tiba menghentikan obrolan mereka. Risa menoleh, dan pandangannya langsu

Suara Risa jelas, menembus ruang. Ia memandang satu per satu — ada Rendy dan Serena yang kini membatu, ada sekelompok anak kampus yang menunduk, ada dosen-dosen yang gelisah.Hening yang berat mengembang. Tidak ada yang berani menjawab. Mereka tahu — di sela kebisingan gosip dan hinaan mereka — bahwa ada kebenaran yang tidak mereka inginkan.Dante berdiri beberapa langkah di belakang Risa. Wajahnya tidak menunjukkan amarah terbuka—lebih seperti sebuah jurang dingin yang menganga. Ia mengangkat bahu sedikit, menatap ke arah dekan, lalu suaranya—suaranya datang rendah dan lambat, penuh kekuatan yang tak perlu dipamerkan.“Kau tahu apa yang harus dilakukan untuk mereka, bukan?” tanyanya pada dekan. Seketika semua orang merasakan tekanan seperti udara yang ditekan ke dada.

Risa hanya mengangguk pelan menanggapi kata-kata Dante. Wajahnya masih menyimpan sisa lelah dan tekanan dari kejadian tadi.Dante menatapnya sejenak, memperhatikan bagaimana matanya tampak sayu, lalu berkata dengan nada yang lebih lembut, “Kamu sudah makan?”Risa menggeleng.“Kalau begitu, ayo makan. Ajak teman-temanmu juga,” ucap Dante.Nada suaranya berubah ringan, tapi tetap mengandung wibawa yang tak bisa diabaikan. “Mereka berdiri buat kamu hari ini. Setidaknya biar aku yang traktir mereka. Anggap… bentuk terima kasihku.”Andien, Leny, dan Gio yang sejak tadi berdiri kikuk di dekat pintu langsung saling pandang.Andien buru-buru melambaikan tangan, “Wah, ngga

“Ris,” katanya pelan, jemarinya menyentuh punggung tangan Risa yang dingin. “Kita mau ngomong sesuatu, tapi jangan salah paham dulu, ya.”Risa menatap mereka bergantian. “Ngomong aja,” sahutnya pelan.Leny menarik napas panjang. “Kita nggak tahu apa yang sebenarnya kamu rasain, atau seberapa jauh hubungan kamu sama Tuan Dante. Tapi... setelah semua yang terjadi hari ini, satu hal yang kita tahu pasti—kamu itu orang yang nggak pernah nyakitin siapa pun. Kamu cuma berusaha bertahan.”Andien mengangguk cepat. “Iya, Ris. Kalau suatu hari kamu milih untuk jalanin hubungan sama dia… bukan urusan orang lain. Dunia boleh bilang itu aneh, boleh ngegosip sepuasnya. Tapi kita nggak akan ninggalin kamu. Sama sekali enggak.”

"lLagi ?" Goda DanteRisa mengangguk dan Dante membalik tubuh Risa perlahan, menempelkan tubuhnya dari belakang, kedua tangan memeluk pinggang sang kekasih, menariknya semakin rapat hingga tak ada jarak tersisa. Ia menunduk, mengecup lembut bahu Risa, lalu naik ke leher dan cuping telinga, membuat tubuh perempuan itu kembali bergetar di antara sensasi geli dan nikmat. Satu tangannya naik, meremas pelan dada Risa, sementara tangan lain menelusuri perut rata hingga ke pangkal paha, jari-jarinya piawai menyalakan kembali api yang sempat mereda.Risa menengadah, bibirnya melenguh pelan, tubuhnya menggesek ke belakang mencari penyatuan yang dijanjikan. Dante mendesah rendah, suara itu getarannya terasa sampai ke tulang Risa. Dengan gerakan perlahan namun penuh kepastian, Dante membimbing dirinya masuk ke dalam tubuh Risa dari belakang, tubuh mereka menyesuaikan dalam irama yang lebih liar dan berani, sensasi air hangat semakin mempertegas setiap gesekan.Tubuh Risa m