Di tengah kekacauan emosional itu, Joko adalah satu-satunya yang tetap tenang. Ia tidak menjawab pertanyaan Pak Sanusi. Ia tahu, saat ini, siapa pelakunya tidak sepenting apa yang harus ia lakukan.Dengan gerakan yang mantap dan disengaja, ia mengabaikan rasa jijik yang merayapinya. Ia dengan tenang mengumpulkan kembali paku-paku berkarat, pecahan kaca, foto yang ternoda, dan kertas rajahan darah itu. Ia memasukkan semuanya kembali ke dalam kotak kayu hitam kecil yang kusam.“Joko! Apa yang kau lakukan?!” pekik Pak Sanusi, ngeri melihat Joko menyentuh benda-benda terkutuk itu dengan tangan kosong. “Buang itu! Jangan disentuh!”Joko menutup kotak itu. “Tenang, Pak,” katanya, suaranya datar. “Benda ini tidak bisa menyakiti saya.”“Hmph. Sampah menjijikkan,” suara Khodam berdesis di benaknya. “Energi pusaka ini sudah cukup untuk menetralisirnya. Cepat, masukkan. Aku muak melihatnya.”Joko tidak ragu lagi. Ia mengambil kotak kayu kecil itu, dan sama seperti buhul kain kafan sebelumnya, ia
Terakhir Diperbarui : 2025-11-10 Baca selengkapnya