Namun Elang harus menelan kekecewaan saat sang istri menghentikan aksinya dengan menutup bibir Elang yang siap untuk menyatukan kenikmatan yang tiada tara.“Maaf. Aku belum siap,” ucap Zahra lirih sembari memalingkan wajah.“Kenapa?” tanya Elang sembari menahan gejolak hasratnya yang menggebu.“Aku tidak tahu. Tolong, beri aku waktu.” Zahra memejamkan mata. Sebenarnya dia pasrah saja jika sang suami mau melakukannya karena sudah terdesak oleh syahwatnya. Sebagai seorang istri tak mungkin menghindar jika sang suami meminta.Sungguh Zahrapun menginginkan sentuhan itu. Namun entah kenapa bayangan Budi melintas begitu saja. Rasanya tak tega jika dia bersenang-senag di atas penderitaan mantan kekasihnya.Elang bangkit dan duduk di tepi ranjang. Pria itu menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Dia mencoba membuang hasratnya. Rasanya sangat tidak mengenakkan bagi seorang pria jika hasrat yang tengah memuncak, tak tersalurkan. Namun Elang berusaha untuk menetralisir perasaann
“Tiga huruf yang aku minta?” Elang bertanya pada diri sendiri sembari mengingat-ingat apa yang baru saja dimintanya. Diapun mencoba menebak dengan iseng.“Oh, aku tahu. Maksud kamu yang depannya S’kan? s*x maksudnya?”“Iih jangan diomongin. Gak pantas tahu!” pipi gadis cantik itu merona.Elang tertawa. Ternyata istrinya benar-benar masih polos. Bahkan untuk menyebut kata itu saja dia tidak berani.“Oke. Hubungan suami istri maksud kamu’kan?“Iya!”“Seberapa penting bagi aku pribadi atau sebagai suamimu?”“Ya dua-duanya!”“Oke. Sebagai seorang pria yang sudah beristri, jelas saja hal itu sangat penting. Karena sebagai Suami dia punya kewajiban akan hal itu. Menjadi sebuah kewajiban karena ada yang menanti haknya, yaitu seorang istri. Dan bagiku pribadi, aku akan menunaikan kewajiban jika istriku meminta haknya. Dan aku pastikan selama kau tidak meminta hakmu, aku juga takkan menunaikan kewajibanku dalam hal hubungan suami istri. Karena itulah aku takkan pernah memaksamu.” Elang mencoba
“Mas Budi. Kenapa kau terlihat sedih? Bukankah seharusnya kau bahagia karena hari ini keadaanmu sudah membaik dan diperbolehkan untuk pulang.” Tanya Zahra sembari membantu Budi untuk duduk di kursi roda.“Apa kau pikir aku bahagia dengan kehilangan Vero dan juga kakiku yang cacat? Apa yang bisa membuatku bahagia? Apa?!” Budi memukul ranjang dengan kesal. Kelopak matanya tak mampu membendung air mata yang menggenang.Zahra mensejajarkan diri dengan Budi yang duduk di kursi roda.“Mas Budi. Kau harus semangat dalam menjalani hidup. Dan ....”“Apa yang bisa membuatku semangat? Istriku meninggal, sedangkan aku cacat. Apa lagi yang bisa membuatku semangat dalam menjalani kesendirianku!” Budi terlihat begitu putus asa.Zahra sangat iba kepada mantan kekasihnya. Rasanya ingin bisa berbagi kesedihan. Namun dia juga tak tahu apa yang harus dilakukannya.“Mas Budi. Apa yang bisa aku lakukan untukmu supaya kau bisa kembali semangat dalam menjalani hidup?” Zahra mencoba untuk terus memompa semang
“Ada yang mau aku bicarakan sama kamu.””tentang apa?” tanya Elang sembari mematikan laptop. Lalu membalikkan kursi dan menyuruh sang istri untuk duduk di pangkuan dengan kode menepuk-nepuk pahanya.“Di sana aja sambil tiduran.” Zahra menggelengkan kepala sembari menunjuk ke arah ranjang.“Oke. Ayo!” Elang menggendong tubuh istrinya dan menidurkannya di atas ranjang.Semkain hari Zahra merasa makin mencintai suaminya yang sangat romantis. Mulai dari perlakuannya yang selalu membuat hatinya meleleh, dinner romantis juga hadiah yang bernilai fantastis selalu diberikan oleh suami kepadanya. Gadis itu merasa diperlakukan bak seorang ratu.Elang mengecup kening sang istri dan bergelung dalam satu selimut.Pasangan suami istri ini lebih suka membahas sebuah masalah aataupun hanya sekedar mengobrol di atas ranjang. Walau tak diakhiri dengan permainan ranjang, setidaknya keduanya bisa lebih intim. Dengan harapan sang istri tergerak hatinya untuk menjalankan kewajiban yang belum ditunaikan.“K
“Katakan padaku dengan cara apa kau bisa membuatku percaya bahwa kau takkan menghianatiku. Kalian takkan mengulang apa yang pernah terjalin dahulu!” Ucap Elang dengan dingin.“Jadi kau mengijinkan aku?” tanya Zahra dengan wajah berseri. Lalu berdiri di samping suaminya.“Jujur. Sebagai seorang suami aku tak rela kau terus berdekatan dengan mantan kekasihmu itu. Tapi di satu sisi aku ingin mencoba percaya jika kau takkan pernah menghianati cinta kita.”“Elang. Aku sangat mencintaimu. Bagiku Mas Budi adalah masa lalu. Dan saat bersamanya, aku tak merasakan lagi getaran seperti yang aku rasakan dulu. Itu artinya aku sudah tak mencintainya. Aku hanya mencoba peduli kepadanya. Itu saja.”“Baiklah. Mulai kapan. Dan bagaimana kau mengatur waktu. Jangan lupa, kau juga harus membagi waktumu untukku. Itu yang paling penting.”“Sepulang bekerja aku akan ke rumah Mas Budi. Dan saat kau pulang ke rumah, aku pastikan aku sudah berada di rumah dan mempersiapkan segala keperluanmu.”“Oke. Aku pegang
Tatapan Budi menerawang jauh. Dia mencoba untuk mengingat kejadian naas yang menimpanya hingga merenggut nyawa sang istri tercinta.“Kalau kau tak siap untuk bercerita, lebih baik tidak usah. Namun kalau Kau ingin berbagi denganku, aku siap mendengarkannya,” ucap Zahra dengan lembut. Gadis itu dengan tulus ingin membantu memulihkan trauma pada diri sang mantan.“Aku akan cerita. Waktu itu, kami bertengkar sangat hebat di dalam mobil. Penyebabnya sangatsangat sepele.”“Kalau boleh aku tahu karena apa?”“Karena dirimu.” Budi menatap wajah Zahra dengan serius.“Aku?!” Zahra menunjuk ke wajahnya sendiri sembari mengerutkan kening. Jawaban Budi membuatnya makin penasaran.“Iya. Saat itu tanpa sengaja, Vero melihat foto kita berdua pada profil di ponselku. Dan Vero sangat marah dan cemburu.”Zahra terlihat tidak nyaman. Dia tak menyangka jika penyebab terjadinya kecelakaan adalah dirinya.“Tapi ini bukan salahmu.” Budi melihat wajah Zahra yang berubah.“Kenapa kau tak menggantinya dengan fo
“Tapi kau sering mengeluh sakit di bagian yang sama pada kepalamu yang terbentur. Aku takut ada yang serius di kepalamu. Kau harus diperiksa secara intensif, Mas!”“Tidak! tolonglah, antar aku pulang secepatnya! Aku sudah tidak tahan lagi. Aww!!” Budi kembali memegangi kepalanya. Wajahnya terlihat sangat pucat. Keringat dingin mengucur deras.“Baiklah!”Zahra mendorong kursi roda dengan sangat cepat.Sepanjang perjalanan, Budi selalu memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit dan tak tertahankan.Tentu saja hal itu membuat Zahra semakin panik. Dia terus saja kepikiran tentang keadaan Budi. Sebagai seorang dokter, dia tahu betul ada yang serius dengan luka yang ada di kepala dr. Budi. Namun sayangnya, Budi tak bersedia untuk kembali diperiksa di rumah sakit. Dan tentu saja hal itu sangat menggangu pikirannya.***Budi sudah kembali tenang setelah diberi obat pereda rasa nyeri. Kini pria itu tertidur dengan pulas.Zahra melirik ke arah jam tangan yang melingkar di lengannya. Waktu sud
Zahra sangat sibuk mengurus Budi, hingga terlupa janji kepada suaminya untuk bisa membagi waktu. Dia sangat cemas melihat kondisi Budi dengan suhu badan yang hampir mencapai 4O derajat celcius. Apalagi disertai muntah dan juga kejang. Tentu saja hal ini membuat Zahra semakin panik.Sementara, Elang mondar-mandir di dalam kamar. Sesekali dia berdiri di balkon untuk memastikan apakah sang istri sudah pulang atau belum.Berkali-kali menelpon tapi tak ada jawaban. Jelas saja hal itu membuat Elang gelisah. Berbagai pikiran buruk berkecamuk pada kepalanya.“Kenapa sampai selarut ini Zahra belum pulang juga? Apakah terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Atau justru mereka berdua sedang asik memadu kasih?” Elang tersulut oleh pikirannya sendiri, hingga membanting ponsel pada ranjang.“Aahh!” pria itu menghempaskan tubuh di atas ranjang sembari meremas rambutnya.“Sudah hampir jam dua belas malam, tapi belum juga terlihat batang hidungnya! Apa ini artinya!” Elang bangkit dan mengambil ponsl yang