Ben memeluk Vennesa erat-erat. Pelukannya begitu kuat, seolah ingin menahan seluruh dunia agar tidak merampas wanita itu lagi. Namun tubuh Vennesa kaku, dingin, tanpa balasan. “Maafkan aku… maafkan aku, Vennesa… maafkan aku, sweetheart.” Suaranya bergetar, nyaris pecah di kerongkongan. Kata itu — sweetheart — membuat Vennesa tersentak perlahan. Dia menoleh sedikit, matanya bengkak dan sembab, namun tetap indah. Pandangannya bertemu dengan mata Ben. Tak ada kata yang keluar dari keduanya. Hanya diam yang panjang, sarat makna, antara cinta dan luka, antara rindu dan kehancuran. Ben tak berani bersuara lagi. Dia tahu, satu perkataan salah saja akan membuat wanita itu pergi selamanya. Vennesa pun terlalu lelah untuk marah. Hatinya kosong. Semua tenaga sudah hilang, diganti kepedihan yang dalam. Keheningan di kamar itu begitu pekat. Nafas mereka bertaut di udara. Tatapan Ben begitu sendu, seolah men
Last Updated : 2025-12-05 Read more