جميع فصول : الفصل -الفصل 50

Begitu membuka mata, Laras mendapati dirinya berada di sebuah ruangan kecil bercat putih. Sesaat kemudian rasa sakit yang luar biasa menyergap area intim hingga perutnya. Barulah ia teringat bahwa ia tengah berada di sebuah klinik, dan baru saja melakukan ab**si.Laras mengerang, kini kepalanya pun ikut berdenyut pusing. Perawat yang tadi membantunya di ruang tindakan muncul kembali, dengan ekspresi wajah yang sama dinginnya seperti sebelumnya.“Oh, sudah bangun. Bagus. Ini tagihan atas tindakan yang sudah dilakukan. Totalnya lima juta empat ratus ribu rupiah, dan harus dibayar lunas hari ini juga,” ujarnya datar tanpa basa-basi—bahkan tak menanyakan keadaan Laras sedikit pun.“Ba-baik, Mbak… nanti saya bayar. Sekarang saya minta izin istirahat sebentar,” sahut Laras sambil menahan nyeri yang menusuk.“Jangan lama-lama, ini bukan penginapan. Cepat hubungi orang yang akan menjemput kamu. Lebih cepat lebih baik.”“Y-yang jemput? Ta-tapi saya cuma sendirian.”“Terus kamu mau pulang sendir

Turun dari panggung, aku kembali ke tempat duduk semula. Om Sultan, Tante Magdalena, dan… Pak Raja langsung menyambutku dengan ucapan selamat.“Selamat, tadi itu bagus sekali,” ujar Pak Raja dengan seulas senyum mengembang—senyum yang sukses membuat wajah tampannya meningkat seribu persen.“Terima kasih, Pak,” jawabku sopan.“Kamu benar-benar luar biasa, Alya. Raja saja sampai tidak berhenti tersenyum melihat penampilanmu. Padahal biasanya senyumnya dia ini mahal banget, loh,” seloroh Om Sultan.“Oh ya? Syukurlah kalau begitu. Berarti Kaisar Grup nggak sia-sia mengundang saya,” candaku sambil melirik Pak Raja yang tampak agak salah tingkah.Setelah berbincang sebentar, tibalah akhir acara yang ditutup dengan jamuan makan siang, diiringi lantunan lagu dari penyanyi lokal. Aku dan tim ikut mengantre di meja prasmanan, mengikuti arahan panitia.Namun begitu aku mulai mengambil makanan, sebuah suara yang sangat familiar menyusup di telingaku.“Kamu hebat, Al.” Spontan aku menoleh—dan hamp

Aku tercengang mendapati Ibu dan Alfa yang sedang sibuk di dapur. Beberapa loyang kue tersusun rapi di atas meja, mengeluarkan aroma manis yang langsung membuatku lapar.“Ibu sama Alfa ngapain? Bikin kue ya? Wanginya sampai ke kamarku loh…” tanyaku sambil menghampiri kue-kue yang tampak menggugah selera itu.“Hai Kak, udah bangun?” jawab Alfa, bukannya menjawab pertanyaan.“Siapa yang nggak bangun kalau cium aroma seenak ini, Fa…” balasku.“Wangi apa sih ini? Hmmmmm… bikin kue ya??” teriak Alina sambil menuruni tangga dari lantai dua.“Tuh, Kak Alin aja sampai keluar dari gua,” ujarku terkekeh.“Iya… habisnya Ibu bosan nggak ngapa-ngapain. Terus tadi lihat YouTube masak-masak, jadi pingin nyobain. Eh, Alfa datang pingin bantuin Ibu… jadilah kita berdua berkreasi di dapur,” jelas Ibu.“Iya Kak. Ibu bagian resep, Alfa bagian menentukan gizinya. Jadi kita kolaborasi,” timpal Alfa sambil membawa kue matang ke meja makan.“Kamu ngerti soal gizi, Fa?” tanya Alina sambil mencuil kue bolu yan

Sesuai janjiku, malam ini kami berempat bergotong royong membuat pesanan roti sehat. Ibu dan Alfa bagian membuat adonan, sedangkan aku dan Alina membantu mencetak hingga memanggang.Lima ratus cake dan roti sehat akhirnya berhasil kami selesaikan dalam waktu lima jam. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul satu dini hari. Tubuh dan mata kami rasanya sudah tak sanggup lagi diajak bekerja sama.“Alhamdulillah, selesai juga lima ratus pieces pesanan. Tinggal bungkus-bungkus ke plastik masing-masing,” ucap Ibu setelah mengeluarkan baki terakhir dari panggangan.“Aduh, aku udah nyerah, Bu… Boleh izin istirahat duluan nggak? Mataku udah lima watt,” keluh Alina dengan mata setengah terpejam.“Aku juga sih… Besok packing-nya aman nggak?” sahutku.“Aman kok, Kak. Ini juga rotinya masih panas, jadi nggak bisa langsung dibungkus. Paling besok dibungkusnya,” jawab Alfa dengan wajah belepotan tepung.“Iya, Ibu juga sudah lelah. Sebaiknya kita bersih-bersih lalu istirahat. Urusan packing bisa dilanju

Aku mendapati Ibu dan Alfa sedang menyusun roti-roti hangat di meja makan. Aroma manisnya memenuhi dapur, jelas proses panggang memanggang baru saja selesai dan tinggal tahap packing.“Udah beres? Cepat juga ya?” tanyaku.“Ya, soalnya nggak sebanyak kemarin. Ini malah Ibu lebihin lima puluh pieces,” jawab Ibu sambil mengibas-ngibaskan tangan yang masih belepotan tepung.“Wah, mantap dong. Ada tambahan orderan lagi dari teman-teman Ibu?”“Ada,” sahut Alfa cepat. “Tadi Bu Sumi pesan lagi dua puluh lima.”“Terus ini kapan mau diplastikin?” tanyaku tak sabar ingin membantu.“Nanti, sekitar satu jam lagi. Masih panas,&rdquo