Malam itu, ketika hujan berhenti, Diah berjalan pulang dengan langkah tertatih. Di sepanjang jalan, ia mendengar bisikan yang tak berhenti. Kadang lembut, kadang seperti jeritan. Bayangan perempuan berambut panjang itu berjalan di sampingnya, meski tak terlihat oleh siapa pun.Sampai di depan rumah kontrakan, Diah baru sadar: tubuhnya kini dingin, dan darah mengalir pelan dari ujung jarinya. Tapi anehnya, ia tidak merasakan sakit.Di bawah cahaya lampu jalan yang redup, sesuatu berkilat dari dalam luka di tangannya—sehelai benang merah tipis, seperti serpihan dari kain penglaris itu, kini tertanam di bawah kulitnya.Dan dari kejauhan, tawa Bu Rini menggema pelan, dibawa angin malam.Hujan kembali turun malam itu, tapi tidak seperti biasanya. Air yang jatuh dari langit terasa berat, berbau amis, seolah bukan air hujan biasa. Diah duduk di pojok kamarnya yang lembap, memegangi tangannya yang kini terus berdenyut. Luka itu belum juga sembuh, justru semakin parah—urat-urat merah menjalar
Last Updated : 2025-11-12 Read more