Dia hanya duduk mematung sejak kepergian Oma Eliyas, seakan seluruh tubuhnya kehilangan arah dan makna. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dipikirkan—atau lebih tepatnya, bagian mana dari dirinya yang masih mampu untuk berpikir jernih. Semua kata, semua tatapan, semua isyarat yang tadi disampaikan Oma berlarian dalam kepalanya seperti ombak yang saling menghantam—keras dan tak kenal belas kasihan.Dan jujur saja, Aura mulai muak.Muak pada keadaan, pada orang-orang di sekitarnya, bahkan pada dirinya sendiri yang terlalu sering membiarkan dunia memperlakukannya semaunya.“Ra, pikirkan baik-baik, Sayang. Ini untuk kebaikan kita semua…”Kalimat itu menggema seperti mantra kutukan.Setiap kali teringat, dadanya seperti diremas dari dalam—perih, panas, dan menyesakkan.Kebaikan siapa? batinnya menjerit.Kebaikan siapa yang sebenarnya dipertahankan semua orang? Karena sejauh ini, hanya dirinya yang selalu diminta berkorban—menunduk, menerima, dan diam. Sementara tak seorang pun menany
Terakhir Diperbarui : 2025-11-14 Baca selengkapnya