“Tidak!” Budi terlihat sangat gugup.“Aku mau istirahat di kamar.” Budi berusaha mengalihkan perhatian Zahra.“Mari aku bantu.”“Tidak usah! Aku bisa sendiri!”Budi menjalankan kursi roda menuju kamarnya. Dada pria itu bergemuruh. Ucapan Zahra menyinggung perasaannya. Dia tak mengerti kenapa dadanya terasa sepanas ini seolah ada bara api yang tengah bergejolak.Zahra hanya bisa menatap budi dengan berjuta tanya. Entah kenapa sikapnya berubah seolah menjadi tak bersahabat.Kenapa kelihatannya Mas Budi marah. Apa ada ucapanku yang menyinggung perasaannya. Atau ada ucapan Elang yang membuatnya kesal. Zahra menarik napas panjang untuk melegakan perasaannya. Kemudian memutuskan untuk pulang ke rumahnya.Pada saat hendak membuka pintu keluar, terdengar suara wanita yang memanggilnya.“Tunggu, Nak!” suara wanita yang melahirkan Budi terdengar lembut. Wanita dengan kerutan yang mulai terlihat pada wajahnya menyunggingkan senyum kepada wanita yang urung menjadi menantunya.“Ada apa, Bu?” Zahr
Wajah wanita paruh baya itu seketika berubah masam. Dari yang semula ceria kini terlihat kecemasan pada wajahnya. Bibirnya yang semula menyunggingkan senyum manis ditariknya kembali.“Maksudmu apa, Nak?” Melonggarkan pelukan sambil menatap wajah Zahra dengan penuh tanda tanya.“Aku ... masih dalam masa iddah, Bu. Jadi aku rasa masih terlalu dini untuk membicarakan tentang pernikahan.” Jawab Zahra sembari menundukkan kepala.“Kalau soal itu, Budi pasti mau menunggu sampai masa iddahmu selesai. Niat baik iti jangan ditunda dan harus disegerakan, Nak”“Tapi, Bu, aku belum bisa mengambil keputusan untuk saat ini. Ini terlalu cepat. Aku tak ingin salah langkah lagi dalam membina rumah tangga tanpa tujuan yang jelas. Untuk apa dipercepat kalau ujungnya bertemu di pengadilan agama. Aku tak ingin hal itu terjadi lagi padaku. Lagi pula Mas Budi juga baru saja ditinggal oleh almarhumah istrinya. Pasti masih sulit untuk melupakan dia.”“Kalau masalah Budi gampang. Dia pasti bisa menerimamu dan j
SETAHUN KEMUDIANKini satu tahun telah berlalu. Semenjak peristiwa itu, Budi melarang Zahra untuk datang ke rumahnya. Alasannya cukup masuk akal karena Dia tak ingin lagi dikunjungi oleh mantan kekasihnya yang sudah membuatnya kecewa.Budi sempat menaruh harapan besar kepada Zahra. Namun dia harus menelan kekecewaan karena asa tak sesuai dengan kenyataan yang ada. Pria itupun harus berbesar hati karena mendapati sang mantan masih sangat mencintai mantan suaminya.Zahrapun menghargai keputusan Budi dan memutuskan untuk tak menemuinya kecuali jika diminta.Hingga saat ini tak ada kabar apapun dari Budi. Zahra hanya mendengar kabar jika Budi sedang berobat ke luar negeri bersama keluarganya.“Semoga saja kamu cepat sembuh, Mas Budi.” Zahra tersenyum sembari menatap foto Budi yang berada di ponselnya.Gadis bermanik coklat itu menarik napas panjang. Setahun sudah dirinya berstatus sebagai seorang janda. Mantan suami tak pernah sekalipun menghubungi. Ada rindu yang selalu tersimpan untukny
Zahra tengah menikmati hari libur. Seperti biasa dia gunakan untuk membantu sang ibu untuk membersihkan rumah. Pada saat sedang asik menyapu lantai, bel pintu berbunyi. Gadis itupun segera membuka pintu.Dan betapa terkejutnya saat melihat tamu yang mampu berdiri tegak dengan kaki yang sempurna di hadapannya. Bola matanya membulat dengan sempurna. Satu tangan menutup mulutnya yang terbuka lebar.Gadis itu menatap tamu seorang pria dari ujung rambut hingga ujung kaki. Benar-benar kaki pria itu menapak dengan sempurna. Sangat sulit untuk dipercaya.“Mas Budi?! Benarkah ini kamu?!” zahra masih tak percaya dengan penglihatannya sendiri. Dia mencoba mengucek matanya berkali-kali.Sementara pria dihadapannya tersenyum melihat sang mantan yang masih tak percaya dengan kedatangannya.“Iya. Ini aku. Budi! Kau tidak salah!” jawab Budi dengan tersenyum manis. Pria itu kini terlihat lebih percaya diri. Bahkan tubuhnyapun kini sudah mulai berisi. Senyum yang dulu tak pernah terlihat lagi, kini men
Tiba-tiba wajah Budi berubah. Dia terlihat gugup dan cemas. Sepertinya ada sesuatu yang tak ingin Zahra mengetahuinya.“Kau tak perlu tahu!” sanggah Budi dengan cepat.“Kenapa?”“Mmm ... orang itu tak ingin ada satu orangpun yang tahu tentang kebaikan yang sudah dilakukannya.” Jawab Budi seraya mengusap wajah dengan kasar. Dia terlihat begitu gelisah.“Ya sudah kalau begitu. Oh.ya kau mau minum apa?”“Tidak usah.” Jawab Budi singkat.Keduanyapun saling terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Entah kenapa Zahra merasakan ada sesuatu yang sengaja disembunyikan oleh Budi tentang orang baik itu. Namun Zahra juga tak bisa memaksa jika Budi tak berkenan untuk memberitahunya.Budi juga sibuk dengan berbagai pikiran. Tujuannya kemari karena ada sesuatu yang penting dan akan dibicarakan dengan Zahra. Namun untuk memulainya terasa begitu berat. Dia takut kalau akan kecewa untuk yang kedua kali.Namun Budi sudah terlanjur datang ke rumah ini. Mau tidak mau dia harus tetap membicarakan ha
194 MELAMAR ZAHRA“Oke. Aku mengerti. Maafkan aku kalau pertanyaanku membuat hatimu terluka. Tapi semua itu ada hubungannya dengan apa yang akan kubicarakan denganmu.”“Benarkah? Apa sebenarnya yang ingin kau bicarakan?” tanya Zahra dengan menatap wajah Budi. Dia penasaran dengan berita yang dibawa oleh pria yang selama setahun menghilang. Pastinya apa yang akan dibicarakan sangat penting.Budi terlihat menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Dia merasa tenggorokannya tiba-tiba kering. Lidah juga terasa kelu hingga sulit untuk berucap. Budi terus berdo’a supaya Tuhan memberi kekuatan kepadanya.“Zahra. kau tahu’kan aku orang yang tak pandai berbasa-basi?”“Iya!” Zahra menganggukkan kepala dengan tatapan mata yang fokus kepada Budi.“Kita berdua sudah melalui masa-masa yang sulit dengan problem yang tidak berbeda jauh. Kau ingat’kan dulu kita pernah menjalin hubungan yang begitu dekat? Bahkan kita berdua sudah merencanakan untuk menikah. Namun sayangnya semua terbentur dengan t
“Belum. Hanya saja ini terlalu cepat dan aku tak bisa langsung mengambil keputusan!”“Apa kau masih mencintai mantan suamimu?” Budi menatap wajah Zahra dengan tajam. Dia ingin mencari jawaban dari sorot mata yang begitu indah.“Tolong, jangan terus memberondongku dengan pertanyaan yang memojokkanku!” Zahra merasa jengah dengan keadaan ini. Budi seolah terus ingin mengusik tentang masa lalunya.“Memojokkan? Apa pertanyaanku membuatmu terpojok, atau memang kau tak mampu menjawabnya karena memang masih tersimpan cinta dalam hatimu untuknya?!” budi berbicara dengan nada tinggi. Dia terlihat kesal.Pria itu berdiri dan membelakangi Zahra. Rasanya ingin berteriak untuk membuang sesak dalam dada. Budi tak mengira jika gadis impiannya masih menyimpan rasa untuk mantan suaminya.Huch. Sebesar itukah kharisma Elang hingga Zahra tak mampu melupakannya. Padahal mereka sudah bercerai. Gila! Ini sungguh gila!“Mas Budi. Aku minta maaf, karena belum bisa menjawab sekarang. Tolong beri aku waktu!”B
Tak dipungkiri jauh dalam hati ada rindu yang membuncah dalam dada setelah sekian lama tak bertemu dan putus komunikasi. Setelah saling berbalas komentar pada sosial media, membuat rasa rindu semakin menggebu.Kembali memory otak Elang mengulang masa-masa indah bersama sang mantan hingga rindu tak tertahankan dan membawanya datang ke rumah sang mantan.Namun sayang, saat dia hendak turun dari mobil, Elang melihat Budi yang sudah lebih dahulu bertamu ke rumah Zahra. Elangpun memutuskan untuk kembali masuk ke dalam mobil dan terus memperhatikan keduanya.Saat melihat Zahra menerima dan mencium Bunga pemberian dari Budi, membuat hati Elang perih tak tertahankan. Rasanya bagai tertusuk ribuan pedang yang tajam. Pria itupun mrngurungkan niat untuk bertemu dengan sang mantan.Zahra. Aku tahu peristiwa ini bakal terjadi. Kau akan kembali bersama cinta sejatimu. Dan aku akan selalu menjadi mantan yang tak pernah bisa move on darimu. Aku ikhlas. Semoga kau bahagia bersama Budi.Kelopak mata El