Finn masih terpaku, wajahnya setengah ngeri setengah menyerah. “Kalau sampai ketahuan, aku akan bilang aku tidak mengenalmu,” katanya lirih. “Tentu saja,” balas Elowen manis. “Kau bahkan tak akan sempat—karena aku akan sudah jauh sebelum ia sadar penyebabnya seekor kucing.” Ia mengangkat Mocha dan mencium ubun-ubunnya. Kucing itu mengeong pelan, nyaris seperti berdoa untuk keselamatan tuannya—atau mungkin untuk jiwanya sendiri. Lalu, dari kejauhan, terdengar suara langkah berat: pelan, berirama, seperti denting jam yang menghitung detik menuju eksekusi. Finn menegang. Elowen menoleh dengan tenang, senyum licik masih di sudut bibirnya. “Oh tidak…” bisik Finn. “Oh ya,” jawab Elowen, menatap ke arah suara itu. “Tuhan memang punya selera humor.” Langkah itu berhenti tepat di balik kain-kain linen yang berkibar.
Última actualización : 2025-11-24 Leer más