Penguasa Arrogant itu Ayah Anakku

Penguasa Arrogant itu Ayah Anakku

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-05-19
Oleh:  NanaOn going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
30Bab
164Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Lima tahun yang lalu, Arra melarikan diri bersama janin dalam kandungannya dan bersumpah untuk tidak pernah melihat pria bernama Eiden yang sudah menghancurkan hidupnya dan membunuh kedua orang tuanya. Dia pun mencoba menjalani hidupnya sebagai ibu tunggal dan bertemu dengan seorang dokter baik yang menolongnya! Namun, takdir seolah mempermainkannya kala dirinya tak sengaja bertemu Eiden kembali! "Maaf, Tuan, tapi saya khawatir Anda telah menemukan orang yang salah," elak Arra cepat. Namun, Eiden tetap bersikeras! Belum lagi, anaknya mendadak berkata, "Maafkan aku, Ibu, aku ingin papaku!" Lantas, apa yang akan terjadi dengan Arra?

Lihat lebih banyak

Bab 1

One night stand

Bab 1

“Oh, my God!” Arra terbangun dan mendapati dirinya berada di sebuah kamar hotel yang mewah.

Gadis itu kebingungan, bertanya-tanya kenapa dia bisa berada di tempat itu. Tak hanya tempat, ternyata yang lebih membingungkan lagi adalah dia tak mengenakan sehelai pun pakaian. Tubuhnya hanya tertutup oleh selimut putih kamar hotel.

Arra langsung terbelalak menyadari keadaannya. Dia hendak bangkit dari ranjang, tapi gerakannya terhenti, saat seseorang membuka pintu kamar mandi.

Sungguh mengejutkan! seorang pria dengan dada bidang dan body sixpack keluar hanya memakai handuk di pinggang. Melihat itu, Arra reflek menutup wajahnya dan menundukkan kepala.

Melihat tingkah Arra, pria itu malah tersenyum.

“Sekarang baru ditutup, padahal tadi malam kau tidak hanya melihat tapi juga menikmatinya,” oloknya, dengan santai dia duduk di sisi Arra masih tanpa mengenakan pakaian.

Mendengar dia bicara, Arra memberanikan diri mengangkat wajah untuk memandang pria di sampingnya.

“A-apa maksud ucapannya ....” Kilas balik hal semalam terlintas di ingatan Arra.

“Oh, God ... Shit! Gara-gara memikirkan hutang ayah, aku terlalu banyak minum semalam. Tapi bagaimana bisa aku dan pria ini ada di dalam kamar hotel?! Yang aku ingat, aku sedang minum, bukan yang lain.”

Arra memaksa kepalanya yang masih berdenyut untuk berpikir, dan nyatanya dia tak bisa ingat apa-apa selain adegan panas semalam. Entah bagaimana caranya dia dan pria itu bisa berakhir di ranjang.

“Bodoh!” Arra memaki dirinya dalam hati.

Pria itu lantas menarik lembut dagu Arra. Dia tersenyum memandang wajah imut Arra yang tampak bingung campur frustasi di hadapannya itu, terlihat lucu.

“Meskipun ciumanmu kaku dan tidak ahli, tapi aku cukup puas dengan pelayananmu. Apalagi aku tahu, aku adalah pria pertamamu.”

Arra hendak protes, sebab walau bagaimanapun dia mabuk semalam. Tidak sepantasnya pria ini mengambil kesempatan untuk mengajaknya bercinta. Tapi tiba-tiba pria itu bangkit, berdiri membelakangi Arra lalu melepaskan handuk di depannya. Melihat itu Arra dengan cepat menutup wajahnya kembali dengan selimut.

“Apa-apaan kelakuannya?! Dasar gila! Tidak tahu malu! Seenaknya saja dia membuka handuk dan mengenakan pakaian di depanku. Sekalipun membelakangiku, tetap saja kelakuannya itu tidak sopan!” Arra mengoceh geram dalam hati. Tidak habis pikir dengan kelakuan pria itu.

“Aku tahu, kau pasti senang karena pria pertamamu memiliki nilai di atas rata-rata sepertiku. Dan aku jamin, kau tidak akan bertemu pria lain yang mampu menandingi aku,” ucap pria itu penuh percaya diri. Dia sudah memakai baju tapi masih membelakangi Arra.

“Dan karena moodku sedang bagus, aku akan memberitahu siapa namaku. Dengarkan baik-baik.” Pria itu kini berbalik dengan baju yang sudah rapi menutupi tubuh atletisnya.

“Namaku Eiden Woods, mulai sekarang kamu adalah milikku. Aku tidak mengijinkanmu menemui pria manapun selain aku,” ucap Pria itu sembari berjalan dan kembali duduk di sisi Arra.

“A-apa?!” pekik Arra seraya menggigit bibirnya menahan kesal.

Sungguh, demi apapun, dia sangat terkejut sekaligus marah mendengar kalimat kepemilikan sepihak yang dicetuskan oleh pria bernama Eiden barusan.

“Seenaknya saja! Aku bukan milik siapa-siapa! Aku adalah milikku sendiri. Kau tidak punya hak mengatur ataupun membatasi aku bertemu dengan siapa!” Arra menjawab dengan geraman yang tak tertahankan walau hanya setengah berbisik.

Rasanya dia ingin sekali berteriak mengutarakan, tapi entah kenapa mulutnya seperti terkunci. Kepalanya juga masih berdenyut, pengaruh alkohol semalam belum sepenuhnya hilang dari dirinya.

“Kau bilang apa tadi?” tanya Eiden dan Arra hanya menggeleng tanpa menjawab sama sekali. Melihat tingkah Arra, Eiden hanya tersenyum tipis dan mengambil rolex yang ada di nakas lalu memakainya.

“Aku harus pergi karena ada meeting yang sangat penting pagi ini, sekretarisku akan menghubungimu untuk pertemuan kita selanjutnya.” Pria itu bicara setelah melihat rolex yang melingkar di pergelangan tangannya.

Dia bangkit tapi kemudian dia berbalik dan duduk kembali. Dia menarik dagu Arra lalu menciumnya dengan manis. Bodohnya Arra tak menolak diperlakukan begitu.

Eiden tersenyum smirk, selama ini memang tak ada satupun wanita yang luput dari pesonanya. Dia kemudian melangkah keluar, dan begitu tiba di lobi, dia menelepon seseorang.

“Siapkan cek kosong lalu berikan padanya. Ingat! Kali ini, kamu harus menunggunya keluar dan jangan berani-berani masuk ke dalam.” Kalimat perintah dengan nada ancaman keluar dari bibir Eiden.

Sementara yang diberi perintah menyanggupi dengan patuh. Sang asisten bernama Hardy sudah hapal dengan kebiasaan Tuan mudanya. Setiap selesai menghabiskan malam dengan wanita, Hardy selalu mendapat tugas memberi bayaran pada wanita-wanita itu.

Namun, ada yang berbeda kali ini, bossnya melarangnya masuk, padahal biasanya Hardy diberi kebebasan untuk langsung masuk dan memberikan bayaran tanpa ada aturan khusus.

“Tapi, Tuan ....” Hardy hendak protes, sebab lima menit lagi dia harus pergi ke mansion Javier Woods, ayah Eiden.

“Hardy, aku tidak suka dibantah. Jangan lupa tentang itu.” Eiden memotong ucapan Hardy. Dan tepat setelah ia menyelesaikan kalimatnya sendiri, Eiden langsung mematikan sambungan teleponnya.

Hardy mau tak mau menghubungi asisten Tuan besar Javier, mengatakan bahwa dia masih ada urusan dan akan datang terlambat. Sesuai perintah, Hardy berdiri di depan pintu, menunggu entah sampai berapa lama.

Sementara di dalam kamar hotel, Arra terhuyung-huyung melangkah ke kamar mandi. Gadis itu mengguyur kepalanya yang serasa berputar-putar. Barulah perlahan-lahan dia menyadari kebodohannya.

Arra memukul-mukul kepalanya, sebab sejak tadi dia tak sedikitpun bicara dan bahkan dia diam saja saat pria itu menciumnya.

“Dasar bodoh! Kenapa malah diam seolah semua yang dia ucapkan benar!” maki Arra pada dirinya sendiri. Harusnya Arra bilang bahwa semalam dia mabuk berat. Dia bukan perempuan murahan yang suka tidur dengan pria manapun.

Arra menghela napas, kini dia ingat semalam dia terlalu banyak minum akibat frustasi memikirkan hutang ayahnya yang tidak kunjung lunas.

Bunganya yang besar membuat dia sulit untuk melunasinya dengan gajinya yang tak seberapa.

Penagih hutang meneleponnya kemaren, mereka mengancam jika Arra tak segera membayar, ayahnya akan dibunuh.

Itulah kenapa Arra minum sampai mabuk. Dia betul-betul tak punya uang sekarang, semua tabungannya sudah dipakai untuk membayar bunga bulan kemaren dan membayar sewa apartemen.

Dan hari ini masalahnya bertambah. Hutang belum terbayar, dia justru kehilangan keperawanannya dengan percuma.

Ah ...  kalau saja Arra tahu nasibnya akan jadi begini, dia akan cari pria kaya untuk dijadikan pacar, sehingga meskipun dia kehilangan keperawanannya, tidak akan terlalu rugi. Dari pada diambil pria asing yang setelah menyetubuhinya langsung pergi begitu saja, sungguh malang nasibnya.

“Hiks ... ibu, ayah ....”

Arra teringat kedua orang tuanya yang ada di kampung. Dulu saat Arra akan pergi merantau, mereka berpesan bahwa sesulit apapun masalah, jangan sampai Arra menjual diri. Namun yang terjadi malah jauh lebih buruk dari sekedar menjual diri.

Arra menangis sejadi-jadinya di kamar mandi. Keperawanannya lenyap dalam semalam dengan sia-sia. Barulah setelah dia merasa puas menangis, Arra keluar.  Menangis tidak menyelesaikan masalah. Mau tak mau dia harus menghadapinya.

“Oh Tuhan ... seandainya saja aku punya waktu untuk diriku sendiri, aku ingin tidur seharian di unitku hari ini tanpa memikirkan hutang ayah.” Terpikir oleh Arra untuk izin bekerja, badannya serasa kaku seolah habis kerja rodi.

Tapi mana mungkin dia tak pergi bekerja, perkara hutang itu membuatnya wajib pergi sekalipun tidak ingin. Arra memungut pakaiannya dan bersiap untuk pergi.

“Fighting, Arra! Kamu harus bisa! Kamu harus kuat! Nasib ayah dan ibumu ada di tanganmu.” Arra menyemangati dirinya sendiri sembari melangkah dan membuka pintu.

“Selamat pagi, Nona. Akhirnya anda keluar juga.”

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
30 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status