“Aku akan merubah semuanya kembali, aku akan membuatmu mengerti dan menyesali apa yang telah kau lakukan padaku saat ini,” gumamnya dengan yakin.
Ceria merebahkan dirinya disamping Iren, namun pikirannya masih memikirkan Bagja. Sedang apa suaminya sekarang, apakah benar mengerjakan pekerjaan kantor bisa selarut ini. Ceria berusaha menepis pikiran-pikiran yang berkecamuk, membuat dadanya panas dan terasa sakit. Wanita itu merengkuh tubuh mungil putrinya yang tengah tertidur, sampai tak sadar diapun ikut terlelap.
“Tok Tok Tok,” Ceria mengerjap, mendengar ketukan di daun pintu, waktu sudah menunjukan pukul satu malam. Dia melihat ke samping tempat tidurnya, Bagja belum datang, mungkin itu dia pikirnya. Wanita itu bergegas keluar kamar, dan mengintip dulu dari jendela untuk memastikan apakah yang pulang itu suaminya.
Ceklek
Ceria membuka pintu, Bagja masuk dengan wajah yang terlihat lelah. Ceria mengambil tas kerja dan jaket dari tangan Bagja. Bagja segera memasukan sepeda motornya ke garasi. Sementara itu Ceria bergegas ke dapur membuatkan teh hangat untuk suaminya.
“Mas ini teh nya, mau makan? Kalau mau, aku angetin lauknya,” ucap Ceria sambil menaruh secangkir teh hangat di meja.
“Aku udah makan tadi, ga usah, mau mandi aja, siapin air anget ya,” pintanya sambil meneguk teh hangat yang disajikan Ceria. Wanita itu mengangguk dan melaksanakan pesanan suaminya.
Ceria beranjak dan pergi ke dapur untuk menyiapkan air hangat untuk suaminya. Setelah siap, dia bergegas ke ruang tengah lagi namun suaminya tak ada disana. Kemudian menyusulnya ke kamar. Maklum rumah mereka hanya model minimalis dengan dua kamar saja, jadi jika tidak ada di ruang tengah maka opsi lainnya adalah kamar.
“Mas,” ucapan Ceria terhenti ketika dia mendengar suaminya tengah menelpon seseorang.
“Ya udah ya Sis, udah ah jangan ngambek gitu,” Bagja.
“Iya, minta maaf, nanti aku ganti,” Bagja.
“Janji,” Bagja.
“Malam,” Bagja.
Ceria mendorong pintu ketika mendengar suaminya sudah menyelesaikan obrolannya di telepon. Dia masuk dengan mencoba memasang wajah yang biasa. Bagaimanapun mendengar suami menelpon seseorang dengan begitu akrab diluar jam biasa membuat hatinya merasakan cemburu. Apalagi ini sudah lewat tengah malam.
“Mas, airnya udah siap,” ucap Ceria sambil menghampiri Bagja.
“Aku mandi dulu ya,” Bagja segera mengambil handuk dan meninggalkan Ceria dengan segudang pertanyaannya di kepala.
Ceria kemudian membereskan pakaian Bagja yang tersampir disembarang tempat. Namun tercium aroma parfum yang lain, ini jelas parfum wanginya soft, pasti milik seorang perempuan ucapnya. Namun Ceria segera menepis kembali pikirannya, dia tidak mau tersulut emosi dan membuat pertengkaran malam-malam. Dia mencoba mengerti, Bagja baru saja pulang kerja dan lelah apa jadinya jika dia mempertanyakan hal yang bukan-bukan.
Ceria membaringkan kembali tubuhnya disamping Iren. Ada tetesan bening mengalir disudut matanya. Dia memejamkan mata dan menarik nafas panjang untuk meredam gejolak yang ada didadanya. Dipeluknya tubuh mungil balita berusia dua tahun itu. Baginya Iren adalah salah satu sumber kekuatan untuknya.
Tak berapa lama Bagja sudah keluar dari kamar mandi, tak ada percakapan berarti antara mereka. Bagja terlihat lelah, dia mengambil posisi tidur di sebelah Iren, berseberangan dengan Ceria. Tak ada ucapan selamat malam, tak ada pelukan hangat, tak ada kecupan sayang lagi seperti dulu. Hanya wajah lelah suaminya yang sudah mendengkur halus terbawa kealam mimpi, meninggalkannya dengan segudang pertanyaan yang belum bisa ditemukan jawabannya.
"Ja, kamu makan dulu, biar ibu jaga bayimu,” ucap Bu Marta. Bagja menoleh pada ibunya dan menyerahkan bayi itu padanya. Tapi bukannya makan, dia malah menghampiri Ceria dan menyuapinya.Setelah menyuapi istrinya makan, dia bergegas berjalan keluar mencari makanan Untuknya dan untuk Bu Marta. Namun langkahnya terhenti didepan pintu dimana tadi Evan masuk kesana. Perlahan dia mendekat dan mengintip dari celah kaca. Terlihat seorang wanita yang telah menjadi bagian dari kisah kekisruhan rumah tangganya di masalalu tengah terbaring.Wanita itu tidak lain adalah Sisy. Dia terlihat lebih kurus sekarang, wajahnya tampak lebih tua dan kurang terawat. Sejak saat itu, Bagja tidak tahu menahu lagi tentang kehidupannya. Apakah dia menikah dan bersuami. Ataukah dia menjalani semua masa sulit itu sendiri.Dari celah itu, Bagja melihat ada tawa ringan yang tergelak. Wanita itu sedang berbincang dengan Evan, entah apa yang mereka b
Ternyata Ceria benar-benar hamil, usia kandungannya beda dua minggu dengan usia kehamilan Sisy. Selama mengandung, Bagja benar-benar menjadi suami siaga. Dia tak pernah membuat wanita itu menunggu lama atas apa yang dia inginkan. Lelaki itu rupanya benar-benar memegang janjinya. Memang terkadang, seseorang baru bisa merasakan arti kehadiran, ketika dia sudah pernah diterpa badai.Seperti halnya Bagja, dia merasa beruntung mendapatkan kesempatan kedua untuk membahagiakan wanita yang dipilihnya. Begitupun Ceria, sejak kejadian itu dia tak lagi melupakan dirinya. Kini dia sudah memiliki alarm siaga dan sebisa mungkin memberikan pelayanan terbaik untuk suaminya.Ceria memang percaya jika Bagja telah berubah, tetapi tidak halnya dengan insting dan naluri laki-laki, pasti akan selalu ada celah ketika dia lengah. Karenanya, Ceria tetap mempertahankan apa yang dia miliki termasuk karir dan pekerjaan yang berkibar. Dengan memiliki itu, setidaknya dirin
Sementara lelaki itu tak henti mengulas senyum. Sesekali diusap lengan istrinya yang mendekapnya erat. Ada getaran-getaran hangat menyelinap dalam kalbunya dan memancar keluar sebagai bentuk kebahagiaan. Bagja merasakan kembali kebahagiaan yang dulu pernah dia miliki. Cerianya Bagja sudah kembali seperti dulu lagi.“Mas, kita makan ke angkringan itu yuck! " Tiba-tiba Ceria menepuk bahunya tanpa aba-aba. Bagja menarik rem dengan kuat.“Aduh kho berhenti ngedadak sih?” Ceria mencubit perut suaminya. Bagja menoleh.“Kan kamu yang minta,” ucapnya sambil tersenyum dan mengusap wajah istrinya gemas. Ceria terkekeh.Wanita itu segera turun dari sepeda motor yang sudah terparkir tidak jauh dari angkringan yang menjual aneka sarapan. Dia memilih tempat duduk lesehan, suasana yang mengingatkannya pada masa berpacaran. Bagja mengikuti istrinya.“Mau pesen makan apa Ri?” tanya Bagja, dia duduk berse
Akhirnya badai besar itu berlalu bersama punggung nenek sihir yang sudah menghilang dari rumah mereka. Bagi Ceria, Sisy adalah nenek sihir yang menggunakan kekuatan hitamnya untuk menyerang rumah tangganya. Mangacaukan hidup dan kebahagiaannya.Ceria mengajak tamunya melanjutkan acara makan malamnya. Neilson terlihat begitu menikmati makanan rumahan yang sebagian Ceria sengaja siapkan. Acara makan malam selesai, mereka mengobrol santai.Ceria mengucapkan banyak terimakasih pada kedua lelaki yang membantunya itu. Pada saat itu Neilson tiba-tiba menanyakan perihal kehamilan Sisy, sepertinya lelaki itu tertarik dengan bayinya. Neilson baru saja menikah sengan seorang model terkenal sebetulnya, namun sang istri ternyata lebih mementingkan karirnya daripada merencanakan kehamilan. Obrolan tidak berlangsung lama, waktu sudah cukup malam, akhirnya Mark dan Neilson berpamitan.Neil memang sudah menjadi sahabat kecil dari M
"Kamu bisa jelaskan ini?” Ceria menatap wajah Sisy yang mulai berubah. Sisy terlihat sedang mencoba mengendalikan dirinya.“Usia kehamilan kamu baru sekitar 7 minggu ketika di periksa, itu artinya kalian harus melakukan itu pada minggu dimana suami saya sedang dirawat,”ucap Ceria. Wajah Bagja terlihat sedikit lega, sementara Sisy masih terdiam dan menatap hasil USG yang dilemparkan padanya.“Itu saja tidak bisa membuktikan apapun, bisa saja itu adalah karangan Mba Ceria sendiri dengan mengada-ada, darimana Mba bisa tau usia kehamilanku?” wanita itu masih mencoba menyangkal.“Darimana saya tahu?”Ceria tersenyum meremehkan. Sisy menatapnya penuh kekesalan.“Darimana saya tahu, itu tidak penting, tapi data ini valid, jadi bayi itu bukan anak dari suami saya,” ucap Ceria lagi.“Mba ga bisa seenaknya seperti itu, dimana hati nurani Mba sebagai perempuan, gimana rasanya jika Mba Ceria
Sabtu itu, Ceria sudah sibuk menyiapkan berbagai makanan untuk acara sore nanti. Dia meminta Bagja menjemput wanita itu datang sekitar pukul tujuh malam. Bagja merasa heran melihat istrinya menyiapkan hidangan-hidangan spesial begitu banyak. Mungkin itu porsi untuk lima sampai enam orang. Bagja tidak banyak bertanya, selama istrinya tidak meninggalkannya pergi dari rumah itu, dia akan menuruti apa saja permintaannya meskipun tidak masuk akal.Sejak pagi, Ceria sudah menitipkan Iren di rumah mertuanya. Gadis kecil itu sudah betah menginap sendiri, terlebih bisa tidur ditemani Maura. Seharian ini Bagja hanya memperhatikan istrinya, sesekali dia membantu pekerjaannya yang dia bisa. Tidak sedikitpun terlihat sebuah letupan emosi dari wajah wanita itu, terlihat tenang dan datar. Sementara hati Bagja sendiri sedang bergemuruh tidak karuan.Menjelang sore, Bagja sudah rapi. Lelaki itu mengenakan kaos hitam dengan list me