Share

003

Agenda Xabier hari ini mengunjungi dua cabang restoran miliknya. Itu kegiatan rutin Xabier sekali sebulan, selain menjadi model parfum pria.

Jarak antara kedua restoran berkisar 20 km, masih berada dalam kota yang sama. Lalu lintas yang padat hanya memungkinkan untuk menyambangi dua restoran saja.

Kunjungan ke cabang restoran pertama berjalan lancar. Meskipun restoran itu menghasilkan keuntungan paling kecil diantara cabang lain dan pusat, kinerja karyawannya memuaskan bagi Xabier.

Pria itu tiba di cabang restorannya yang kedua. Sama seperti yang pertama, sambutan yang baik diterima dari para karyawan.

Bertepatan dengan ramainya pengunjung restoran saat itu, Xabier merasa puas menyaksikan meja kosong hanya sedikit. Cabang restoran ini paling baik dalam menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan lainnya.

Xabier berjalan menuju ruang yang khusus bagi dirinya bila mengunjungi setiap cabang restoran. "Apa semua berjalan lancar?" tanyanya pada Sekarita, kepala cabang restoran.

"Siap, Pak. Lancar," jawabnya.

Beberapa pertanyaan lainnya diajukan oleh Xabier, Sekarita menjawab sesuai kondisi yang ada. Perempuan itu juga menyerahkan laporan keuangan restoran cabang selama satu bulan berjalan.

Setelah pertanyaan selesai, Xabier memeriksa laporan yang diserahkan oleh Sekarita.

"Kamu boleh keluar," ucap Xabier.

Sebenarnya Sekarita ingin menanyakan mengenai Batari, istri bosnya, apakah akan tetap bekerja sebagai karyawan front of house atau menempati posisi lain? Tidak ada instruksi dari bos membuatnya bingung.

"Kamu kenapa masih di sini?" tanya Xabier melihat Sekarita tidak beranjak dari posisinya.

Sekarita gelagapan lalu memberanikan diri bersuara, "Mohon izin bertanya, Pak," ujarnya dengan nada pelan.

"Ya."

"E... Batari... eh maksud saya Ibu Batari posisinya dipindah ke bagian apa, Pak?" lanjut Sekarita.

Xabier bergeming, otaknya memproses pertanyaan kepala restoran cabangnya.

"Sekarang posisinya apa?" Xabier mengumpat dalam hati.

Ia lupa posisi Batari, istrinya, ada di bagian apa. Dia hanya ingat kalau Batari dinobatkan sebagai karyawan restoran terbaik.

"E... front of house, Pak. Pelayan," jawab Sekarita malah tidak enak menyebutkan.

Xabier mengangguk. "Ya sudah, biar berlanjut saja di bagian itu," jawabnya.

Sekarita tercengang mendengar jawaban bosnya. Dia tidak menyangka kalau Batari akan tetap menempati posisi pelayan, meskipun ia telah menjadi istri bos.

"Ba... baik, Pak," sahut Sekarita memahami maksud Xabier. "Kalau begitu, saya permisi, Pak," pamit Sekarita tanpa menuntut penjelasan lagi.

Saat Sekarita hampir tiba di pintu, Xabier memanggilnya. "Tunggu!"

Sekarita membalik tubuh.

"Batari hari ini belum masuk. Kelelahan dengan pesta pernikahan kami semalam," ucap Xabier mencari alasan.

Barang tentu, ia dianggap aneh dengan tetap memperbolehkan Batari menjadi pelayan. Pasti semakin aneh, bila istrinya langsung bekerja hari ini. Oleh karena itu, ia membuat sebuah alasan.

Kening Sekarita mengernyit berlapis-lapis. "Ta... tapi, Pak. Ibu Batari hari ini sudah mulai bekerja, Pak," jelasnya, ibu jari Sekaritq bergerak ke arah pintu.

Xabier tidak siap dengan berita yang baru saja terlontar dari Sekarita. Ia pun cukup malu untuk menarik kalimat kembali. "Oh, kalau begitu, panggilkan Ibu Batari kemari," ucapnya berlagak tenang.

Sekarita mengangguk patuh, ia keluar ruangan mencari temannya itu. Saat Sekarita melihat Batari tengah melayani pengunjung restoran, ia menunggu sampai dengan selesai.

"Tari, kamu ditunggu pak bos di ruangannya," ucap Sekarita saat Batari ingin mengantarkan makanan yang lain.

"Tapi, aku harus mengantarkan ini," sahut Batari.

"Sudah, sini biar aku urus," ujar Sekarita mengambil nampan dari tangan temannya.

Batari mengetuk pintu ruangan Xabier. "Masuk," sahut Xabier dari dalam.

"Bapak memanggil saya?" tanya Batari setelah memasuki ruangan.

Xabier menoleh pada Batari yang lengkap mengenakan seragam dan atribut restorannya.

"Kamu ingin bikin malu aku!?" tanya Xabier menuduh disertai suara gertakan.

Batari tersentak mendengarnya.

"Semua orang tahu kamu istriku, pernikahan belum 24 jam digelar. Apa kata karyawan lain melihat istri bos mereka langsung bekerja. Citraku jadi rusak gara-gara kamu!" ucapnya tanpa menimbang perasaan Batari.

Batari heran mendengar ucapan Xabier. Ia ingat bahwa pria itu memperbolehkannya bekerja, tidak peduli akan apapun yang dilakukan oleh Batari.

"Bapak tidak perlu ambil hati perkataan teman-teman saya," ucap Batari menenangkan bos sekaligus suaminya itu.

"Kamu mudah mengatakannya, yang malu saya!" timpal Xabier dengan nada lebih tinggi.

Batari terdiam menutup matanya. Ia lelah setiap kali bertemu pria ini harus mendapat intimidasi. Dia tidak pernah menginginkan perkawinan ini, sungguh!

Rasa pening di kepalanya mendadak menyerang. Batari harus keluar dari ruangan ini kalau tidak ingin peningnya bertambah.

"Maaf, Pak. Jadi, ingin Bapak seperti apa?" tanyanya mengalah.

"Kamu pulang sekarang juga, jangan menunjukkan diri selama seminggu ke depan." Batari mengiyakan permintaan suaminya. Ia keluar dari ruangan setelah berpamitan.

Tujuan Batari tidak lagi melayani pelanggan, ia masuk ke ruang ganti karyawan untuk mengenakan pakaian tadi saat datang bekerja.

Sewaktu telah selesai berkemas, mendadak apa yang dilihat terasa berputar. Batari menyentuh pelipisnya, ia terlambat berpegangan mengakibatkan dirinya terjatuh.

Dengan sigap seorang pria yang baru saja keluar dari kamar kecil menangkap tubuh Batari. Syukur saja, tubuh Batari tidak mengenai lantai yang keras.

Pria itu sempat memeriksa denyut nadi dan pergerakan dada serta perut Batari, kemudian menggendong dan membawa ke arah karyawan lainnya.

"Mbak, perempuan ini pingsan. Apa bisa dibantu?" tanyanya dengan terburu-buru.

Sesuai dengan standar operasional prosedur di restoran itu yang menyebut bahwa setiap orang yang mengalami ketidaksadaran dibawa ke ruangan khusus karyawan. Peristiwa itu cukup menyita perhatian karyawan lain, mereka berbisik-bisik satu dengan lainnya.

Laporan pingsannya Batari sampai pada Sekarita. Ia memastikan ke ruangan kesehatan, benar saja Batari sedang terbaring ditemani oleh seorang pria.

"Belum bangun, sebaiknya dibawa ke rumah sakit. Saya punya mobil," tawar pria itu.

"Tunggu... tunggu sebentar," ucap Sekarita buru-buru. Ia meninggalkan mereka, berlari cepat menuju ruangan Xabier.

Sekarita mengetuk ruang kerja Xabier. "Masuk!" ucapnya dengan nada agak keras, dampak dari suasana hati yang kurang baik.

"Izin, Pak. Saya ingin memberitahu Ibu Batari pingsan, saat ini sedang di ruangan karyawan," lapor Sekarita.

'Apa lagi ini?' batin Xabier.

Ia melangkah keluar ruangan memastikan ucapan Sekarita. Xabier melihat Batari terbaring di bangku yang disusun rapat, tidak ada ranjang di sana. Kepalanya ditaruh di paha seorang pria yang tidak dikenal. Xabier menebak pengunjung restorannya.

"Perempuan ini pingsan, saya ingin membawanya ke rumah sakit," ulang pria berkemeja biru itu.

Xabier menyetujui perkataan pria itu. Namun, tidak mungkin ia melepas istrinya bersama pria yang tidak dikenal. Bisa-bisa Batari tidak sampai ke rumah sakit. Ditambah lagi, apa kata karyawannya melihat pria lain malah lebih perhatian pada istrinya.

"Ya, biar saya yang bawa," kata Xabier berjalan menuju ke arah mereka.

"Maaf?"

"Saya suaminya." Xabier membopong tubuh Batari ke dalam kendaraan roda empatnya. Ia pun memerintah Sekarita untuk ikut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status