บททั้งหมดของ Pendekar Naga Petir: บทที่ 31 - บทที่ 40

Langit pagi terlihat cerah dengan awan tipis bergulung di atas pegunungan. Qin Shan berjalan santai menyusuri jalan setapak berbatu, langkahnya mantap meski tubuhnya masih menyimpan sisa rasa berat dari pertarungan terakhir. Setelah beberapa hari di dalam dunia Batu Semesta, ia akhirnya memutuskan keluar dan melanjutkan perjalanan ke barat.“Aku sudah terlalu lama di tempat itu,” gumamnya sambil menatap jauh ke arah cakrawala. “Saatnya kembali melihat dunia luar.”Sepanjang perjalanan, angin membawa aroma lembap hutan dan dedaunan basah. Qin Shan berjalan melewati lembah, menyeberangi sungai kecil, dan sesekali berhenti untuk memeriksa arah dengan mata ilahinya. Tidak ada bahaya berarti—hanya binatang buas kecil yang menghindar begitu merasakan auranya.Setelah berjalan hampir sehari penuh, hutan perlahan menipis. Jalan setapak berubah menjadi tanah lapang dengan bekas roda kereta dan jejak kaki manusia. Itu pertanda bahwa peradaban mulai dekat.Di kejauhan, ia melihat tembok besar me

Suara bel halus bergema di dalam ruangan megah itu, menandakan pelelangan telah dimulai. Para tamu mulai fokus, mata mereka menatap panggung dengan penuh antusias.Perempuan bergaun ungu di atas panggung tersenyum anggun. “Barang pertama yang akan kami lelang adalah Pedang Awan Perak—senjata tingkat tinggi yang terbuat dari logam spiritual. Nilai awal: dua ratus batu roh tingkat menengah.”Seruan kecil terdengar dari barisan depan. Beberapa kultivator muda langsung mengangkat papan mereka.“Dua ratus lima puluh!”“Tiga ratus!”“Tiga ratus lima puluh!”Dalam waktu singkat, harga pedang itu melonjak. Qin Shan hanya menatap tenang, tak tertarik sama sekali. Senjata seperti itu tidak sebanding dengan pedang petir milikku, pikirnya dalam hati.Lelang terus berlanjut, dari pil peningkat Qi, jimat pertahanan, hingga batu roh langka. Semua benda menarik perhatian banyak tamu, tapi Qin Shan hanya memperhatikan dengan tenang sambil menunggu satu barang yang ia incar.Beberapa saat kemudian, san

Kabut tipis menutupi puncak gunung yang menjulang tinggi. Suara aliran air dari sungai spiritual mengalun lembut di antara bebatuan, menciptakan suasana sunyi tapi menegangkan. Qin Shan berhenti di sebuah tebing besar, menatap lembah luas di bawah sana.Di tengah lembah itu berdiri reruntuhan kuno—pilar-pilar patah yang diselimuti lumut, formasi rusak yang masih mengeluarkan sedikit aura spiritual, dan batu altar yang memancarkan cahaya samar.“Ini dia…” gumam Qin Shan pelan. “Reruntuhan para alkemis kuno.”Begitu ia menuruni lereng, udara langsung terasa berbeda—padat oleh energi murni yang bercampur dengan sisa-sisa api alkimia. Setiap langkah yang diambil membuat tubuhnya bergetar lembut, seperti sedang melewati lapisan pelindung tak terlihat.“Formasi perlindungan kuno…” pikirnya. “Tapi sudah rusak sebagian.”Ia menurunkan napas, lalu mengaktifkan Mata Ilahi miliknya. Cahaya biru keperakan langsung memancar dari pupilnya, menembus kabut spiritual dan mengungkap jejak energi yang t

Langit di atas reruntuhan kembali bergetar.Awan hitam menumpuk cepat, mengelilingi area seperti pusaran raksasa. Suara gemuruh petir bergema, membuat batu-batu besar bergetar. Qin Shan menatap ke atas, matanya menyipit. Dari kejauhan, lima titik cahaya biru menyala terang—terbang mendekat dengan kecepatan luar biasa.Ia menarik napas pelan. “Sepertinya... mereka datang lebih cepat dari yang kuduga.”Di udara, lima sosok melayang berbaris rapi. Aura spiritual mereka begitu menekan hingga udara di sekitar berubah berat. Jubah mereka lebih megah—berwarna biru tua dengan garis emas di pinggirannya, dan di dada masing-masing terukir simbol petir bersayap ganda.Itu tanda dari Divisi Inti Sekte Langit Petir, kelompok elit yang hanya bergerak jika sekte benar-benar merasa terancam.Pemimpin mereka, seorang pria paruh baya dengan janggut rapi dan mata tajam, melangkah maju di udara. Suaranya bergema menembus angin.“Qin Shan.”Nada datarnya penuh tekanan spiritual.“Nama yang dulu kami horma

Malam itu, Kota Langit Selatan berubah seperti lautan cahaya.Jalan-jalan utama penuh orang berpakaian rapi—murid sekte, bangsawan, dan para alkemis terkenal.Di tengah kota, berdiri bangunan megah dengan atap berlapis batu roh emas: Paviliun Langit Emas, tempat diadakannya lelang terbesar dalam dua tahun terakhir.Qin Shan berjalan di antara kerumunan, mengenakan jubah hitam dan topeng perak sederhana.Ia menyembunyikan auranya sepenuhnya.Langkahnya tenang, tapi matanya awas, mengamati setiap sudut.“Naga Petir Ilahi,” bisiknya dalam hati.“Kau merasakan sesuatu?”“Ya. Ada tiga aura kuat di dalam paviliun itu. Dua berasal dari Sekte Langit Petir, satu lagi… lebih samar tapi sangat menekan. Mungkin seorang tetua dari keluarga besar.”Qin Shan mengangguk pelan. “Berarti aku harus berhati-hati.”Ia berhenti di depan gerbang utama Paviliun. Di sana berdiri beberapa penjaga berotot dengan mata tajam.Setiap tamu yang datang harus menunjukkan undangan kristal untuk bisa masuk.Masalahnya,