Ace terdiam. Matanya menatap Felisha yang kini berdiri di depannya. Tegang, marah, namun juga terlihat begitu terluka. Ada getar di udara, seperti bara yang siap meledak di antara mereka.“Menurutmu ini menyenangkan?” suara Felisha meninggi, bening tapi penuh luka. Napasnya memburu, dadanya naik-turun cepat. “Apa kau pikir kau bisa mempermainkan semua wanita sesuka hatimu dan tidak ada yang akan tersakiti?”Ace terpaku. Kata-kata itu menamparnya lebih keras dari apa pun. Tatapannya tertuju pada Felisha, tapi matanya seperti kehilangan arah. Ia seolah baru menyadari betapa marahnya gadis itu. Betapa dalamnya amarah itu diselimuti oleh rasa kecewa.“Tidak, tunggu dulu,” ujarnya pelan, mencoba menenangkan keadaan. “Aku tidak bermaksud seperti—”“Tidak bermaksud?!” potong Felisha dengan suara bergetar, matanya berkilat tajam. “Apa kau tidak punya saudari perempuan, Tuan Ace?!”Ace terdiam sejenak, keningnya berkerut. “Apa maksudmu?”Felisha memutar tubuhnya, menarik napas panjang seolah b
Terakhir Diperbarui : 2025-10-21 Baca selengkapnya