Lahat ng Kabanata ng Identitas Asli Wanita Kesayangan CEO: Kabanata 31 - Kabanata 40

Rasa kesal tiba-tiba muncul di hati Jody. Dia mengerutkan keningnya rapat-rapat.Tatapannya tertuju pada foto setengah telanjang itu selama beberapa saat, sebelum kemudian meremas kedua foto tersebut menjadi gumpalan dan membuangnya ke dalam kotak sampah.Wanita seperti ini tidak mungkin adalah gadis baik hati yang pernah menyelamatkannya!…Di rumah sakit, setelah panggilan ke ponsel "Rissa" tidak dijawab untuk yang kesekian kalinya dan terputus, Amelia tampak melamun dengan tatapan kosong.Di layar ponsel, semua panggilan tak terjawab berasal dari Jody. Namun, Amelia sama sekali tidak tahu bagaimana cara menghadapinya, terutama setelah pria itu dengan jelas mengatakan jika dia membenci Amelia…"Bu Amelia." Salman Bastian mendekat. Wajahnya tampak serius.Amelia buru-buru menyambutnya. "Bagaimana, Dokter Salman?"Salman menggelengkan kepalanya pelan. Nadanya terdengar sedikit menyesal. "Ginjalmu dan ibumu nggak cocok.""Bagaimana mungkin…" Amelia menggigit bibirnya kuat-kuat. Dia mera

Melani Hartadi, ibu Jody, sebelumnya mengalami kecelakaan mobil yang menyebabkan kaki dan matanya terluka.Setelah sebulan dirawat di rumah sakit, Melani akhirnya menjalani operasi mata. Akibatnya, dia tidak dapat menghadiri upacara pertunangan Jody. Kini, setelah kesehatannya pulih, Melani sangat ingin bertemu dengan calon menantunya.Ponsel Jody berdering. Pria itu meminta Amelia untuk tetap di sana menemani ibunya, sementara dia berjalan keluar untuk menerima telepon."Rissa, cepat kemari biar aku bisa melihatmu." Mata Melani masih diperban. Jadi, tentu saja dia tidak bisa melihat. Melani mengulurkan tangan dan menggenggam pergelangan tangan Amelia, lalu berkata dengan nada iba, "Kenapa kurus sekali? Sebagai perempuan, jangan selalu berpikir untuk diet dan nggak makan. Badan yang sedikit berisi itu baru terlihat cantik.""Hmm. Aku akan mengingatnya, Bibi." Amelia menjawab dengan lembut.Sikapnya yang penurut membuat Melani sangat menyukainya. Melani memegang tangan Amelia dan berkat

Amelia tidak ingin lagi terlibat konflik secara langsung dengan Jody. Jadi, begitu tahu pria itu datang, Amelia pun sengaja menghindar.Setelah mengirimkan pesan kepada Monika, Amelia berdiri di luar area pameran untuk menunggunya.Tak lama kemudian, Monika keluar. Dia langsung berkata dengan penuh semangat begitu melihat Amelia, "Amelia, coba tebak aku baru saja melihat siapa? Pak Jody! Maksudku Jody Bramantya!"Amelia mengatupkan bibirnya tanpa menyahut. Namun, Monika tidak keberatan dan melanjutkan ceritanya, "Dia ternyata juga datang ke pameran perhiasan ini. Kudengar Grup Bramantya belakangan ini sedang mengembangkan Pulau Mauli. Kamu tahu Pulau Mauli? Itu pulau mutiara yang sangat terkenal akan hasil mutiaranya. Katanya, Grup Bramantya ingin menggabungkan Pulau Mauli dengan industri pariwisata. Harus diakui kalau kaum kapitalis memang tahu cara menghasilkan uang. Sambil menikmati pemandangan, pengunjung juga bisa memanen mutiara sendiri. Begitu pembangunan kawasan wisata ini sele

Amelia berkata, "Pak Jody, kamu sangat sibuk. Nggak perlu menemaniku lagi di sini. Aku nggak apa-apa."Pria itu mendengus dingin, "Taktik jual mahal seperti ini akan membosankan kalau terlalu sering dimainkan."Amelia benar-benar tidak bisa berkata-kata. Pria ini selalu saja menyalahartikan maksudnya.Setelah selesai dijahit, punggung Amelia basah kuyup oleh keringat.Luka itu tidak parah, tetapi membuat Amelia kehilangan banyak darah. Dokter berpesan agar luka tersebut tidak boleh terkena air, juga menyarankan untuk mengonsumsi makanan yang menambah darah dan energi, serta mengganti perban secara rutin.Jody sedikit mengerutkan kening saat melihat wajah Amelia yang tampak pucat dan lemah itu. Dia pun melihat ke arah dokter dan bertanya, "Cuma begini saja? Nggak perlu rawat inap?"Dokter menjawab, "Untuk saat ini nggak perlu."Jody langsung berkata dengan tegas, "Urus prosedur rawat inap untuknya!"Dokter berkata, "Ini… sungguh nggak perlu rawat inap. Lukanya memang terlihat agak dalam

Jantung Amelia tiba-tiba berdebar kencang. Menyadari tatapan menyelidik pria itu tertuju pada wajahnya, suaranya bahkan terdengar sedikit gemetar, "Nggak semirip itu juga. Bukankah kamu tahu betul siapa di antara kami yang asli?"Saat mengucapkan kalimat itu, sebenarnya ada secercah harapan di dalam hati Amelia. Namun, setelah kata-kata itu terlontar, Amelia merasa sedikit menyesal. Jika pria itu benar-benar menyadari bahwa dirinya bukanlah Rissa, bagaimana dia harus menjelaskan semua yang terjadi selama ini?Di tengah dilema yang dirasakan Amelia, tiba-tiba terdengar suara pengumuman keberangkatan dari pengeras suara bandara.Amelia bergegas mengalihkan pembicaraan, "Hati-hati di jalan dan semoga pekerjaanmu lancar. Aku… akan menunggumu kembali."Saat Amelia tersenyum, bibir merahnya tampak cerah dan menawan, layaknya bunga mawar yang sedang mekar dengan indahnya.Jody langsung menepis pikiran itu.Bagaimana mungkin Rissa-nya adalah wanita itu…Amelia sendiri yang mengantar Jody hingg