Benarkah menikah dengan teman sendiri akan jadi sebahagia itu? Bagaimana Raihan yang malang harus kehilangan calon istriya, Zahra, tepat sebelum pernikahan mereka. Dengan segala pertimbangan, Raihan juga harus menerima Airin, sahabat yang sudah bersama selama lebih dari 20 tahun, untuk menjadi istrinya, hanya dalam waktu satu hari. Sebelumnya, mereka pikir mungkin akan mudah hidup bersama orang yang sudah terbiasa bersama sejak lama, namun yang terjadi semuanya di luar rencana dan hanya terasa kekacauan dalam hidup mereka berdua. #SalahSasaran Update tiap Senin dan Jum'at. Enjoy!
Lihat lebih banyak“Teman tidak melakukan hal yang dilakukan oleh pasangan.”
~Airin
Dengan perasaan pasrah dan penuh air mata, Airin membiarkan sahabatnya, Raihan, menjamah seluruh tubuhnya malam ini, menjadi pemilik pertama tubuh dari pemilik yang katanya konservatif tentang hubungan modern (?) itu setelah 27 tahun hanya diketahui oleh dirinya sendiri. Walau dalam keadaan tak terkendali, dipenuhi emosi, benci, dan amarah yang terpendam, Airin sangat menyayangi pria ini.
Lebih dari 20 tahun menjalani hari bersama-sama sebagai sahabat yang baik, hari ini menjadi yang paling berat, yang pernah mereka alami.
Padahal baru kemarin malam, Ia dan Raihan bersenda gurau, dengan teriakan dan penuh tawa, untuk merayakan pernikahan Raihan dan kekasihnya, Zahra, yang seharusnya digelar pada hari ini. Tapi malah ia yang berada di atas ranjang pada malam pernikahan Raihan sekarang.
Giginya meringis kesakitan sambil memegang belakang kepala Raihan yang sedang berada di ceruk lehernya, posisinya tak tenang, air matanya mengalir, mulutnya menahan sesenggukan, menutup rapat, tangan kirinya berusaha menepuk, menyadarkan pria ini, sementara tangan kanannya tidak bisa melakukan apapun karena luka pisau siang tadi. Berkali-kali ia menyebut, memanggil nama Raihan. Tapi rupanya pria itu malah terlihat seperti hanya sedang melakukan pelampiasan.
Kasar, amarah, dan yang paling membuatnya sakit hati.. dia sama sekali tidak menyebut nama Airin dari mereka masuk kamar bersama status suami istri tadi.
Dalam posisi seintim ini, jangankan menyebut nama orang yang sedang bersamanya, melihat wajahnya saja tidak. Padahal dengan jelas, gadis dibawahnya saat ini menatapnya dengan air mata mengalir deras. Bukan karena fisik, tapi batinnya cukup sakit.
Airin tidak menginginkan hal ini!
Hubungan suami istri yang ia dambakan adalah hubungan dua arah, yang tidak mementingkan ego dari satu pihak. Saling mendukung, dan sangat bahagia jika berdua.
Bukan seperti ini!
Saat ini mungkin bibirnya bungkam, tapi jiwanya sudah menangis sangat keras! Sama sekali tidak menyangka bahwa hidupnya akan berubah 180 derajat dalam 1 hari.
Saat kedua insan itu sudah mulai mencapai puncak dari pelampiasan Raihan, secara mengejutkan, Raihan tiba-tiba menangis tersedu-sedu.
Kepalanya jatuh di atas dada dan leher Airin yang tidak memakai apapun. Airin yang merasa bahwa ceruk lehernya terasa ada sedikit air yang menetes, sadar bahwa Raihan saat ini sedang menangis. Ia reflek menyadari hal itu dan mengeceknya secara langsung.
Benar saja, pundaknya bergetar dan tangisannya makin kencang. Suara tangis Raihan terdengar sangat memilukan.
“Haaa… haa… “ Suara tangis Raihan lengkap dengan sesenggukannya membuat Airin turut merasakan luka yang ia alami.
Dua hari lalu mereka masih berhura-hura, mengadakan pesta lajang bersama teman-teman mereka yang lain, sibuk mempersiapkan pernak-pernik pernikahan Raihan. Saat itu, status mereka masih ‘teman’, tapi sekarang?
Teman tidak melakukan hal yang dilakukan oleh pasangan.
Raihan mungkin sahabatnya, tapi tadi namanya yang disebut di kolom akad sebagai seorang istri yang ia nikahi. Statusnya adalah pasangan Raihan sekarang, resmi, negara, serta agama.
Airin yang melihat Raihan menangis di atasnya akhirnya ikut menangis juga.
Semua ini terlalu cepat bagi mereka. Sama sekali tidak ada gambaran menjadi seorang suami istri selama 20 tahun lebih mereka bersahabat. Perubahan keputusan dan status hanya dalam satu hari membuat baik Raihan maupun Airin tidak tahu langkah apa yang harus mereka ambil kedepannya.
Ada terlalu banyak perbedaan dan keputusan yang sama sekali belum mereka perbincangkan. Apalagi perbedaan pandangan kedepan. Airin memejamkan mata, kepalanya langsung terasa pusing membayangkannya. Bagaimanapun juga, ia sudah resmi menjadi istri sahabatnya sendiri sekarang.
Lahir dan batin.
Besok saat ia membuka pintu melihat langit pagi, dia bukan lagi seorang gadis yang bebas kemanapun tanpa membawa status. Ia sudah menjadi wanita bersuami.
Dialihkan lagi pandangannya ke arah Raihan yang masih menyembunyikan tangisnya di dada Airin. Tak kuasa ia melihat sahabat yang sangat ia sayangi menangis dengan tersedu-sedu. Tangannya akhirnya meraih Raihan dan memeluk kepalanya erat.
Airin ikut menangis bersama Raihan sepanjang malam itu.
Sepasang sahabat yang sudah saling mengenal selama 20 tahun, yang tanpa diduga dalam suatu hari, diiringi kejadian klise dan sangat tak bisa diterima logika kebenarannya, hanya berdiri mematung, saling berpandangan dalam diam. Tak satu patah kata pun keluar dari mulut mereka walau pandangan mata mereka saling berebut dan mencoba untuk mengatakan banyak hal dari sana.Airin tak pernah memandang Raihan selama ini. Sejak dahulu, gadis itu enggan untuk menatap mata siapapun terlalu lama, kemalangan yang sering ia terima di sepanjang hidupnya membuat dia memiliki rasa empati berlebihan yang menganggap bahwa semua orang punya banyak masalah dan tak seharusnya menjadi penopang masalahnya. Tapi pada orang lain, dia melakukan kebalikannya.Kepada Raihan contohnya.Airin menjadi orang yang tahu betul bagaimana Raihan struggling menjalani hidupnya sendiri, yang baginya nampak lebih berat daripada apa yang ia rasakan. Menjadi korban perundungan hanya karena kondisi lahiriyah manusia, sungguh tida
“Harus banget, ‘mas yang nganterin?” Tanya Raihan kala sedari tadi pagi, Tito yang sejak kembali ke rumah seminggu lalu itu hanya mendiamkan dan sesekali mendengus sinis padanya, memaksa untuk mengikuti dirinya entah kemana.Pertanyaan Raihan tentang tujuan kemana sang adik hendak membawanya pergi sama sekali tak digubris. Pria muda yang gerak geriknya sangat jelas masih menaruh kesal pada sang kakak itu hanya mengatakan satu kalimat ‘hari ini ikut adek.’yang bagi Raihan terasa seperti perintah.Ia tak mampu menolak maupun mengabaikan permintaan sang adik, karena jujur, di dalam hatinya, ada sedikit rasa bersalah karena membiarkan hal yang tak normal terus terjadi seolah tak ada apa-apa di sana. Melihat sang adik mau untuk setidaknya meminta suatu hal, walau tak jelas maksudnya, membuat Raihan sedikit bisa bernafas lega.“Aku nggak pernah minta apa-apa sebelumnya, ‘kan? Setelah ini, semuanya aku pasrahin ke mas, gimanapun mau mas Raihan.” Tito sedikit menambahkan clue setelah mereka s
Entah keberuntungan atau kemalangan yang menimpa Tito saat ini. Dia mendapat kesempatan untuk berdinas di pelabuhan di dekat rumahnya selama 2 bulan ke depan, harusnya dia bahagia karena tak lagi jauh dengan keluarga, tapi di sisi lain, dia harus terus menerus menghadapi fakta bahwa di hadapannya, kebingungannya tentang kepulangan Zahra dan kepergian Airin masih belum terjawab.Seperti hari ini contohnya. Walau Tito tahu pasti Zahra lagi yang akan menyambut kepulangannya, dia tetap saja masih terkejut dan terheran-heran, ditambah lagi dengan kelakuan sang kakak yang entah dia benar tidak peka atau pura-pura tidak tahu akan sikap risih yang jelas ditunjukkan di tengah keluarganya yang sedang tidak baik-baik saja.“Mas.” Sapa Tito tegas, saat ini secara kebetulan mereka datang bersama dari tempat kerja, dan hanya ada mereka berdua di tambah Zahra yang menyambut seperti biasa di daun pintu.Kali ini dengan berdalih melepas tali sepatu, Raihan masih seperti hari kemarin, selalu menghindar
Sepulang dari mengantarkan Airin kembali ke rumah 2 bulan yang lalu, Tito yang disambut dengan kabar mengejutkan akan kembalinya Zahra, sama sekali tak dapat hidup tenang di tengah penugasannya.Tito tak sempat meminta penjelasan apapun saat itu, karena ia harus buru-buru kembali ke pelabuhan sebelum kapal tempat ia bertugas kembali berlayar. Alhasil, dua bulan belakangan, pikirannya tak bisa fokus pada penugasan, karena dipenuhi akan banyak pertanyaan yang ingin ia segera temukan jawabannya. Apalagi saat itu, dia kembali ke penugasan dengan keputusan sang kakak ipar yang bersikukuh ingin berpisah, segera saat ia melihat Zahra berdiri di rumahnya.Tito yang mengetahui bahwa sang kakak kesayangannya itu tengah berbadan dua, tak tenang kala membayangkan bagaimana ia harus hamil sendirian karena bercerai, dan calon keponakannya lahir dengan kedua orang tua yang sudah berpisah.Pertanyaan itu yang paling menghantui kepalanya hingga sekarang.Tetapi, di luar dugaannya, dimana dia berharap
Kembalinya Zahra (dari sisi Raihan)Dengan kembalinya Zahra di tengah kehidupan kami, tak mengartikan bahwa keadaan akan kembali seperti semula, seperti hari-hari sebelum pernikahan.Tidak sama sekali. Jika ditanya apakah saya bahagia? Tentu, sangat bahagia. Gadis yang sangat saya cintai di lima tahun belakangan itu, yang sama sekali masih belum saya terima kepergiannya. Ketika ia kembali, dalam keadaan bugar, di hadapan saya, belum mati, tentu saja saya sangat bahagia.Hal itu seolah mengembalikan semua kebahagiaan yang menyingkir dari hidup saya sejak 3 bulan ke terakhir. Tak ada yang mampu saya katakan selain bersyukur dan merangkul dia dalam pelukan hangat, menenangkan Zahra yang sedang menceritakan keadaan pilu, yang berhasil ia lewati selama 3 bulan pasca kecelakaan tragis itu.Bagaimana saya tega dan tak terharu tentang bagaimana Zahra mungkin ketakutan, sendiri melewati masa kritis di tempat dimana tak satu orang pun mengenalnya.Zahra adalah anak tunggal kesayangan orang tu
Airin, (masih) dari sisi Raihan (II)Sudah saya bilang kan, bahwa saya yang bodoh disini. Saya yang menjadi saksi Airin tumbuh bersama luka, saya juga yang menabur garam di atas lukanya.Membuat panas dan perih luka lama, serta menimbulkan luka baru yang menganga basah.Airin mencoba untuk tetap membuat saya nyaman sebagai suaminya, saya sadar itu. Walau mimpi buruk masih dialaminya tiap malam, dia masih bisa tersenyum di pagi hari sembari menyiapkan sarapan, padahal saya tahu, Airin benci menyiapkan makanan untuk orang lain sebelum dia sendiri makan dan buru-buru berangkat bekerja pula.Dia juga yang menyadarkan saya akan eksistensinya, kala dengan bangsatnya saya memikirkan orang lain saat kami berada dalam peluh di atas ranjang, padahal itu adalah sarana pelampiasan segala emosi saya.Bodoh, ‘kan? Memang.Dosa? Jangan ditanya. Mungkin karma untuk saya sedang dibuat list nya sekarang.Tapi bodohnya lagi, saya tak menyesal. Hanya setelah berhubungan badan itu lah, saya bisa memeluk A
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen