Hari ini kacau, benar-benar kacau bagi Airin!
Map tebal yang bertumpuk, kalkulator dengan baterai terlepas, kopi tumpah di berkas berwarna putih, hingga ponselnya yang mati, terjadi di waktu yang bersamaan. Wanita itu saat ini hanya memangku siku di pegangan kursi yang sedang ia duduki sembari memijat pelan pelipisnya.
Projek bulan lalu berakhir gagal dan tak sampai hingga laporan pertanggungjawaban, memang bukan salah Airin ataupun perusahaannya, projek itu gagal karena anggaran yang diajukan tidak sesuai dengan anggaran yang sudah dirancang oleh tim Airin.
Dari awal, sebenarnya dia sudah menolak mentah-mentah tawaran dari perusahaan tersebut, hal ini tak lain dan tak bukan, karena itu adalah perusahaan keluarga. Main team
Mppphh..Lagi.. Mimpi buruk lagi.. It'll just be a different night, with the same nightmareAirin melepas syal yang ia gunakan untuk membungkam mulutnya sendiri.Iya, dia sendiri yang memasangnya.Airin menoleh di sisi ranjang sebelah, ‘Aman, dia nggak bangun.’, dan itulah tujuannya.Iya, mimpi buruknya tidak hilang, bahkan tidak pernah hilang. Beberapa hari lalu, ia sempat berkonsultasi pada temannya, dr. Raya bahwa dia terus mengalami mimpi buruk yang disusul saki
Suasana mencekam sudah menyelimuti Raihan dan Airin di pagi hari. Wanita itu duduk di meja makan dengan tangannya yang tidak bisa diam, sementara Raihan memutuskan dia yang membuat sarapan untuk mereka pagi ini.Semenjak Airin mengatakan bahwa Farhan menghubunginya tadi pagi, ia melihat wanita itu tidak bisa fokus. Pagi ini saja, dia sudah memecahkan dua gelas dan melukai tangannya saat menyalakan kompor. “Do you still love him?” Raihan membuka pembicaraan sembari menyajikan piring berisi roti panggang beserta telur mata sapi di meja makan. “Lo tau
“Airin melangkahkan kaki meninggalkan ruangan itu, meninggalkan Farhan, tentara muda dengan karir cemerlang, tertunduk, berada pada titik terendah hidupnya, menangis sendirian.”..Airin pulang dalam keadaan tidak menentu. Dia bingung bahkan untuk menentukan bagaimana dia harus bersikap kali ini. Perasaannya buruk, tapi tidak ada hasrat kesedihan, dia ingin bahagia tapi dia juga ingin menangis.Melihat Farhan tanpa senyum dan penjelasan panjang lebar membuat dia kalang kabut. Airin dihantui rasa bersalah dan pertanyaan berkepanjangan. Entah sengaja atau tidak, Farhan sangat tahu Airin dengan benar. Pria itu juga jelas tahu benar bahwa membuat Airin merasa bersalah adalah jalan paling ampuh membuat hidup wanita itu tidak tenang.
Raihan baru saja pulang dari rumah orang tuanya. Saat ini, dia berada di ruang tamu rumahnya. Menyusuri penjuru rumah dengan matanya, mencari seseorang yang memenuhi kepalanya seharian.Airin.Hari ini, seharusnya dia menemani wanita itu menemui Farhan, yang mungkin menjadi satu di antara orang yang paling berkorban atas pernikahan ini. Bedanya, Raihan yang tidak jadi kehilangan istri, Airin mendapatkan suami, sementara Farhan tidak mendapatkan apapun kecuali dipaksa untuk sabar dan terima.Namun mamanya, tiba-tiba memanggilnya pulang dan memaksa dirinya menginap, semakin terkejut lagi saat sang mama berkata bahwa Ia melihat Airin bersama seorang pria kemarin.Raihan dengan jelas tahu bahwa pria yang dimaksud mungkin adalah Farhan, tapi dia tidak bisa menjelaskan siapa F
"Saya pikir mungkin hanya firasat buruk saya. Lalu saat saya ingat saya tidak take action untuk firasat buruk saya sebelumnya, saya jadi takut ada sesuatu yang terjadi saat tidak ada saya di sana." -Airin POV Airin Punya kepribadian yang sering disalahpahami orang, membuat saya terus berpikir apakah diri sudah capable untuk tetap berdiri di tempat saya sekarang. Orang banyak mengira saya humble dan dermawan, terus seperti itu hingga tiba saat saya butuh waktu sendiri untuk recharge, saya akan dikira orang yang tidak butuh orang lain. Saya akan dikira orang yang sombong, yang bisa berjalan tanpa bantuan yang lain. Lalu saat saya kembali ke tempat dimana saya menjalani kehidupan, semuanya tidak lagi sama. Pandangan orang pada saya pun ikut berubah, respon mereka tentang apa yang saya katakan atau lakukan akan berbeda dari sebelum saya pergi sejenak dari sekitar mereka. Sejak sadar tentang kepribadian aneh itu, saya memutuskan untuk punya topeng tebal yang akan selalu saya gunakan ket
Raihan PovSemenjak ayahanda dari Zahra sadarkan diri dari masa kritis 2 bulannya, saya lebih sering berada di rumah sakit daripada di rumah saya sendiri. Bahkan projek kantor semuanya saya relakan kepada rekan-rekan saya dan saya mengambil kontrak ringan yang analisanya bisa dilakukan di mana saja.Tidak hanya saya, orang tua saya juga sering mengunjungi rumah sakit menjenguk Pak Bakar, ayahanda Zahra, mengingat dia tinggal sendirian sejak kecelakaan yang menewaskan istri dan putri satu-satunya itu.Rumah saya? Rumah dengan Airin maksudnya. Sudah 3 hari saya tidak menginjakkan diri disana. Semenjak Airin pergi untuk mengambil jeda hari itu, saya lebih sering di kantor dan banyak mengambil lembur, bagaimana tidak, jika diteruskan berdiam di rumah, tentu saja ada pikiran dan berbagai bentuk penyesalan yang ada dalam diri saya.
Raihan POV Saya berharap pemandangan yang saya lihat tadi adalah bagian dari mimpi bergenre thriller yang terkadang memberi efek kejut di tengah lelap. Tapi sayang saat kesadaran kembali dan kelopak mata saya terbuka sempurna, bagai dihantam batu besar yang melumpuhkan seluruh fungsi indra tubuh, saya melihat pemandangan itu lagi. Nyata. Tepat di hadapan saya. Seorang wanita dengan tinggi sekitar 157 cm dengan gamis berwarna hitam dan kerudung segi empat yang dilipat menutup hingga pinggang berwarna merah muda, sedang terisak di ujung ranjang saya. Tepat menyerang mata saya yang baru membuka sempurna. Pak Bakar, orang yang saya tunggui akhir-akhir ini di atas dipan rumah sakit ada di samping saya, duduk di kursi roda, sebagai gantinya, malah saya yang sekarang berada di atas dipan nyaman sekaligus menyebalkan ini. Muka saya menoleh pada orang tua dengan jenggot yang baru tumbuh di kanan saya itu. Dengan mata memelas, memohon penjelasan. Beliau hanya menunduk, terkadang menatap
Tidak ada lagi kalut dan terkejut di antara Raihan dan keluarganya tentang kehadiran tiba-tiba Zahra yang sudah dinyatakan meninggal 3 bulan lalu. Setelah penjelasan dari Pak Bakri dan keluarganya yang saat ini duduk sofa ruangan rawat ayahanda Zahra untuk meluruskan kebingungan mereka tentang keadaan putrinya.Yang ada dalam kepala Raihan saat ini hanyalah rasa bersalah dan lagi-lagi penyesalan. Mama Raihan hanya tertunduk lemas di ujung ruangan dan menahan tangis, dikuatkan oleh suaminya yang memegang erat pundaknya.Harusnya ini adalah saat-saat yang membahagiakan, karena orang yang sangat Raihan sayangi tidak jadi meninggal, dan sekarang sedang duduk tegak di hadapannya. Dia gadis yang sama yang pergi sementara membuat hidupnya mati rasa setelah sebelumnya menjadi sumber dari semua alasan Raihan hidup. Bedanya, setelah gadis itu muncul lagi kemarin di hadapannya, tidak ada senyum di wajah ayunya, apalagi setelah mengetahui fakta bahwa mantan calon suaminya itu sudah menikah denga