Dali kembali dari hotel dengan wajah tegang. “Nyonya, Pak Pras dan Bu Aura sudah tidak ada di hotel,” lapornya.Kabar itu membuat tubuh Oma Eliyas menegang. Napasnya naik-turun cepat, amarahnya menumpuk seperti gunung yang siap meletus. Ia langsung menelepon Pras—sekali, dua kali, tiga kali. Tidak diangkat.Semakin lama nada sambung hanya terdengar di telinganya, semakin panas darahnya. Putra yang selama ini ia jadikan kebanggaan keluarga, kini seperti pria bodoh yang memalukan.“Pras sudah gelap mata, Ma…” Veny berucap, lirih tapi jelas menyembunyikan sesak. “Kemarin saja dia begitu pada Mika. Meskipun Mama menasihatinya sampai berbusa pun, aku pikir tidak ada gunanya lagi.”Oma Eliyas menatap layar ponselnya, berharap Pras menelpon balik. Tapi harapan itu hancur seketika karena nama yang muncul justru Arman.Dengan hati yang sudah retak, ia mengangkat panggilan itu. “Arman?”“Oma menyuruhku pulang? Ada apa?” suara Arman terdengar panik, namun masih sopan seperti biasanya.Untuk be
Last Updated : 2025-11-23 Read more