Awalnya lembut, bagai rayuan. Namun, belas kasihan itu hanya berlangsung sekejap. Lidahnya segera memaksa masuk, mendesak, menguasai, membuat Hanna tak punya pilihan selain menyerah pada badai yang kembali melanda.“Ouch… Prof…” jerit Hanna, suaranya campuran antara kaget dan geli. Rasa itu menyatu menjadi satu sensasi yang menggigit saat jari Professor Liam, yang sudah berada di dalam blusnya, dengan berani mencubit puncak dadanya. Sakit, tapi diikuti oleh gelombang listrik yang justru membuatnya semakin lemas.Liam menarik bibirnya beberapa senti, matanya mengintip kedalaman jiwa Hanna. Suaranya berbisik rendah, sarat dengan kemenangan dan nafsu, “Pada kenyataannya… tubuh selalu lebih jujur daripada perasaan…”Dengan kalimat itu, seolah memberikan pembenaran atas segala yang terjadi, tangannya dengan mahir melepas kancing blus Hanna satu persatu. Kemudian, dengan tenaga yang mudah, ia mengangkat tubuh Hanna dan mendudukkannya di atas meja, mengunci posisinya di antara kedua kaki Lia
Terakhir Diperbarui : 2025-10-07 Baca selengkapnya