Kau Pilih Dia, Aku Bawa Anakmu Pergi!
Malam sebelum aku seharusnya menikah dengan pewaris Keluarga Moro, aku mendapati rentetan 99 pesan teks mesum di ponsel Leo, tunanganku.
Seorang wanita bernama Via Cokro, memberi tahu Leo bahwa dia mencintai Leo. Sangat mencintainya. Tanpa tahu malu sama sekali.
Dia memohon pada Leo supaya membatalkan pernikahan kami, mengancam akan bunuh diri jika Leo tetap melanjutkan pernikahan ini.
Aku langsung bereaksi.
Aku menyodorkan ponsel itu ke wajah Leo untuk menuntut penjelasan.
Keheningan terasa abadi sebelum Leo akhirnya angkat bicara.
"Kakaknya itu Alan, wakilku. Dia kena tembak demi aku. Aku sudah janji padanya akan menjaga adiknya."
"Jeny, kita tumbuh bersama. Kamu tahu cuma kamu satu-satunya di hatiku. Aku janji bakal urus ini, aku akan memutus hubungan dengannya."
Aku mencari kebohongan di mata Leo.
Akhirnya aku menelan rasa getir dalam tenggorokanku dan memilih untuk memercayai Leo. Pernikahan pun tetap dilanjutkan.
Pernikahan ini bukan sekadar tentang kami berdua.
Ini adalah perjanjian yang ditandatangani dengan darah antara dua keluarga.
Dan, Tuhan tolong aku, aku masih mencintainya.
Namun, di hari pernikahan kami, saat kami berdiri di altar dengan janji yang hampir diucapkan, Leo menerima telepon.
Itu dari dia, Via.
Dia sedang berada di jembatan dan mengancam akan melompat. Menuntut supaya Leo segera datang sekarang juga.
Cincin berlian yang hanya sejengkal dari jariku, jatuh berdenting ke lantai batu gereja.
Tidak ada sepatah kata pun.
Tidak ada satu pun penjelasan.
Leo pergi begitu saja. Meninggalkanku, keluarga kami, masa depan kami... Meninggalkanku berdiri sendirian di altar.
Dalam kabut air mata, aku berteriak padanya, "Leo, kalau kamu keluar dari pintu itu, kita putus!"
Jawaban satu-satunya dari mulut Leo, diucapkannya sambil berjalan menjauh, "Dia butuh aku."
Leo tidak pernah menoleh ke belakang.
Aku pun menghilang dari dunia Leo dan tidak pernah menoleh ke belakang sambil mengandung anaknya.