Hana Sullivan tiba-tiba didepak secara tidak adil dari perusahaannya. Merasa frustrasi, Hana kemudian mabuk-mabukan dan meracau ke pria yang ditemuinya di bar tentang masalahnya. Siapa sangka, pria yang menjadi sasaran curhatnya adalah Mahendra Hastungkoro, seorang direktur rumah sakit tempat adik Hana dirawat! Yang lebih mengejutkan lagi, pria itu tiba-tiba menyodorkan kontrak kerja untuk menjadi istrinya?!
view more"Mereka bilang aku tidak cukup kompeten! Bukankah aku sudah mengabdi selama 5 tahun?!"
Hana Sullivan kembali menegak kasar gelas yang baru diisi alkohol oleh bartender. Di sebelahnya, pria berwajah datar hanya meminum dengan tenang alkoholnya.
Sedari tadi, ia tak bereaksi banyak dengan cerita menggebu-gebu yang dilontarkan Hana. Tapi tak masalah, karena Hana juga tidak membutuhkan reaksi apa pun. Ia hanya butuh teman bercerita.
"Aku yakin pak manajer mengeluarkanku karena calon penggantiku sangat cantik dan muda! Dasar om-om genit!!"
BRAK!
Kali ini, pria di sebelahnya menoleh kaget. Alisnya mengernyit ketika melihat Hana menunduk dalam dengan tangan kanan memegang erat gelas alkohol dan satu tangannya lagi mengepal di atas meja.
"Aku akan membunuh manajer mesum itu," Hana terkekeh seram, "Aku pasti akan membunuhnya-hik!"
Hana mengangkat kepala kemudian kembali menegak alkohol hingga habis. Lagi-lagi, ia menghentakkan gelas dengan kasar ke atas meja bar kemudian menutup wajahnya dengan tangan.
"Padahal sebentar lagi adik saya operasi,"
"Operasi?"
Hana langsung menoleh ketika mendengar tanggapan dari pria di sebelahnya. Ia mengangguk kencang.
"Iya, operasi! Operasi pemasangan ring jantung yang membutuhkan biaya sangaaat besar!" Lanjut Hana sambil meragakan kata 'sangat besar' dengan tangannya.
“Operasi di mana?”
“Rumah sakit Widya! Rumah sakit mahal itu!” Geram Hana, "Karena itu bukankah mereka tega?! Tiba-tiba memecat saya ketika uang operasi belum terkumpul, orang kaya memang semuanya sama saja!"
Pria itu tak lagi menanggapi. Ia memalingkan pandangan dan menyeruput tenang alkoholnya.
Membicarakan tentang adiknya, benak Hana jadi teringat dengan sosok sang adik yang selalu tersenyum hangat tiap ia berangkat kerja.
Pria remaja itu padahal sedang lemas di atas kasur rumah sakit, tapi ia selalu menunjukkan wajah tegar yang membuat dada Hana sesak.
Hana menggigit bibir. Air mata memenuhi sudut mata dan tumpah ke pipinya tanpa bisa dicegah. Yah, lagipula dia juga tidak ingin mencegahnya.
"Saya butuh kerjaan .... hiks," Hana mengepalkan tangannya di atas meja, "Kalau saya tidak kerja, bagaimana adik saya bertahan? Orang tua saya sudah tidak ada ..."
Hana kembali mengambil gelasnya dan menempelkannya di bibir. Tapi, tak ada air yang meluncur ke tenggorokannya.
Hana menjauhkan gelas dari bibirnya dan baru sadar bahwa alkoholnya sudah habis ketika menatap gelas itu. Ia kembali menaruh gelas dan menelungkupkan wajah di meja.
"Saya kakak yang buruk ..."
Padahal, baru minggu kemarin dia mendapatkan informasi kalau akan mendapatkan kenaikan jabatan dan gajinya sangat mencukupi untuk biaya operasi ring jantung adiknya.
Tapi, hari ini dia tiba-tiba justru dikeluarkan karena manajer menganggap kinerjanya kurang akhir-akhir ini dan tidak bisa untuk dipertahankan.
Padahal, selama ini dia selalu mendapatkan proyek besar yang menguntungkan perusahaannya! Tapi, hanya karena akhir-akhir ini dia mendapatkan proyek kecil, perusahaannya langsung menganggap dia selama ini buruk!
Bahkan dia dikeluarkan tanpa evaluasi sama sekali. Benar-benar tak tahu diuntung!Apa yang harus dia katakan pada adiknya nanti? Padahal, minggu kemarin adiknya sudah sangat senang mendengar kabar dia bisa dioperasi. Hana tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi adiknya nanti ketika ia cerita nanti.
"Saya ada tawaran pekerjaan,"
Hana langsung mengangkat kepala dan menatap pria di sebelahnya. Alisnya mengernyit dalam.
"Serius?"
Pria di hadapannya mengangguk.
Hana menaikkan satu alisnya. Ia menatap sang pria dari atas sampai bawah.
Penampilan pria itu memang rapih sih. Tapi, menawarkan pekerjaan ketika di bar bukankah sedikit mencurigakan?
Jangan-jangan bisnis MLM?! Batin Hana sambil memicingkan mata lebih tajam ke pria di hadapannya.
"Pasti kerjaan bodong," dengus Hana.
“Apa saya terlihat seperti orang yang menawarkan hal tersebut?”
“Iya! Bukankah biasanya memang begitu?” Hana menatap sang pria dari atas sampai bawah, “Berpakaian rapih agar terlihat seperti orang profesional tapi nyatanya hanya tawaran kerja palsu!”“Selain itu, anda menawarkannya juga di bar,”
Hana mengacungkan telunjuknya ke wajah sang pria.“Saya tidak akan tertipu akal bulus anda!”
Pria itu mengerjapkan mata kemudian mengalihkan pandangan dari Hana yang masih menatap curiga. Dengan santai, pria itu menyesap kembali alkohol di gelasnya.
“Padahal saya ingin menawarkan gaji satu milyar sebulannya,” “SATU MIL—“Hana buru-buru menutup mulutnya. Matanya melotot ke arah pria itu yang masih santai menegak alkoholnya.
Satu milyar? Gila! Pekerjaan macam apa itu?! Dengan uang itu, Hana tidak hanya bisa membiayai operasi adiknya, tapi juga bisa membiayai biaya perawatan pasca operasi untuk adiknya.Lalu, setelah adiknya keluar rumah sakit, mereka bisa makan enak! Hana juga bisa membawanya ke taman bermain yang diidam-idamkan adiknya.
Tapi tetap saja, bukankah itu terlalu mencurigakan!
"Organ saya mau dijual ya?"
"Untuk apa menjual organ wanita tua?"
"Saya masih muda!" Seru Hana emosi.
Pria itu mengangkat kedua bahu dengan santai, tak menanggapi kembali ucapan Hana.
Hana menggeram kesal. Ia menggelengkan-gelengkan kepala.Sadarlah, Hana! Pria ini pasti penipu! Batinnya lalu bangkit dari kursi dan mengambil tas kerjanya di atas meja.
“Saya menolak tawaran kerja anda!”
“Karena?”
“Anda terlalu mencurigakan!” Seru Hana, “Kalau bukan jual organ, pekerjaan yang anda berikan pasti kotor!”
“Kenapa seyakin itu?”
“Karena anda pasti seperti itu!”
Melihat sang pria menyeringai tipis karena ucapannya, Hana jadi naik pitam. Ia mengambil dompet di tasnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang dari sana.
Ditaruhnya uang tersebut dengan kencang di atas meja membuat sang pria menaikkan alis heran. Hana menatapnya tajam.
“Anda pasti sengaja memancing saya karena hanya ingin minuman anda dibayar, kan?” Hana mendengus, “Saya bayarkan untuk anda sekarang, tapi jangan ganggu saya lagi!”
Hana buru-buru melangkah pergi dengan perasaan mengkal. Kakinya terhentak-hentak kencang di atas lantai. Ia sempat menabrak pintu sejenak sebelum melangkah keluar dari bar.
Tanpa Hana sadari, pria tadi terus menatapnya. Tatapannya tidak berhenti bahkan hingga Hana keluar dari bar.
“Pak Mahendra,”
Tiba-tiba, seorang pria berkacamata dengan postur tegap berdiri di belakangnya. Tanpa menoleh, Mahendra menjawab, “Ada apa, Carlos?”
“Sebentar lagi ada meeting di rumah sakit yang perlu pak direktur hadiri,” jelas Carlos. Alisnya terangkat naik ketika melihat gelas di meja Mahendra yang terisi seperempat alkohol.
“Anda mabuk?”
“Tidak. Itu alkohol kandungan rendah,” balas Mahendra tenang, “Ngomong-ngomong, apakah kau lihat gadis di sebelahku tadi?”
Carlos mengernyitkan alis, berusaha mengingat-ingat.
“Yang dari tadi terlihat marah itu?”
“Iya,”
“Ada apa dengannya?”
“Adiknya operasi di rumah sakit kita,”
Carlos mengernyitkan alis, masih belum memahami maksud bosnya mengungkit topik itu. Ia tiba-tiba bergidik ngeri ketika Mahendra berbalik menatapnya dengan senyum lebar di wajahnya.
Tapi, bukan wajah ramah yang terpampang, melainkan wajah Mahendra yang mengeras hingga terlihat urat-urat menonjol di sekitar wajahnya. Aura gelap melingkupi dirinya membuat Carlos semakin bergidik.
“Aku hanya penasaran apakah akan bertemu dengannya lagi atau tidak.”
Setelah malam itu, Hana tidak bertemu lagi dengan Mahendra. Bahkan, pria itu sama sekali tidak menghubungi Hana. Hal ini sudah berlangsung selama tiga hari. Sepertinya, Mahendra sengaja melakukannya agar Hana benar-benar fokus dengan pengobatan Alex. Meski begitu, Hana merasa bersalah jika hanya berdiam diri. Jadi, ia seringkali mengirim pesan kepada Mahendra untuk bertanya tentang tugasnya. Sayangnya, Mahendra kadang hanya menjawab ‘tidak’ dengan singkat atau tidak membacanya sama sekali. Sama seperti kali ini. Pesan yang Hana kirimkan sejak tadi pagi hanya tertulis ‘sudah terkirim’ hingga siang ini. Hana menghela napas. “Kakak terlihat gelisah sekali,”Hana menoleh ke Alex yang sedang mengerjakan buku latihan ujian masuk kuliah. Meski ia berbicara ke Hana, tapi tatapannya tetap tertuju pada buku di hadapannya. “Kakak gelisah karena tidak bekerja?” Tanya Alex. “Sedikit,” Hana mengusap-usap lehernya, “Kau tahu, kan, kakak jarang sekali cuti,”“Kalau begitu, nikmatilah sekarang,”
“Liburan? Maksud bapak apa?”Hana memasang wajah serius, “Apa itu kegiatan yang harus saya hadiri untuk status itu?”“Kau cepat tanggap, ya,” Hana mendengus ketika Mahendra menyeringai semakin lebar. Ia melirik ke belakang, memastikan Alex masih tertidur lalu berkata, “Sebaiknya kita bicara di luar saja,”Mahendra mundur ke belakang, mempersilahkan Hana untuk keluar. Gadis itu segera menutup pintu ketika sudah di luar. “Ngomong-ngomong, kenapa kau di sini?” Tanya Mahendra sambil memerhatikan kamar Alex dari luar. Hana mengernyitkan alis, “Maksud bapak?”“Saya sudah bilang ke dokter Watson untuk menaruh adikmu di ruangan VVIP buat perawatan pasca operasi,”Hana tercekat. Ia menatap Mahendra tidak percaya. “Itu … dipotong dari gaji saya, kan?”“Kenapa kamu terobsesi sekali menyuruh saya untuk memotong gajimu?”Hana menghela napas. Ia tidak paham apakah bosnya ini memang tidak mengerti maksudnya atau hanya pura-pura tidak tahu. Atau … pria ini melakukannya demi citranya? Biar dia ter
Hana memeluk Alex erat-erat. Sementara itu, Alex hanya mengernyitkan alis dan berkata pelan, “Aku baik-baik saja, kak. Pelukan kakak terlalu kencang.”“Maaf,” Hana tersenyum kecil ketika melepaskan pelukannya, “Kakak terlalu senang karena kau sudah siuman,”Alex tersenyum kecil. Ia paham betapa khawatir kakaknya tadi, hal itu terlihat sangat jelas di wajahnya. Apalagi, ia juga mengetahui bahwa kakaknya sedang sangat merasa bersalah sekarang karena ketidak sigapannya tadi. “Bagaimana rasanya pasang ring jantung?” Tanya Hana dengan mata berbinar-binar. Alex menghela napas. “Tidak kerasa perubahan yang berarti, sih,” balas Alex. Ia kemudian melirik David yang berdiri di depan ranjangnya. “Ngomong-ngomong, kenapa kak David ada di sini? Kakak memanggilmu saking paniknya, ya?”David tertawa, “Iya. Kau taulah kakakmu kalau panik seperti apa,”“Aku sangat tahu, kok,”Alex dan David terkekeh bersama, sementara Hana mengerucutkan bibirnya. “ALEX!!!”Ketiganya segera menoleh ke pintu dan mel
Pertama kali Hana mengetahui bahwa adiknya memiliki sakit jantung adalah saat Alex berada di tahun kedua SMP. Pria itu tiba-tiba mengeluhkan dadanya nyeri dan rasa sakitnya tidak berkurang meski berhari-hari. Kala itu jugalah pertama kalinya Hana bertemu dengan dokter Watson. Dokter ramah dan baik hati itu tanpa segan membayarkan biaya berobat Alex karena tidak sengaja mendengar kakak beradik itu saling menenangkan diri terkait biaya pengobatan Alex. Semenjak itu, Alex menjadi langganan tetap pasien dokter Watson karena nyeri dadanya suka kambuh. Meski begitu, tidak pernah terjadi hal parah atas penyakitnya. Selama 3 tahun atau hingga Alex kelas sebelas, ia hanya mengalami nyeri dada ringan dan tetap bisa melakukan aktivitas sehari-hari meski tetap membatasi aktivitas berat. Tapi, ketika Alex baru lulus SMA dan sedang giat-giatnya belajar untuk persiapan masuk kuliah, Alex tiba-tiba ambruk di tempat lesnya. Hana masih ingat ketika ia begitu kalang kabut menuju rumah sakit dengan jan
“Besok saya akan pergi ke taman bermain bersama David,”Mahendra melirik Hana yang sedang memegangi jasnya setelah dipakai tadi. Ia melonggarkan dasinya dan berkata, “Kenapa?”“Ini balasan untuk bantuan David, pak,”Mahendra mengangkat alis, mengingat-ingat kejadian ketika sang gadis menelepon David dan teringat dengan percakapan singkat yang ia dengar itu. Percakapan yang sama sekali tidak cocok untuk gadis tidak peka ini. “Ya. Pergilah,” ujar Mahendra, “Besok juga tidak ada agenda.”“Terima kasih banyak, pak!” Seru Hana riang. Ia berbalik badan dan bersenandung pelan tanpa menyadari tatapan lekat Mahendra. Sejujurnya, Hana memang cukup menunggu jadwal bermain ini. Ia sangat lelah dengan berbagai drama selama seminggu ke belakang dan agenda bermain ini menjadi hadiah yang sangat bagus untuknya!Kondisi Alex juga baik, jadi ia tak perlu khawatir tentang adiknya itu selama pergi besok. “Kau membersihkan rumah?” Tanya Mahendra melihat rumahnya terlihat lebih bersih dari biasanya. Pa
Ketika turun dari tangga, Fanesya bisa langsung melihat Hana di ruang makan, Seperti biasa, gadis itu telaten menyiapkan makanan. Fanesya mendengus pelan. Ia berjalan menuju meja makan dan berhenti di dekatnya. “Mana Mahendra?” Tanyanya ketus pada Hana yang segera menghentikan kegiatannya. “Mas Mahendra pergi sangat pagi tadi karena ada rapat katanya,” balas Hana dengan senyum canggung. Ini pertama kalinya mereka hanya makan berdua, jadi tentu saja Hana merasa sangat gugup dan khawatir sekarang. Fanesya mendengus lagi. Ia duduk di atas kursinya, bersebrangan dengan Hana yang juga segera duduk. Wanita itu menatap makanannya di hadapannya, terlihat enak seperti biasanya. Tapi, tentu saja dia tidak akan mengatakannya ke gadis di depannya ini. Kalau dia melakukan itu, bukankah akan memberi kesan kalau ia sudah menerimanya?“Mumpung kita berdua, mari kita berbincang,” ucap Fanesya sambil menatap lurus Hana. Hana menelan ludah, ia mengangguk pelan. “Apa tujuanmu mendekati Mahendra?” Ta
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments