Satria menggenggam tanganku erat, membawaku masuk ke pelataran rumah mbak Aini. Tatapan wanita itu tajam sekarang, bahkan aku melihat dia mendengus kesal saat aku masuk melewati pagar rumahnya."Kita perlu bicara mbak." Satria kini bicara dengan nada dingin tangannya tak lepas dari genggamanku."Bicara apa lagi? Aku rasa tak ada lagi yang perlu di bicarakan." Dia membuang wajahnya."Bicara tentang sikap mbak di sekolah Lala, bicara tentang bagaimana mbak Aini membuat Lala di musuhi banyak anak lain.""Sudah mengarang cerita apa kamu?" Mbak Aini langsung mengarahkan pertanyaan padaku.Aku masih diam menghargai Satria yang sejak tadi belum selesai bicara."Enak sekali ya hanya cerita sebentar langsung saja dapat pembelaan. Percaya saja kami dengan wanita ini?""Kenapa aku harus tak percaya mbak?""Iyan, aku fannkamubsudah lama saling kenal, bahkan ketika aku dan mas Arka masih berpacaran, kamu tau aku kan?""Iya, aku sangat tau mbak, tapi sayangnya tak ada yang lebih mengenal Sri dari a
Lala memang menjadikan rumah bapak sebagai tempatnya mengumpulkan banyak anak-anak di sekitar rumah kami untuk bermain bersama. Bahkan beberapa kali sembako rumah habis berpindah tangan segera. Meski rumah bapak cukup jauh dari per kampungan, ada satu rumah kecil dekat jalan yang memberikan Lala akses untuk membawa teman-teman kecilnya itu. Dia tau rumah besar tak di oerbolehkan memasukkan orang asing, karenanya dia bawa barang-barang dari rumah besat ke pondok kecil di luar jalan ke hutan."Lala nggak mau beli buat lala sendiri?" Satria beritanya.Gadis kecilku menggelengkan kepalanya perlahan. "Lala sudah punya semua, jadi Lala cuma mau mama dan om Tri menikah saja." Kalimatnya terdengar lirih, namun aku masih bisa mendengarnya dengan jelas.Aku dan Satria saling pandang, ada getar bahagia mendengar langsung anakku memberikan restu nya."Segera sayang, om Tri akan jadi papa Lala." Ucapnya terdengar begitu bahagia, dia bahkan tersenyum-senyum sendiri"Papa Tri itu panggilan yang bagu
Hari ini aku dan Satria punya janji bertemu untuk melihat segala persiapan yang sudah hampir selesai. Ya, dua hari lagi pernikahan kami di gelar, Bapak sudah berjanji akan pulang untuk menemani aku di pelaminan, rasanya tak sabar menunggu lelaki itu pulang dengan segera.Dert... Derrtt...Bunyi getaran ponsel membuat aku terkejut, aku sedang fokus memeriksa laporan yang masuk dalam email ku. Pesan dari mas Fandi masuk ke dalam nomor baruku, entah dari mana lelaki itu tau nomor ponselku yang baru, tapi pesan yang di kirimnya membuat aku bertanya sendiri.[Selamat atas pernikahanmu Sri, aku tau kamu tak akan mengundang mantan suami sepertiku untuk datang, karenanya bisakah kita bertemu untuk terakhir kali? Esok aku akan terbang ke Jepang Sri, mungkin akan lama untuk pulang kembali. Seorang teman menawari aku untuk kerja di sana dan aku rasa itu bukan hal yang buruk. Bisakah hari ini aku bertemu Lala di taman kota? Aku ada di sana sore nanti, semoga kamu mau mengabulakan permintaanku].
Setelah acara makan bersama selesai, aku duduk di loby hotel bersama Mami, beliau membawakan banyak hadiah untuk Lala, rasanya bahkan aku sungkan, sebab semua yang mami berikan bukanlah barang murah."Besok kalau kalian sudah menikah, mami boleh tinggal bersama kalian?""Boleh, tentu saja boleh mi." Aku langsung tersenyum menyetujui permintaan wanita paruh baya itu."Kamu tau Mei, mami tak bisa punya anak dan Iyan satu-Satunya anak laki-laki mami, jadi mami merasa bahagia punya kamu dan Lala." Ucapnya terlihat tak bisa menyembunyikan rasa bahagia itu."Mama punya banyak sekali koleksi berlian, dan sudah membayangkan memberikan semua itu pada Lala sebagai hadiah." Aku hanya tersenyum, mensyukuri apa yang aku dapat, keluarga yang sayang padaku, calon suami yang penuh cinta dan selalu mendukung aku juga, rasanya tak ada lagi yang aku inginkan sekarang."Terimakasih mami, mami sudah menerima Lala dan Meilin.""Kenapa harus bilang terimakasih? Harusnya mami yang mengatakan itu, kamu dan L
"Lala!"Sri mengejar heli yang telah terbang jauh meninggalkan dia dan Satria, tubuhnya lunglai ke bawah, menangis memeluk angin bersama kemarahannya."Cari tau siapa di balik semua ini!"Ucapan Satria tak main-main, ia menutup kesal ponsel di tangan. Sekarang dia merasakan amarah dalam dadanya, siapapun yang berani bermain dengan keluarganya sekarang, akan berurusan dengan amarahnya."Tenang Sri, aku akan menemukan Lala segera."Tubuh Sri masih berguncang, ia menangis kencang dan menatap langit tempat heli itu terbang semakin menjauh."Bagaimana jika mereka menyakiti Lala Tri!" Kali ini Sri menatap sayu wajah lelaki yang hanya tinggal beberapa hari lagi menjadi suaminya itu.Satria merasa semakin sedak saat dua manik mata wanita yang ia cintai, menampakkan lara yang menyayat hatinya juga."Kita akan temukan Lala segera Sri, segera!" Ucapnya memeluk erat kembali tubuh kecil Sri dalam pelukannya.****Mereka kini ada di apartemen milik Satria. Erica, mami Satria hanya bisa memeluk Sri
"Matahari Hitam?" Satria terkejut Mendengar nama itu di sebut, ia pernah mendengar nama itu dulu, namun tak pernah benar-benar berurusan dengan kelompok hitam itu."Ceritakan padaku man, siapakah mereka semua!" Ucap Satria sembari masuk ke dalam mobil bersama Arman."Mereka kelompok yang menjual semua barang terlarang tuan, termasuk menjual wanita untuk di perdagangkan.""Lantas apa hubungan mereka dengan Lala dan Sri?""Saya tidak tau. tuan Lim pernah berurusan dengan mereka, tapi dulu, saat tuan masih sangat muda, sekarang mereka tak lagi berhubungan."Satria terdiam sebentar, rasanya sangat mustahil jika tak ada api yang membuat asap keluar dan membumbung. Saat dirinya sedang memikirkan banyak hal, dan membuka ponsel Sri untuk mencari tau semuanya, Satria tak sengaja melihat pesan yang di kirim Fandi siang tadi."Jadi Sri ada janji dengan Fandi! Kita ke taman kota Karanganyar!" Ucap Satria pada supirnya dan segera mobil berputar menuju tempat yang Satria inginkan."Untuk apa kita t
"Tolong selamatkan putriku!" Satria berlari dari luar IGD, meletakkan tubuh Lala di atas ranjang rumah sakit dan melihat beberapa perawat segera mengelilingi gadis kecil itu untuk memeriksa keadaannya."Dia demam tinggi dan kehilangan kesadaran." Satria bicara pada Dokter yang sedang memeriksa Lala."Apa dia terbentur sesuatu? Jatuh mungkin?" Tangan dokter itu sembari membersihkan luka di sekujur tubuh gadis itu."Aku tak tau, putriku di bawa orang tak di kenal dan kami temukan dia di perbatasan menuju ke arah Jogja." Satria terpaksa harus berbohong, ia tak mungkin menceritakan semuanya pada pihak rumah sakit. Lagi pula tak akan ada yang percaya dengan kisah laga yang baru saja dia lakukan, bisa di bilang gila dia setelah itu.Dokter wanita itu menatap Satria sebentar, lalu kembali fokus melihat ke tempat Lala berbaring."Apa tak ada Pemeriksaan lengkap di sini? Putriku butuh pemeriksaan menyeluruh." Satria kembali bertanya seka
"Katakan sesuatu kak! Aku bisa gila sekarang, memikirkan bagaimana Lala bisa membuat aku gila dan sekarang kakak diam setiap kali aku bertanya, katakan sesuatu kak!"Air matanya kembali membasahi pipi, beberapa kali napasnya memburu dan segala hal pahit terbayang sudah dalam benaknya."Tuan Iyan menghubungiku dan dia hanya bilang Lala selamat bersamanya." Ucap Zui tak bisa menjelaskan apa yang di katakan Satria padanya di telepon."Berikan ponselmu kak, aku ingin menghubungi Satria!"Sri meminta ponsel Zui, dengan sedikit ragu Zui memberkan juga ponselnya.Sri nampak melihat layar dan tak lama meletakkan ponsel itu di telinganya."Kenapa dia tak mengangkatnya!" Ucapnya kesal dan kembali mencoba menghubungi nomor Iyan."Ark!" Teriaknya kesal, ia merasa begitu banyak tekanan dia dapat dan keadaan membuat segalanya terasa lebih berat."Tenanglah Mei, sebentar lagi kita akan tiba di rumah sakit, semoga Lala baik-baik saja."Zui mencoba menenangkan Sri, sementara Sri hanya bisa diam menata