Suara adzan shubuh berkumandang, Ceria sudah bangun. Wanita itu seudah terbiasa bangun awal dan cekatan membersihkan rumah. Memburu waktu sebelum suaminya berangkat kerja dan sebelum si kecil bangun. Setelah itu Ceria segera menyiapkan sarapan untuk suaminya. Secangkir kopi hitam dan nasi goreng rempah kesukaan Bagja sudah terhidang. Ceria segera membersihkan diri, hari itu dia bermaksud mengunjungi rumah mertuanya yang jaraknya hanya beda satu cluster dengan perumahan mereka.
Bagja sudah rapi denga setelan pakaian kantornya. Wajahnya terlihat segar setelah beristirahat semalaman. Dia tengah duduk dan menikmati sarapan ketika Ceria keluar dengan memakai tunik dan celana panjang yang sudah lama hanya tersimpan didalam lemari. Itulah salah satu pakaian terbaiknya semenjak dia menikah dengan Bagja. Gaji suaminya yang tidak terlalu besar, membuat Ceria menekan segala pengeluaran yang masih bisa dikesampingkan. Berbeda halnya ketika dia masih kerja dulu, dia bebas membeli apa saja yang dia mau.
“Kamu mau kemana?” Bagja menatap istrinya yang menarik satu kursi untuk menemaninya sarapan.
“Aku mau izin ke rumah Mama, mau tanya-tanya playgroup yang ada disana, Iren sudah dua tahun lebih sekarang,” ucapnya sambil menyendok nasi goreng ke mulutnya.
“Kenapa nyari yang jauh sih Ri, kan di komplek kita juga ada playgroup,” ucap Bagja seolah tidak setuju.
“Iya Mas, tapi aku mau yang kualitasnya bagus, aku dengar yang deket rumah Mamah jauh lebih baik daripada yang di sekitar perumahan kita, dan lagi,” Ceria menjeda. Bagja menatapnya tajam penuh pertanyaan.
“Dan lagi, aku mau kerja kembali Mas, Iren juga sudah besar sekarang,” ucap Ceria yang membuat Bagja mendadak menghentikan suapannya.
“Kamu bukannya dulu udah berjanji akan jadi ibu rumah tangga saja kalau kita sudah menikah dan punya anak?” Bagja menatapnya tidak suka.
“Mas, semuanya bisa berubah, janji terkadang bisa terkikis kadar kekuatannya termakan kenyataan, semua orang pernah berjanji Mas, termasuk Mas Bagja sendiri, tapi apakah Mas pernah berfikir jika semua janji Mas juga sudah terpenuhi?” Ceria tidak serta merta mengatakan semua perasaannya selama ini. Dia bukan tipe wanita yang bisa langsung blak-blakan pada masalah dan menuntut perhatian.
Bagja menarik nafas, dia tidak menghabiskan sarapannya dan langsung menutupnya dengan meminum beberapa tegukan kopi. Dia tidak hendak membahas lagi rencana istrinya, entah apa yang ada dalam pikiran lelaki itu. Ceria ikut menyudahi makannya, dia mengikuti Bagja yang membawa kopinya ke teras. Setiap pagi Ceria memang selalu mengantarkan kepergian suaminya untuk bekerja.
“Kamu nanti naik apa ke rumah Mama? hati-hati dijalan, pulangnya jangan sore-sore, aku ga bisa jemput juga hari ini masih ada agenda keluar kantor,” ucap Bagja.
“Iya Mas, hati-hati, dan satu lagi Mas, aku serius dengan ucapanku yang tadi,” ucap Ceria lagi sambil memberikan helm pada suaminya yang sudah rapi dengan jaketnya.
Bagja hanya menarik nafas panjang, sejenak menatap lekat istrinya. Kemudian dia berpamitan dan melajukan sepeda motornya meninggalkan rumah. Ceria bergegas masuk dan memandikan Iren yang baru saja bangun. Setelah semua rapi, dia mengunci pintu dan memesan transportasi online untuk berangkat ke rumah mertuanya. Didekapnya Iren dalam pelukannya, mereka menaiki ojek online yang ratenya lebih murah pastinya daripada mobil online.
Sepanjang perjalanan pikiran Ceria bercabang kemana-mana, dalam hati kecilnya dia tidak akan tega jika harus meninggalkan Iren untuk bekerja. Tetapi dia harus punya pegangan, dia tidak bisa lagi menebak perubahan demi perubahan sikap Bagja. Sebagai orang yang terlahir dari keluarga sederhana, dia harus memiliki pegangan lain jika suatu saat nanti memang dia benar-benar tidak mendapatkan pilihan. Karena berdasarkan pengalamannya, cinta itu adakalanya harus melepaskan, seperti dia harus melepaskan ayah yang dicintainya untuk selamanya. Jodoh dan kematian kan seperti sebuah teka-teki, tak ada yang bisa memberikan jawaban pasti.
Berkali-kali menarik nafas panjang, mengecupi pucuk kepala Iren yang duduk didekapnya. Tidak terasa cairan bening sudah menggenang pada sudut matanya dan menetes ke pucuk kepala putri kecilnya. Membuat gadis itu menengadah keatas mencari tahu.
“Mah udjan yaa? Lambut Ilen bacah,” ucapnya cadel. Ceria tersadar, dia segera menghapus airmatanya.
"Mah udjan yaa? Lambut Ilen bacah,” ucapnya cadel. Ceria tersadar, dia segera menghapus airmatanya.“Oh iya tadi gerimis sedikit sayang,” ucap Ceria asal.“Nda mahu kena udjan Mah,” Iren mengeratkan pelukannya, Ceria mengusap-usap kepala putri kecilnya.“Iya, ujannya udahan kho,” Ceria menenangkan Iren.“Mba udah sampai,” pengemudi ojek online memberitahu ketika pada aplikasi sudah menunjukkan sampai di lokasi.“Baik, Makasih Om,” Ceria memberikan uang cash pada pengemudi ojek onlinenya.Ceria langsung menggendong Iren. Dia memijit bell rumah berpagar tinggi tersebut. Orang tua Bagja bukan termasuk orang yang kaya, namun tidak juga termasuk golongan yang sederhana. Rumahnya besar, bertingkat dan berpagar tinggi. Tidak lama menunggu, ibu mertuanya membuka pintu dan wanita paruh baya itu berhambur memeluknya.“Wah Iren, sini s
Tapi airmata itu tak bisa tertahan. Ceria menangis dengan menungkup wajahnya dengan bantal. Pikirannya langsung melayang jauh, seperti apa kedekatan mereka selama ini. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa, Bagja selalu mengatasnamakan pekerjaan dan mencari nafkah untuk keluarga. Hatinya sakit, benar-benar merasa teriris.CeklekPintu kamar terbuka. Bagja menghampirinya yang masih sesenggukan dengan bertumpu pada bantal. Lelaki itu memegang pundaknya dan bertanya seolah tidak terjadi apa-apa.“Ri, kamu kenapa?” tanyanya datar. Tidak ada jawaban, hanya isakan.“Ri, ngomong dong?” bujuk Bagja lagi.“Aku mau kerja Mas,” ucap Ceria ditengah isaknya tanpa melepas bantal yang jadi tumpuannya.“Ya udah, aku ijinin, nanti kamu udah boleh nyari-nyari kerjaan, udah jangan nangis lagi. gitu aja dinangisin,” ucapnya datar. Dasar lelaki memang terkadang tidak peka.
Ceria sekuat hati menepis bayangan-bayangan yang semakin membuat hatinya sesak. Lagi-lagi jika dia marah, maka jawabannya pastinya terkait pekerjaan yang akhirnya membuat dirinya akan kembali bungkam. Sepertinya sekarang pekerjaan jauh lebih penting daripada dirinya, itu hal yang semakin lama semakin kuat terlintas pada pikiran Ceria.Ceria sudah tiba dikediaman mertuanya. Itulah hebatnya wanita, segundah apapun perasaan yang berkecamuk dia masih bisa tertutup rapat menyimpannya. Dia tidak ingin melibatkan orang lain dalam urusan rumah tangganya. Iren segera berganti pakaian dengan yang dibawanya. Setelah mandi, Iren hanya boleh mengelus-elus kepala Maura, Ceria tak mengijinkannya untuk menggendongnya, bagaimanapun bulu kucing itu akan menempel kembali.Acara menginap berjalan tenang. Bagja pulang ke rumah ibunya pada pukul sepuluh malam. Ceria masih seperti biasa menyiapkan air hangat untuk mandi, menawari makan dan menyiapkan secangkir
“Ayo kita ke sekolah, teman-teman Iren banyak disana, Iren bisa main prosotan juga nanti,” ucap Ceria setelah memesan ojek online.“Ayooo, Ilen suka banak temen, main plocotan, holeeee!” anak itu terlihat girang, membuat sedikit kesedihan hati Ceria terobati.Ada waktunya dimana wanita bisa menjadi lebih kuat dari biasanya, dan memiliki energi yang melimpah. Itulah yang terjadi pada Ceria, setelah menitip Iren di playgroup dan menghubungi Mama Marta untuk menyusul mereka, wanita itu langsung menuju kantor barunya. Bekerja menjadi bagian personal assistant akan membuatnya lebih mudah menjalankan misinya. Karena Ceria kerja bukan hanya semata kerja namun ada alasan lain yang membuat dia bisa setegar karang.*“Morning Mr Mark!” Ceria menyapa bosnya, seorang lelaki bertubuh tinggi, berkulit putih, seorang bule Jerman dengan posisi sebagai President D
Semenjak memulai rutinitas baru, Ceria kini memiliki waktu lebih sedikit untuk mengurus rumah. Baginya mengatur jadwal itu merupakan hal yang terpenting agar semua bisa berjalan dengan baik. Setiap pagi suaminya yang akan berangkat duluan ke kantor, sementara dirinya masih harus mengantar Iren ke playgroup baru kemudian berangkat kerja. Begitulah kegiatannya selama beberapa bulan terakhir.Sebuah keberuntungan bagi Ceria memiliki atasan seperti Mr. Mark, ternyata selain tampan, pintar dan kaya dia juga perhatian. Beberapa kali Mark melihat Ceria berjalan tergesa ketika hendak masuk ke kantor karena waktu sudah hampir mepet. Sehingga pada suatu hari Mark memberikan sebuah penawaran.“Ceria, how if I send a driver to pick you up every morning? I worry about your safety, then sure it will make my schedule trouble,” ucapnya pada Ceria, lelaki itu memang sudah fasih berbahasa Indonesia tetapi sesekali masih ada saja percakapan yang menggunaka
Sudah hampir satu bulan ini Ceria naik kelas, dari biasanya hanya naik ojek online dengan menggendong Iren wara-wiri setiap pagi dan sore, kini dia diantar jemput oleh mobil. Meskipun hanya mobil operasional perusahaan, namun hal itu cukup meringankan bebannya dan sangat membantunya. Namun terkadang Bagja merasa tidak nyaman ketika Mr Mark turut serta, beberapa kali dia mendapati lelaki bule itu menggendong Iren, dan putrinya tampak sangat bahagia dan akrab sekali dengan lelaki itu. Selama memiliki Iren, Bagja terkenal cuek dan hanya seperlunya terhadap gadis kecil itu. Karenanya Iren pun tidak terlalu dekat dengannya, gadis kecil itu sepenuhnya bergantung pada Ceria.Pagi itu Bagja sudah rapi mengenakan setelan jaket padahal biasanya dia berangkat ke kantor agak siang. Dia menghampiri Ceria dan Iren yang masih sarapan. Ceria membutuhkan waktu lebih lama karena harus menyuapi putri kecilnya itu. Wanita itu mengenakan setelan blezer warna peach denga
Waktu pulang kerja akhirnya datang. Seperti biasa, Ceria akan tampil maksimal agar tidak mempermalukan atasannya. Dia masih mengenakan seragam kerja, merapikan rambut dan memoles make upnya kembali. Make tipis minimalis yang membuatnya terlihat mempesona. Kali ini dia memakai lipstik peach agak orange, menambah cerah wajahnya yang sudah merona dengan sapuan blush on. Mencerminkan penampilan wanita karir yang elegan dan penuh percaya diri.Mr. Mark yang jangkung terlihat semakin gagah dengan mengenakan jas resmi, warna jas yang senada dengan blezer yang dipakai Ceria. Lelaki itu tidak perlu melakukan apapun terhadap wajahnya, hanya mencuci muka saja sudah terlihat segar. Mereka bergegas menuju tempat yang sudah dipesan oleh Ceria. Selama perjalanan, ceria melihat waktu yang berputar, berdasarkan informasi dari Bagja, perusahaannya baru akan memulai acara pada pukul tujuh malam.Beruntung, semua seolah berpihak, mereka tiba di tempat acara
Sisy menatap kecewa pada atasannya yang sudah berlalu meninggalkannya dalam pesta itu. Gadis muda itu menatap punggung Ceria yang kini nyaris menghilang, berbelok ke lobi. Matanya terlihat memendam rasa kesal. Berkali-kali dia mendengus kasar. Sisy menjatuhkan dirinya duduk ke atas sofa. Kemudian dia mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan pada Bagja.Sementara itu, langkah Bagja kian cepat mengejar istrinya yang melangkah tergesa. Lelaki itu tampak memiliki satu kekhawatiran terpendam. Hingga pada akhirnya wanita itu didapatkannya.GrepSebuah dekapan tanpa aba-aba. Lelaki itu memeluk tubuh Ceria dari belakang. Ceria sontak terkejut dan hampir saja spontan mendorongnya. Beruntung dia masih mengenali wangi parfum suaminya.“Mas, apaan sih, malu kali di tempat umum,” Ceria mendorong Bagja perlahan untuk menjauh. Dirinya merasa risih menjadi perhatian beberapa orang yang berlalu lalang.