Setelah Yasmin pergi meninggalkan rumah dengan tatapan penuh bara, Amir hanya bisa menarik napas panjang. Sementara Zeta duduk gelisah di kursi ruang tamu, masih kepikiran tuduhan kakak tirinya.“Pak…” Zeta membuka suara pelan, “apa Bapak gak sakit hati dituduh begitu?”Amir menoleh, sorot matanya teduh. “Kalau saya pedulikan semua ucapan orang, Ta, mungkin dari dulu saya sudah gila. Biarkan saja mereka bicara. Yang penting kamu percaya sama saya.”"Tapi saya juga masih gak percaya kalau Bapak banyak uang. Apalagi kita lama bertetangga. Kalau saya ketemu Bapak, pasti lagi di warung Mak Ipah. Bayar utang kan?" Amir tertawa. Dulu, saat mereka bertetangga, ia dan Zeta seringnya berpapasan di warung Mak Ipah. Warung yang menjual sembako, sayur, dan juga aneka frozen food. "Sok tahu, kamu! Ya, saya jajanlah. Emangnya pengangguran gak boleh jajan?" "Boleh, pengangguran boleh jajan, juga boleh beli semua isi toko ha ha ha... Apapun itu, makasih Pak Amir sudah jadi pembela saya.""Wajar, s
Last Updated : 2025-10-07 Read more