Suara langkah kaki itu—menyeret, berat, dan tanpa irama—mendekat dari sudut tergelap sel. Bukan langkah seorang penjaga yang waspada, melainkan langkah putus asa dari jiwa yang telah lama kehilangan arah. Radit menahan napas, mencoba menekan denyut menyakitkan di pelipisnya. Dari kegelapan pekat, sebuah siluet kurus terhuyung-huyung maju, nyaris tak terlihat kecuali oleh sisa-sisa cahaya yang merembes dari bawah pintu. Sosok itu adalah seorang pria, mungkin seusia Radit, tetapi kurus kering seperti ranting di musim kemarau. Matanya cekung dan kosong, bibirnya pecah-pecah, dan ia bergerak bukan dengan kehendak, melainkan dengan sisa-sisa momentum, seolah tali-tali yang menggerakkan tubuhnya telah putus.Pria itu tidak melihat Radit. Ia hanya berjalan gontai ke dinding seberang, merosot ke lantai dengan desahan panjang yang terdengar seperti napas terakhir, lalu memeluk lututnya. Ia tidak berbicara. Ia tidak bergerak lagi. Ia hanyalah sebuah monumen hidup bagi kekalahan. Radit merasa
Last Updated : 2025-11-17 Read more