All Chapters of Hubungan Rahasia Dengan Tunangan Duke: Chapter 21 - Chapter 30

Mataku kini berpendar ke sana kemari melihat setiap jawaban yang ia tulis di setiap soal yang kubuat. Claire sendiri terduduk kaku di atas sofa sambil memainkan jemarinya dengan gugup. Sesekali, ia melirik ke arahku, entah untuk mengecek ekspresi wajahku atau mengamati setiap gerak-gerikku. Entahlah, aku tidak terlalu memperhatikannya dengan jelas. Begitu selesai, aku menaruh kertas itu di atas meja sambil memijat pelipisku, merasa sedikit pusing, tapi bukan karena kertas jawaban miliknya. "Nona yakin dengan jawaban ini?" Claire kini menggigit sudut bibirnya dan mengangguk pelan tanpa berbicara sepatah kata pun. Aku kini menghela napas panjang dan beranjak dari sofa, berniat untuk mengambil kotak obat di lantai utama, yang entah mengapa membuat Claire tersentak dan ikut beranjak dari posisinya. "Tuan Harrie, apa hasilnya buruk?" tanya Claire dengan nada sedikit meragu. "Tidak. Hasil nona tidak buruk." "Lalu, kenapa tuan tiba-tiba berdiri?" Dahiku seketika berkerut. "Ken

Pikiranku kini terbang ke akhir kalimatnya yang menyatakan bahwa penyebabnya hanya ada satu. Disaat aku sendiri bahkan tidak menyadari bahwa rasa pusingku datang bukan karena kurangnya tidur akhir-akhir ini, melainkan demam yang datang tanpa kusadari. Pandanganku kini tertuju ke arah telapak tanganku. Aku bisa mencium bau vanilla yang samar menempel di telapak dan juga pergelangan tanganku. Entahlah, apakah karena aku tengah delusi atau memang beberapa kali ia terlihat begitu menawan dan manis di mataku. Plak! Tanpa sadar, aku memukul kepalaku dengan keras agar aku bisa berpikir lebih jernih. Entah apa yang kupikirkan tadi, aku terdengar seperti orang dewasa yang menjijikan. Begitu aku tengah bergumam, suara pintu terbuka kembali terdengar memperlihatkan Claire yang kembali dari lantai utama sambil membawa nampan berisi gelas kaca berisi air putih beserta obat tablet yang tersaji di atas kertas kecil dengan beberapa kue kering yang tersaji di atas piring kaca. Claire menaruhnya

jika aku terlalu memikirkannya, itu artinya aku sudah aku sudah semakin jauh dari tujuan awal aku datang kesini. aku sudah berjanji untuk tidak terlibat apapun selain murni sebagai guru pribadinya. Tentu aku harus sadar akan hal itu bukan? batas adalah segalanya. Pandanganku sempat mengamati wajah Claire yang terlelap pulas dengan Lamat sebelum akhirnya melangkahkan kaki pelan menuju pintu. brak Begitu pintu kamarnya tertutup, aku sempat menghela nafas panjang sebelum akhirnya memperbaiki postur tubuhku dan berjalan kembali ke kamar melewati lorong ruangan yang kini terasa begitu gelap berkat lilin - lilin penerangan yang masih dalam keadaan padam. Pikiranku terus berlabuh kemanapun ia mau. setiap kaki ini melangkah, perasaan berat dan pandangan yang terasa kosong selalu menyertainya, hingga pandangan gelap itu secara tiba - tiba menerang. lilin - lilin yang sejak tadi padam kini satu persatu mulai menyala kembali, bersamaan dengan rei yang tengah menyalakan setiap lilin den

senyum Claire kini merekah bersamaan dengan keheningan yang ia ciptakan begitu ia selesai membaca puisi yang kubuat. aku tidak tau apakah ia terkesima atau menyadari bahwa seseorang yang tertulis didalam puisi itu adalah dirinya. namun begitu Claire selesai membacanya, ia menutup buku tersebut dan menyodorkan kembali kepadaku. "Puisi yang indah. saya cukup menyukainya" "benarkah? saya merasa raut nona berkata hal lainnya" tukasku seraya sedikit menjahilinya dengan ucapan yang ia lontarkan beberapa hari yang lalu perihal hasil yang kutorehkan. Claire kini mengkerutkan dahinya "memangnya raut saya seperti apa? bukannya terlihat biasa saja?" aku menggeleng pelan sambil menjawab asal hanya untuk sekedar membuatnya kebingungan. "dahi nona sempat berkerut begitu selesai membacanya" Mendengar hal itu alih - alih bingung, rautnya kini terlihat terkejut hingga kedua mata ambernya membulat dengan sempurna "serius anda memperhatikannya sedetail itu? Saya bahkan tidak menyadarinya

"kita berdua akan mati" mataku seketika terbelalak mendengar jawabannya "mati? Memangnya nona habis melakukan apa?!" "bukannya nona sendiri yang bilang bahwa saya bisa mempercayai nona?" Tukasku sambil mengusap wajah frustasi. Melihat reaksi yang Claire tunjukan. sungguh membuat kepercayaan ku padanya seketika runtuh. aku hanya bisa menghela nafas dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan emosi berlebih didalam diriku. Claire kini menghampiriku seraya mengusap pelan punggung belakang dengan sedikit kesulitan. bahkan sedikit membuat kakinya berjinjit "tenanglah tuan Harrie. bukan berarti saya bilang kita berdua akan mati, itu berarti akan terjadi" "Tenang? bagaimana saya bisa tenang jika nona menarik saya kembali kedalam masalah yang nona buat?" "atau ini adalah rencana nona untuk menyingkirkan saya secara tidak langsung. jangan - jangan nona masih membenci saya" Claire seketika terkesiap. ia melepas telapak tangannya dari punggungku seraya berjalan mundur dua