“Anin, pindah ke kamar, ya? Nanti kamu pegal kalau tidur di sini,” suara Arvendra pelan, nyaris berbisik, saat tangannya menyentuh lembut bahu gadis itu.Anindya bergeming sebentar sebelum mengerjap pelan. “Aduh, aku nggak sadar ketiduran– Aw! Leher aku sakit,” keluhnya sambil memegangi tengkuk yang kaku.“Iya, makanya saya bilang, tidurnya di kamar.” Arvendra menahan senyum. Dia menatap Anindya sekilas–rambut berantakan, pipi masih berbekas dari lipatan bantal, dan mata setengah terpejam.Anindya menatap sekeliling. Kertas-kertas sudah rapi di sisi meja, laptop tertutup, dan tablet milik Arvendra tergeletak diam.“Mas Arven yang beresin semua ini?” tanya Anindya pelan, nyaris malu. Dan Arvendra hanya mengangguk. “Maaf, aku jadi ngerepotin.” Baru saat itu Anindya sadar, ada bantal di bawah kepalanya, dan selimut tipis menutupi tubuhnya.“Nggak apa-apa, Anin. Saya mau bangunin kamu dari tadi, tapi nggak tega. Tidur kamu pulas sekali,” jawab Arvendra, suaranya lembut tapi tenang.“Terim
Last Updated : 2025-11-03 Read more