All Chapters of Sentuhan Berondong Sewaanku: Chapter 81 - Chapter 90

Aina yang terlalu shock dengan ucapan Hans barusan. Hanya bisa terdiam, tanpa kata dan suara. Melihat istrinya hanya terdiam. Hans yang merasa hari sudah siang, akhirnya hanya bisa berkata. “Udahlah sekarang aku harus berangkat ke kantor. Inget, hari ini aku ga mau kamu keluar. Kalo sampai kamu keluar, aku akan—”“Akan apa?” tanya Aina yang memotong ucapan Hans yang belum selesai serta dengan suaranya yang menantang.“Cabut lagi izinku soal kamu yang bakal menyewa Rey sampai hamil.”Mendengar ancaman itu, Aina hanya bisa kembali terdiam. Tanpa kata dan suara dan hanya memperlihatkan raut wajah kesalnya.Mendapati Aina hanya terdiam, tanpa kembali berkata. Hans mulai berjalan meninggalkan Aina sendirian.Melihat kepergian suaminya, Aina hanya bisa menggigit bibir bawahnya dengan kasar. Lalu dengan menghela napasnya pelan. Ia mulai mengambil ponselnya yang ada di tasnya dan segera menekan nomor Rey yang ada di dalam kontak ponselnya. “Hallo Bu Aina. Kenapa telepon? Padahal saya sebe

“Kenapa diam, dia supir yang baru kerja sama kamu sebulanan ini kan?” tanya Hani yang merasa heran dengan menantunya yang malah terdiam.Kembali tersadar dari rasa shocknya, Aina mengalihkan lagi pandangannya pada sang mertua. Lalu dengan suaranya yang sedikit gemetar, ia berkata. “Ah… iya Mah, dia supir aku. Tapi hari ini dia lagi cuti.”Mendengar ucapan sang menantu, Hani mulai mengangguk-anggukan kepalanya pelan. Melihat Hani yang hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, Aina kembali mengalihkan tatapan matanya pada Rey. Yang ternyata sudah berjalan menghampiri dirinya.“Bu Aina!” panggil Rey dengan suaranya yang pelan, di saat dirinya sudah sampai di depan Aina.Melihat Rey yang menghampirinya, tetapi juga ada Dini di sampingnya. Aina yang tidak mungkin memperlihatkan ketidaksukaannya, hanya bisa memaksakan senyum di wajahnya. “Kamu ngapain disini Rey?” tanyanya tapi dengan suaranya yang masih sedikit ketara tidak sukanya.Rey yang entah kenapa merasa gugup, hanya bisa berkata deng

Mendengar itu, Aina tentu saja terkejut. Dengan membulatkan kedua bola matanya, ia menatap tidak percaya pada Hans yang duduk di sampingnya. Mendapati tatapan tak percaya dari istrinya. Hans hanya terdiam, tanpa kata dan suara. “Aina itu beneran kan, apa kata suami kamu barusan?” tanya Hani kembali memecahkan keheningan yang memang tercipta lagi di antara mereka. Dada Aina terasa berdetak cepat. “Ah… iya Mah itu beneran.” Tentu saja mendengar itu, Hani semakin memperlebar senyum manis di wajahnya. “Mamah senang kalo hubungan kalian emang udah semakin dekat. Semoga setelah ini kalian benar-benar secepatnya kasih Mamah cucu.” Dengan senyuman yang ia paksakan di wajahnya, Aina menjawab. “Iya Mah amin. Doain aja ya. Aina dan Hans akan usaha banget, buat secepatnya kasih Mamah cucu.” “Tentu aja! itu udah pasti.” Setelah percakapan itu, tidak ada lagi yang berbicara. Entah itu Aina, Hans ataupun Hani tampak sama-sama terdiam dan melanjutkan makan malam itu dalam keheningan. Sampai

“Aina, kenapa malah diam?” tanya Hans yang menyadarkan Aina dari lamunannya. Aina yang memang tadi mengatakan ingin mempertahankan Rey jadi gigolo pribadinya di dalam lubuk hati, tanpa mengucapkan langsung pada sang suami. Tentu saja tersentak seketika, saat mendengar suara suaminya kembali menggema. “Ah… engga Hans.” Ucapnya dan setelahnya, ia bergegas berjalan lagi ke sisi ranjang lainnya untuk membaringkan tubuhnya di sana. Hans tentu semakin mengernyitkan dahinya di saat istrinya bukannya melanjutkan ucapannya dan malah berbaring di sisi ranjangnya serta membelakangi tubuhnya. “Aina kenapa malah tidur?” tanyanya di sela rasa herannya. Namun tak ada jawaban, istrinya tetap mempertahankan posisi baringannya yang membelakangi tubuh dirinya. Tak kunjung mendengar suara Istrinya, Hans hanya bisa menghela napas. “Oke, kalo kamu ga mau lanjutin percakapan kita. Tapi, apa kamu ga mau ganti baju dulu sebelum tidur?” ucapnya lagi, namun tetap tak mendapatkan jawaban. Lelah dengan sikap

Mendapati pelukan tak terduga dari Aina, Rey tentu saja merasa tak percaya. Bahkan tampak saking tak percayanya dirinya, tubuhnya mulai menegang disertai mulutnya yang tak bisa mengeluarkan suara.Tak mendapatkan respon apapun dari Rey, dengan raut wajahnya yang sedih. Aina melepaskan pelukannya. “Kalo kamu mau keluar, yaudah keluar aja!”ucapnya dengan suara bergetar seperti menahan tangisan.Rey yang tersentak, mulai membalikkan badannya dan menatap Aina yang sekarang wajahnya sudah berkaca-kaca. “Kenapa mata Ibu berkaca-kaca?” tanya Rey yang terkejut melihat Aina seperti orang yang ingin menangis.Mendengar pertanyaan itu, Aina tanpa diduga, malah mengeluarkan air mata dari kedua pelupuk matanya.“Kenapa nangis?” tanya Rey lagi yang terkejut dengan Aina yang sekarang malah mengeluarkan air matanya.Bukannya menghentikan tangisannya, Aina yang mendengar pertanyaan Rey untuk kedua kalinya. Sekarang malah mulai terisak.Tak tau lagi apa yang harus dilakukan. Rey dengan cepat, mulai mer