جميع فصول : الفصل -الفصل 40

POV: AlyaAku bersyukur banget sama kehidupan yang aku jalani sekarang. Jujur aja, dulu aku nggak nyangka bisa sampai di titik ini. Setelah cobaan berat yang sempat bikin aku hampir nyerah, ternyata Tuhan kasih hadiah yang jauh lebih besar dari semua luka itu.Banyak orang pikir, jadi janda itu akhir dari segalanya. Tapi buatku, justru itu awal dari hidup baru yang lebih bermakna. Aku belajar berdiri di atas kakiku sendiri. Rezeki malah datang dari arah yang nggak pernah aku duga.Produk digital yang aku buat laku keras di pasaran. Banyak orang kirim pesan, bilang kalau tips-tips yang aku bagikan di sana bikin usaha mereka maju pesat. Rasanya bahagia banget bisa bermanfaat buat orang lain.Sekarang undangan jadi narasumber di seminar-seminar juga mulai rame. Kadang aku sampai harus nolak karena jadwal sudah penuh. Aku sengaja sisihkan satu hari libur setiap minggu, buat ngabisin waktu bareng keluarga atau sekadar memanjakan diri sendiri. Hidupku sekarang jauh lebih teratur dan tenang.

Aku menyerahkan kembali ponsel itu kepada Alina, berbagai pikiran berkecamuk di dalam kepalaku.“Ini kapan kejadiannya?” tanyaku akhirnya, setelah rasa terkejutku sedikit mereda.“Baru aja kemarin, Kak. Waktu itu aku udah pulang. Temen aku yang kirim video ini, soalnya dia tahu Laras itu dulu adik ipar Kakak.”“Untungnya udah nggak, ya, Lin. Kalau masih, pasti aku juga yang malu. Belum lagi diserbu sama para tetangga yang hobi nyari berita.”“Udah pasti, Kak! Apalagi video ini langsung viral. Dan yang posting juga bukan cuma satu orang, banyak banget yang ngerekam waktu kejadian.”“Iya, kelihatan juga tadi di video, banyak yang ambil gambar.”“Kira-kira gimana ya keadaan di rumah Bu Mayang sekarang? Bu Mayang pasti malu banget.”“Entahlah, Lin. Yang jelas, kamu jangan sekali-kali menyebarkan video itu, ya. Bagaimanapun juga itu aib orang lain. Dan kalau ada yang tanya ke kamu soal Laras, jawab aja apa adanya. Bilang aja kamu nggak tahu apa-apa karena sudah nggak ada hubungan lagi deng

POV: AzamSuasana di rumahku saat ini benar-benar kacau balau. Semua hancur sejak kami tahu kalau Laras hamil, dan lelaki yang menghamilinya menolak untuk bertanggung jawab. Ia bahkan menghilang entah ke mana.Situasi bertambah parah ketika video Laras yang memohon-mohon pertanggungjawaban kekasihnya viral di media sosial. Otomatis, warga sekitar langsung menghujat. Bahkan ada yang terang-terangan mengusir Laras dari lingkungan tempat tinggal kami.Ibu yang paling hancur di sini. Wanita yang melahirkanku itu begitu syok, bahkan sampai depresi karena tak tahan menanggung malu. Melihat kondisi ibu begitu membuatku murka—pada Laras, dan tentu saja pada lelaki yang sudah menodainya.Aku dan Bapak sempat mencari pria itu ke mana-mana. Mulai dari kampus sampai ke kos tempat tinggalnya, tapi tak ketemu. Kemungkinan besar dia sudah kabur ke kampung halamannya. Mencarinya sampai ke pelosok desa tentu bukan hal mudah, apalagi tidak ada yang tahu pasti di mana alamat lengkapnya. Dan bodohnya, La

POV: LarasAku benar-benar tak percaya saat Ibu dengan lantang menerima lamaran Pakde Mul tanpa bertanya sama sekali kepadaku.Padahal sejak tadi aku sudah merengek memohon pertolongan Ibu agar tak dinikahkan dengan tua bangka itu. Tapi Ibu sama sekali tak mempedulikanku.Ibu yang semula hanya asyik pada dirinya sendiri, tiba-tiba bersemangat begitu mendengar bahwa Pakde Mulyono akan memberikan sejumlah aset untuknya jika aku mau menjadi istri keempatnya.Suasana bahagia menyelimuti ruangan ini. Semua wajah terlihat puas dengan keputusan Ibu — kecuali AKU!"Baik, Pak Joyo. Kalau begitu sebaiknya pernikahannya segera dilangsungkan saja, untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan," ujar Pak RT yang tampak ikut senang dengan jawaban Ibu."Ya, saya terserah saja bagaimana baiknya," jawab Bapak datar."Bagaimana kalau besok selepas Dzuhur, Pak? Biar paginya saya bisa mempersiapkan mahar dan lain sebagainya dulu," usul Pakde Mul, sementara matanya terus menatapku dengan tatapan seperti kuci

POV: AuthorPukul sembilan lewat lima belas menit, Laras baru terbangun. Di meja sudah ada sepiring nasi uduk dan segelas teh yang Rosi siapkan untuknya. Sementara si pemilik kamar sudah tak terlihat batang hidungnya.Di sebelah piring, ada secarik kertas dengan pesan tulisan tangan Rosi:“Gue udah berangkat kerja. Lo jangan lupa sarapan dulu. Dihabisin.Kalau pergi jangan lupa kunci pintu, kuncinya taro di atas pintu.”Laras tersenyum membaca pesan itu. Sejak dulu, Rosi memang sahabat terbaiknya. Meskipun hampir tak ada hal baik yang bisa dicontoh dari sahabatnya itu. Tapi namanya pergaulan, selalu ada saja yang terbawa.Seperti Laras sekarang. Bukannya belajar dari pengalaman Rosi yang pernah menjalani hal pahit, Laras justru diam-diam menyerap ‘ilmu pacaran’ Rosi yang sempat membawanya ke klinik ab**si. Dan kini, Laras pun terjebak di tempat yang sama.Satu jam kemudian, Laras sudah berada di alamat yang Rosi berikan. Sama sekali tak terlihat tanda-tanda adanya klinik. Hanya sebuah