Joko meniup uap tipis yang mengepul dari cangkir kopi instan di tangannya. Aroma manis dan sedikit artifisial dari kopi saset itu menusuk hidungnya, sangat berbeda dengan aroma kopi murni yang biasa ia racik. Namun malam ini, di sofa yang empuk ini, dengan Rani yang duduk di sampingnya menatap penuh antusias, kopi murahan ini terasa seperti minuman paling menenangkan di dunia.Ia menyeruputnya sedikit, membiarkan cairan hangat itu membasahi tenggorokannya yang kering karena berlari. Ia meletakkan cangkir itu kembali ke meja, lalu menyandarkan punggungnya yang pegal ke sofa. Ia menoleh pada Rani, yang matanya berbinar-binar jenaka, menanti cerita.Joko menghela napas panjang, sebuah helaan napas yang sarat dengan beban kenangan beberapa jam terakhir.“Jadi begini, Ran,” mulainya, suaranya pelan namun jelas di keheningan malam. “Setelah aku keluar dari rumah Pak Sanusi… jujur saja, badanku rasanya mau rontok. Kakiku pegal, kepalaku pusing. Yang ada di pikiranku cuma satu: kasur.”Rani m
Terakhir Diperbarui : 2025-11-13 Baca selengkapnya