جميع فصول : الفصل -الفصل 30

“Oh ya, Alya. Kamu kan masih utang penjelasan sama Ibu,” celetuk Ibu tiba-tiba, memecah suasana hangat setelah makan malam.“Penjelasan apa, Bu?” tanyaku heran.“Itu, uang tiga puluh juta yang kamu transfer ke Alina. Dari mana asalnya, Nak?” Nada suara Ibu terdengar serius, jelas ia khawatir.Aku tersenyum kecil, mencoba menenangkan. “Oh itu, Bu… itu hasil Alya jualan produk digital.”“Produk digital?” Ibu memiringkan kepala, bingung. “Emang apa itu, dan bisa dapat uang sebanyak itu?”Aku melirik ke arah Alina. “Silakan Bu Guru Alina jelaskan, biar Ibu sama Alfa paham. Kakak kan nggak jago jelasin hal beginian.”

Sore itu mobil yang baru kubeli akhirnya tiba di rumah Ibu. Kami memang belum punya garasi, tapi untungnya halaman rumah Ibu masih cukup luas buat nyimpen mobil sebesar itu.Untuk sementara mobilnya aku tutupin dulu pakai cover bonus dari dealer, lumayan kan, gratisan.“Bu, Pak Ujang masih suka nukang, kan?” tanyaku sambil selonjoran di ruang keluarga habis makan malam.“Masih lah. Memang kerjaannya begitu. Emangnya kenapa?”“Rencananya Alya mau bikin garasi, di bagian depan situ. Pak Ujang bisa, gak?”“Ya harusnya bisa. Nanti Ibu tanya ke istrinya, kami sering ngaji bareng kok,” jawab Ibu santai.“Oh, bagus kalau gitu. Eh, apa sekalian aja ya Bu,

Seketika semua mata tertuju padaku. Berbagai ekspresi terpancar dari wajah mereka. Tapi yang paling jelas, kebahagiaan begitu terlihat di wajah Bu Mayang dan Dina. Mungkin karena memang ini yang mereka harapkan sejak awal.Tapi tidak dengan Mas Azam. Tatapannya sulit kuartikan. Entah mau marah, entah mau membujukku untuk diam, seperti yang biasa ia lakukan dulu. Sayangnya kali ini dia tak bisa bebas bersikap, karena sedang di hadapan istri barunya dan juga mertuanya.“A-Alya… cukup ya. Jangan ngomong sembarangan,” ujarnya pelan tapi tegas.Aku menatapnya lurus.“Aku serius, Mas. Dan Alina bisa jadi saksinya.”Alina yang berdiri di sampingku langsung menga

POV: AzamSudah seminggu sejak aku membawa Dina ke rumah ini. Awalnya kupikir, kehadiran Mama mertuaku hanya sebentar saja, sekadar mengantar anak perempuannya yang baru menikah, lalu pulang lagi ke rumahnya. Tapi entah kenapa, sampai hari ini, beliau masih juga betah di sini.Aku sih nggak masalah sebenarnya. Namanya juga orang tua, mungkin masih kangen sama anaknya. Tapi yang bikin heran, ini udah masuk minggu kedua dan belum ada tanda-tanda mau pulang.Bukannya aku keberatan, cuma… ya, agak aneh aja. Apa Papa Dina nggak protes istrinya menginap selama ini di rumah menantunya? Bukankah sebagai istri, Mama masih punya kewajiban di rumah sana?Herannya lagi, sejak aku menikah dengan Dina, aku sama sekali belum pernah melihat sosok Papa mertuaku. Katanya sedang dinas di

"Sudah siap, Mas?" Tanya Dina, tumben sekali dia sudah siap lebih dulu. Padahal semalam dia sampai merajuk karena tak ingin diajak ke rumah Ibu."Ya, sebentar lagi. Kamu sudah siap?""Sudah. Oh ya Mas, Mama ikut boleh kan? Kasihan masa ditinggal sendirian di rumah""Ya boleh dong, malah bagus biar ramai. Biar Mama ada teman ngobrol juga""Oke, aku tunggu didepan sama Mama ya, Mas" Ujar Dina dengan riang."Oke" Sahutku sambil menatap heran ke arahnya. Kemana wajah cemberutnya yang semalam? cepat benar berubahnya.Aku hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan Dina yang menurutku masih sangat kekanak-kanakan.Beberapa menit kemudian akupun menyusul Dina keluar dan siap untuk berangkat ke rumah Ibu. Didepan sudah ada Dina dan Mamanya yang sudah menunggu sambil mengobrol serius, entah apa yang mereka bicarakan."Yuk Din, Ma" Ajakku agar mereka segera masuk kedalam mobil. seketika itu juga obrolan mereka terhenti dan mengikutiku masuk ke mobil."Kalian tadi lagi ngo