Langkah kaki itu mendekat—cepat, berat, dan penuh amarah yang sudah lama kukenal. Nafasku tersengal, seolah dada terlalu sempit untuk menampung semua kecemasan yang tiba-tiba meledak.Suamiku muncul dari balik pagar. Matanya langsung menyapu halaman, lalu tertancap ke arahku—dan seseorang di sampingku.Gibran.Aku melihat bagaimana ekspresi suamiku berubah dalam hitungan detik—dari bingung, menjadi curiga, lalu membara. Rahangnya mengeras. Tangan kanannya mengepal. Aku bisa menebak isi kepalanya bahkan sebelum ia membuka mulut.“Apa ini?” suaranya rendah, tapi jelas sedang menahan ledakan.Gibran hanya berdiri tegak, tidak mundur. Tidak mencari alasan. Tidak kabur. Ia memandang suamiku dengan tatapan netral, tapi tegas. Sementara aku—aku berdiri di tengah, seperti seseorang yang diikat di antara dua jurang yang sama-sama menganga.“Apa yang kamu lakukan di sini?” suamiku mendekat, suaranya mengeras. “Siapa kamu?”Gibran menelan ludah, kemudian menjawab dengan suara tenang yang justru
Last Updated : 2025-12-05 Read more