Share

03. Menafkahi?

Heera melirik jam mungil yang melingkar di pergelangan tangannya, ia tersenyum saat menyadari beberapa menit lagi jam kerjanya selesai. Senyum Heera bertambah lebar saat membayangkan kasur di kamarnya, ia sudah sangat mengantuk dan ingin cepat-cepat menyatu dengan kasur kesayangan.

Heera bekerja paruh waktu sebagai pelayan di sebuah kelab malam, ia bekerja dari jam 9 malam sampai jam 4 subuh. Ini penyebab mengapa wajahnya selalu terlihat kelelahan dan tak bergairah, karena ia selalu mengorbankan waktu tidurnya untuk bekerja. Ia akan tidur setelah pulang ke kosan, tapi jika ia ada kelas pagi, terpaksa Heera tidak tidur dan menahan kantuk yang luar biasa selama kelas berlangsung.

"Senyum-senyum sendiri, udah tidak sabar ya mau pulang?" Adelio bertanya, pria dengan warna kulit eksotis itu adalah seorang bartender.

Heera mengangguk sambil tersenyum malu yang tidak bisa ia tahan, "Gue ada kelas pagi nanti." jawab Heera.

Adelio melempar senyum manis, tanpa permisi tangannya mengusap rambut Heera, "Semangat ya, Ra." katanya. Mereka sudah saling mengenal cukup lama, bahkan yang membuat Heera bekerja di kelab itu adalah Adelio. Selain rekan kerja, mereka juga teman satu kampus, sama-sama anak rantau pula.

Awalnya, Adelio ragu menawarkan Heera untuk ikut bekerja di kelab malam, tapi saat itu Heera benar-benar sedang butuh kerjaan untuk membayar uang semesteran. Meski butuh waktu 2 hari untuk memikirkan tawaran dari Adelio, tapi akhirnya Heera menerima. Dan sampai saat ini, Ibu, adik, serta teman kostnya tidak ada yang tahu kalau ia bekerja di kelab malam, Heera mengarang kalau ia menjadi karyawan di minimarket 24 jam.

Omong-omong soal pekerjaan, Heera kemarin di tawarin pekerjaan dari Sean, menjadi baby sitter Keenan. Ia belum menerima atau pun menolak, ia masih mempertimbangkannya. Nominal gaji yang Sean tawarkan memang cukup menggiurkan, hanya saja Heera tidak yakin bisa menjalani pekerjaannya dengan baik, tanggung jawabnya cukup berat. Ia juga belum punya pengalaman menjadi baby sitter atau pun mengurus anak. Tapi karena gajinya besar, maka Heera akan mempertimbangkannya.

* * *

"Ayah!"

Keenan mengguncang pundak tegap Sean, membuat Sean yang terlelap perlahan membuka kedua matanya, ia berkedip beberapa kali mencoba memperjelas penglihatannya yang memburam. Tubuh Sean praktis menegak saat melihat Keenan yang ternyata sedang berdiri di sampingnya.

"Ada apa, Ken?" tanya Sean dengan suara khas orang bangun tidur.

Keenan yang tengah memeluk boneka kucing kesayangannya itu menggaruk tengkuknya, wajah anak itu terlihat masih sangat mengantuk.

"Aku mau pipis." gumamnya. Ia menarik lengan Sean, meminta sang Ayah untuk segera berdiri dan menemaninya ke kamar mandi.

Sean mengulet, melirik kearah jam dinding yang menempel di dinding kamarnya. Ia lantas menggeram samar saat melihat jam sudah menunjukan pukul 5 pagi.

"Astaga, Ken! Sekarang sudah pagi, kamu gak perlu takut pergi ke toilet sendirian." omel Sean yang tidurnya terganggu.

Keenan memajukan bibir bawahnya, wajahnya langsung cemberut mendengar omelan Sean pagi ini. "Aku habis mimpi buruk, Ayah." katanya mengadu.

Sean menyibak selimutnya dengan kasar, ia langsung mengambil segelas air yang tergelatak di atas nakas lalu memberikannya kepada Keenan. Tangan Sean mengusap lembut punggung Keenan saat Keenan sedang meneguk airnya.

"Ayah sudah bilang jangan membaca komik horor sebelum tidur." Sean kembali mengomel sambil menaruh gelas yang kini sudah kosong ke tempat semula. Sean tidak pernah membelikan Keenan buku selain buku pelajaran dan dongeng anak-anak, tapi Keenan mendapatkan komik horor dari Sergio -teman Sean yang masih bujangan meski umurnya hampir menginjak kepala 3.

"Om Sergio akan mengomel kalau aku tidak membaca komik yang dia belikan." jawab Keenan.

Sean berdecak, ia bangkit dari ranjangnya dan berjalan ke kamar mandi seraya menuntun Keenan, "Kalau begitu Ayah akan membakar semua komik yang dia belikan." ancam Sean tak mau di bantah.

Keenan ingin protes, tapi Sean langsung mendorong pelan tubuhnya untuk masuk kedalam kamar mandi dan menutup pintunya dengan cepat. Keenan menghembuskan napas pendek, mengetuk pintu kamar mandi dari dalam, meminta Sean untuk membuka pintunya kembali.

"Apa lagi?" tanya Sean setelah membuka pintu kamar mandi dan menatap Keenan jengah.

Keenan menyodorkan boneka kucing kesayangannya kepada Sean, "Tolong pegang Wish ku, Ayah. Aku takut dia terkena air." kata Keenan, Sean langsung mengambil boneka yang Keenan berikan lalu kembali menutup pintu kamar mandi, membiarkan Keenan menyelesaikan urusannya. Wish adalah nama yang Keenan berikan pada boneka kucing itu.

Sean menatap boneka kucing yang warnanya sudah usang, menggambarkan kalau umur boneka itu sudah lumayan lama, sekitar 4 tahun. Wish atau boneka berkarakter kucing itu awalnya bisa mengeluarkan suara dan menggerakan daun telingannya. Tapi setelah jatuh ke kolam renang di rumah lamanya tahun lalu, Wish rusak. Keenan menangis hampir 5 jam, padahal Sean sudah membujuknya untuk beli boneka baru dengan bentuk dan warna yang sama persis seperti Wish. Tapi, Keenan menolak karena Wish adalah boneka kucing pemberian dari Anjani, mantan istri pertama Sean. Meski Keenan adalah anak dari mantan istri kedua Sean, Yuna. Tapi hubungan Keenan dan Anjani lebih dekat di banding dengan hubungan Keenan dengan Yuna, yang notabene ibu kandungnya sendiri.

"Ayah!" sentak Keenan memanggil Sean untuk yang ketiga kalinya. Padalah Keenan sudah menarik kaus Sean, tapi lelaki itu tidak hiraukan dan terus menatap Wish-nya Keenan.

Sean tertegun, lamunannya buyar begitu saja. Dengan cepat ia mengontrol raut wajahnya dan berdehem.

"Kembalikan Wish-ku." pinta Keenan sambil menengadahkan kedua tangannya di depan Sean. Dengan sedikit kasar Sean melempar boneka kucing itu kearah Keenan, untung saja Keenan menangkapnya dengan sigap. Tatapan Keenan langsung memincing sinis Sean yang kini sudah kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

Tungkai Keenan berjalan kearah jendela kamar Ayahnya yang masih tertutup gorden, sinar kemerahan sang mentari menembus sedikit gorden berwarna putih itu.

Sreettt

Keenan menarik gorden jendela kamar Sean, anak kecil itu juga membuka kaca jendela dengan hati-hati, udara sejuk yang belum terkontamininasi polusi itu Keenan hirup dalam-dalam. Segar. Keenan menatap kearah luar jendela, keningnya mengernyit melihat Heera yang tengah berjalan di bawah sana. Melihat raut wajah Heera yang kelelahan persis seperti kemarin sore, Keenan jadi teringat sesuatu.

"Tutup jendelanya, Ken." perintah Sean.

Keenan menoleh kearah Sean, "Ayah, bisa tidak Ayah menafkahi tante Heera?" tiba-tiba Keenan bertanya dengan polosnya, membuat Sean yang sudah memejamkan kedua matanya praktis melotot dan berbalik badan menatap Keenan terkejut.

"Kenapa kamu bicara seperti itu, Ken?" tanya Sean serius. Anak kecil seperti Keenan tahu apa tentang menafkahi? Dan dari mana ia mempelajari kata-kata seperti itu.

Keenan menghembuskan napas panjang, tatapan teduhnya kembali menatap kearah luar jendela, "Supaya tante Heera tidak perlu mencari kerja lagi. Tante Heera bilang, dia capek bekerja dan ingin di nafkahi saja." jawab Keenan membuat Sean tertawa kecil tanpa sadar. Karena penasaran dengan apa yang sedang Keenan lihat, Sean bangkit dari tidurnya dan berjalan mendekat pada Keenan.

Mata tajam Sean menyipit saat melihat Heera berjalan dengan wajah mengantuknya di bawah sana. Perempuan itu jelas bukan habis pulang dari pasar karena Sean tidak melihat Heera membawa belajaan. Sepertinya Heera baru pulang kerja, tapi apa yang Heera kerjakan hingga pulang subuh begini? apa gadis itu bekerja sebagai satpam perumahan?

Sedangkan di bawah sana, tungkai Heera melangkah cepat menuju pintu kamar kosan yang semakin dekat. Heera menutup mulutnya yang terbuka lebar karena menguap, kepalanya mendongak dan tidak sengaja menemukan Keenan dan Sean yang tengah menatapnya dari jendela kamar lantai dua rumahnya. 

Heera menegang, matanya tidak bisa berpaling saat bertemu dengan tatapan tajam milik Sean. Bulu kuduk Heera bahkan sampai berdiri melihat tatapan Sean yang tajam dan sangat intens. Heera mengedipkan matanya beberapa kali, ia tersadar dan langsung mengalihkan pandang. Heera sempatkan untuk tersenyum tipis menyapa Sean, namun Sean hanya menatapnya datar dan enggan membalas senyumannya. Heera mendumel dalam hati, dengan cepat ia berlari masuk kedalam kosannya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
ya ampun tu anak bikin ayahnya bingung aja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status