“Jangan, Kak. Aku beliin yang baru aja, asal jangan yang ini,” tolak Anindya, refleks menyentuh scarf biru di rambutnya.“Nggak mau! Aku maunya yang itu. Kamu pelit banget sih!” seru Lidya sambil cemberut manja yang terdengar dibuat-buat.“Kak, ini punya aku. Kalau Kakak mau, aku cariin yang mirip,” bujuk Anindya, masih berusaha sabar meski suaranya mulai goyah.“Ibu lihat sendiri, ‘kan? Anin tuh pelit banget. Aku lagi hamil loh, masa ditolak?” rengek Lidya lagi yang membuat Anindya mengendus kesal.“Anin, kamu nggak kasihan sama kakakmu? Dia ngidam katanya pengen scarf kamu. Lagipula, kamu, ‘kan, bisa beli lagi nanti,” bela Nani.Anindya menatap keduanya. Ingin menjawab, tapi menahan napas. Matanya sekilas melirik ke arah Arvendra, seolah meminta restu, atau sekadar mencari pijakan, karena scarf itu adalah pemberiannya. Arvendra memperhatikan diam-diam, lalu tersenyum tipis.“Wah, scarf Anin memang bagus sekali,” puji Arvendra. “Kelihatan sangat cocok. Sayang sekali kalau harus diberi
Terakhir Diperbarui : 2025-11-08 Baca selengkapnya