Ledakan itu masih terasa di telinga, seperti guntur yang tidak mau berhenti bergema. Bara membuka matanya perlahan, pandangan buram, paru-parunya terasa penuh debu. Tubuhnya berat, setiap sendi menjerit minta istirahat. Tapi… dia masih bernapas. Itu saja sudah sebuah keajaiban.Napasnya terengah, ia meraba dada sendiri. “Aku… masih hidup,” gumamnya, setengah tidak percaya.Tak jauh dari situ, suara batuk terdengar. Risa terbaring dengan tubuh berdebu, rambut panjangnya kusut, wajahnya pucat. “Bara… kau dengar aku?” suaranya parau, tapi jelas ada secercah lega.Bara merangkak menghampirinya. “Aku dengar. Kita masih di sini, Risa. Masih utuh.” Ia mengulurkan tangan, membantu Risa duduk.Air mata kecil menetes di sudut mata Risa, bukan karena sakit, tapi karena lega. “Aku benar-benar pikir… ini akhirnya. Tapi ternyata tidak.”Bara tersenyum, meski bibirnya pecah. “Belum waktunya, Risa. Selama kita masih bisa tersenyum, berarti kita belum kalah.”Suara lain datang dari balik reruntuhan
Last Updated : 2025-10-03 Read more