All Chapters of Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku: Chapter 31 - Chapter 40

Ting! Kotak besi telah parkir sejenak dan pintunya pun membelah. “Lekas keluar, Ling!” seru Huki yang telah berdiri di luar dan menghadap dalam lift. Alingga tidak mengikutinya. Tetapi kini sudah melangkah keluar meninggalkan kotak besi pengangkut tersebut. Hingga terdengar denting pintu yang tadi membelah, kini kembali bersatu. Meski kemungkinan besar dugaannya benar, bahwa dirinya ditunggu di sebuah kamar, Alingga enggan bersuara. Kakinya mengayun cepat mengikuti Huki yang berjalan di depan menyusur lorong kamar hotel lantai tiga. Asisten Zoe itu lima tahun lebih tua darinya dan bekerja profesional. Meski kadang berkata jenaka, tetapi sikapnya sopan, lembut, tetapi tegas. Juga bukan lelaki mata keranjang yang tidak sekalipun menatap nakal atau mencuri kesempatan. Membuat Alingga merasa aman dan percaya terhadapnya. Huki benar-benar mengurusnya demi Zoe. “Ada apa, Ling?” Huki berkernyit dahi dengan mata yang menatap teduh. Mereka telah menghampiri salah satu pintu

Setelah dua puluh lima menit lamanya, Zoe keluar dari balik pintu kamar mandi. Mengedarkan matanya ke area kamar yang terasa kosong dan lengang. Tidak ada kelebat dan suara Alingga di kamar. Ke mana gadis itu? Zoe bergegas menuju balkon yang dirinya pun belum sempat meninjau di sana sejak datang. Semilir angin petang terasa hangat menyambut saat pintu balkon dibukanya. Pintu yang tidak dikunci, sedikit membuat lega dan mengharap. Tetapi langsung patah dengan tidak adanya sosok belia seksi yang sedang dicarinya di sana. Ke mana? Perasaan Zoe mulai tidak tenang. Bahkan juga timbul kesal. Mungkin Alingga tidak bisa dipercaya, dia telah pergi diam-diam. “Alingga!” Zoe mulai tidak sabar. Pintu balkon setengah dibanting menutup. Kesal pada bayang cantik Alingga yang menyusup di pelupuk matanya tetapi sudah tidak ada. "Awas kamu, Maling Kecil!" gerutu Zoe menahan rasa geram. Kini berkelebat bayang Alingga saat berjanji tidak pergi sebelum ditinggal nya mandi. "Pendusta!" rutuk Zoe am

Alingga menahan napas menunggu jawaban. Namun, bukan mendapat kepastian. Mata Zoe sempat berkilat tajam menatapnya sebelum menghempas kedua tangan dari pinggangnya. Alingga terkejut dengan sikap kasar yang tiba-tiba terlihat dari lelaki yang selama ini selalu bersikap hangat dan mesra padanya. Padahal, bibir tipis merah itu telah nekat diciumnya dengan lembut. Blak! Tanpa suara, Zoe berlalu cepat setelah menyambar tas kerja dan ponselnya. Gerakannya tergesa, seperti ada badai kecil yang sedang mengejar dari belakang. Pintu tertutup pelan—bukan dibanting, tapi cukup membuat Alingga merasa seperti ada sesuatu yang disentak ikut keluar bersama Zoe. Merasa jika hatinya sedikit tercuil, tetapi kuat-kuat segera ditepisnya. Tidak! Jangan sampai.... Ia masih duduk di sofa, membeku beberapa detik, sebelum akhirnya merosot perlahan seperti balon yang kehilangan angin karbit. “Kenapa rasanya kayak ditinggal? Bukankah sebentar lagi juga bertemu?" gumamnya, memeluk erat bantal kecil sofa

Sebab merasa seperti salah dengar, Oma Sari maju satu langkah, seakan telinganya perlu berada lebih dekat supaya dapat memastikan kebenaran yang baru saja diucapkan putranya. Wanita 64 tahun dengan kerudung panjang warna pastel dan wajah anggun yang masih memancarkan wibawa keluarga, menatap Zoerendra dengan dahi bergaris rapi tiga garis. Heran, bingung, dan tentu saja… curiga. “Apa aku tidak salah dengar tadi?” tanyanya dengan nada pelan tapi penuh tekanan khas seorang oma yang sudah membesarkan beberapa generasi. “Kamu… tiba-tiba merelakan kamarmu untuk orang lain?” Nada saat berucap orang lain terdengar seperti menyebut alien dari planet tak dikenal, membuat suasana ruang tamu mendadak hening. Seolah semua barang di ruangan ikut menahan napas. Zoe hanya mengangkat alis, tampak acuh tak acuh dan santai. Ia tidak langsung menjawab, cuma memberi anggukan yang membuat Oma Sari makin mempersempit matanya. “Apa kamarnya bersih, Ma?” tanya Zoe jengah, seperti yang dipermasalahkan

“Lalu, kamu maunya apa, Paman Jul?” balas Alingga cepat. Merasa tidak bisa menjawab pertanyaan Zoe tadi. Biarlah akan menjadi tebakan mereka hingga nanti. Zoe tertawa dengan alasan yang tak jelas. Seperti perasaannya sedang senang dan bebas. “Apa yang kumau? Aku mau tidur di kamar ini. Sebelum subuh, aku akan keluar dari sini.” Zoe menegaskan dengan sisa tawanya. Meski kaget, Alingga ingin tertawa, lelaki hampir karatan itu lagi-lagi kekanakan. "Tapi aku keberatan," ucapnya sambil menggeleng. "Jangan menentang," sambar lelaki itu dengan gelagat tidak ingin dibantah. Meski wajahnya bukan garang. Bahkan bekas tawa masih ada menjadi senyuman. Tampan.... Alingga terdiam. Mengamati Zoe yang terlihat jinak dan aman sebagai seorang paman. Rasany juga iba, lelaki itu tanpa kamar seperti gelandangan di rumahnya. "Aku saja yang di kamar tamu. Paman Jul di sini saja." Alingga sungguh-sungguh. "Jangan coba-coba, kamu ingin Faldian menyusup sepertiku?" tanya Zoe bermaksud menakuti.