“Mas–Mas ini gimana?” bisik Anindya cepat, lalu menoleh ke belakang.Arvendra baru saja hendak duduk, rambutnya sedikit berantakan, wajahnya masih terlalu santai untuk situasi seberbahaya ini.“Buka aja pintunya,” kata Arvendra datar, seolah bukan masalah besar.“Mas!” Anindya membalik tubuh, memegangi dadanya yang nyaris copot. “Astaga! Kalau Bi Nur tahu kita tidur berdua di kamar, gimana?! Ngaco banget!”Arvendra menatapnya sejenak, tapi dengan senyum tipis di sudut bibir. “Kita cuma tidur. Itu nggak ngaco.”“Mas! Itu justru–”Sebelum sempat selesai, ketukan di pintu terdengar lagi, kali ini lebih keras.“Kak Anin? Udah bangun belum?”Anindya refleks mendorong dada Arvendra. “Sembunyi, Mas! Cepat!”“Di mana? Ini bukan film, Anin.” Arvendra membalas dengan senyum menggoda.“Mas, sumpah, jangan nyebelin dulu!” desis Anindya panik. Dia menarik selimut, menutupi tubuh Arvendra separuh, lalu berlari kecil ke arah pintu.Arvendra hanya bisa menahan tawa pelan, satu tangan menutup mulutnya
Last Updated : 2025-11-15 Read more