Home / Rumah Tangga / Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas! / Bab 7. Tak Ada Tempat Untuk Pulang

Share

Bab 7. Tak Ada Tempat Untuk Pulang

Author: YOZA GUSRI
last update Last Updated: 2023-07-29 13:42:43

Setelah ijab kabul, aku di bawa oleh Mas Daris untuk tinggal di rumahnya. Beberapa hari tinggal di Rumah Mas Daris, aku tetap mendapatkan perlakuan buruk. Bahkan saat ada Mas Daris pun, aku tetap di hina. Mas Daris tak membantu, dia hanya diam saja dengan alasan, tak ingin membuat masalah lagi karena dia telah mempermalukan keluarganya. Apapun kalimat jahat yang keluar dari bibir orang tua dan keluarganya, Mas Daris hanya menyuruhku bersabar. 

Pernikahan ternyata tak seindah yang aku bayangkan. Aku pikir setelah Mas Daris bertanggung jawab, aku akan merasakan hidup yang sangat bahagia. Ternyata itulah awal dari penderitaan. Semua orang menganggap aku lah yang bersalah. Aku perempuan murahan, tidak lebih baik dari seorang pelacur.

"Ayah marah lagi? Apa Ayah bicara kasar lagi ke ibu, makanya sekarang ibu menangis?" 

Suara Caca menyadarkan lamunan dan menghentikan Isak tangis. Aku menatap, tangan kecilnya sedang menghapus air mataku. Jika bukan karenanya, mungkin aku sudah tidak kuat menjalani hidup. 

Pikiranku kembali melayang di hari, saat malaikat kecilku lahir ke dunia. Aku baru dua hari selesai melahirkan Caca.  

"Cuci sendiri pakaianmu. Sudah istirahat  'kan kemarin? Siapa yang mau mencucikan pakaian mu. Ibu sibuk di pasar. Kalau duduk di Rumah menjaga  kamu, siapa yang akan mengurus toko di pasar. Suamimu juga sibuk mengantar barang belanjaan pelanggan." 

Aku membulatkan mata, saat mendengar ucapan mertua. Dia menyuruhku mencuci pakaian. Padahal yang pernah aku baca, pasca melahirkan tidak boleh melakukan pekerjaan berat. Untuk mandi saja sebaiknya di bantu. Mungkin dari luar sudah terlihat sehat, tetapi sebenarnya rahim masih membutuhkan pemulihan. 

Aku tak menyangka ibu mertua akan menyuruhku beraktivitas yang berat saat keadaanku belum benar-benar pulih. Ibu mertuaku pernah melahirkan. Dia seharusnya lebih tahu dan mengerti. Tetapi sepertinya dia pura-pura tidak tahu dan masa bodoh tentang kondisiku. 

"Bagaimana kalau Mas Daris saja yang cuci pakaianku, Bu? Nanti kalau dia sudah selesai mengantar barang. Aku masih belum kuat untuk beraktivitas." 

Kala itu aku berkata dengan suara lemah. Sungguh, aku mengira jika kelahiran malaikat kecilku dapat meluluhkan hati ibu mertua, menjadi sayang padaku, seperti cerita yang pernah aku baca dan dengar. Ternyata tidak! Dari perlakuannya, dia hanya sayang pada anakku, tidak denganku.

"Mas Daris sibuk bantu ibu di pasar, Elena! Kamu jangan manja. Kalau kamu manja begini, kapan bisa pulih? Ibu juga pernah melahirkan tetapi tidak manja seperti kamu. Jadi perempuan itu jangan lemah. Baju mu juga tidak banyak. Jangan berharap Mbak Intan yang akan cuci. Dia juga sibuk bantu ibu di pasar dan dia bukan pembantumu." 

Aku hanya bisa terdiam mendengar ucapan ibu mertua. Dia lalu meninggalkan aku di Rumah sendiri. Salahkah jika aku berharap dimanja oleh suami setelah melahirkan? Kenapa semesta tak mengizinkan?

Aku merasa sangat tertekan karena harus melahirkan di Rumah mertua. Hanya saja tidak ada pilihan selain melahirkan di Rumah mertua. Itu permintaan ibu mertuaku yang tidak bisa dibantah oleh Mas Daris, harus melahirkan di rumahnya, tidak boleh di rumah ibuku. Mungkin ibu mertua sengaja ingin menyiksaku. Bukan ingin berpikir buruk, tetapi kenyataan tak terbantahkan, aku bisa merasakan.

Tiga bulan setelah melahirkan, aku ke rumah ibu. Merasa rindu karena lama tak bersua dengannya. Aku juga ingin curhat, minta solusi atas masalah yang menimpa. Tetapi kalimat yang keluar dari bibir ibu, sungguh sangat melukai hati.

"Itu salahmu, Elena! Anggap saja itu hukuman atas perbuatanmu. Anaknya adalah lelaki yang sudah kamu pilih untuk menjadi suami. Berarti kamu juga harus menyukainya. Kalau dia berkata kasar, kamu harus terima. Wajar dia bicara begitu. Kamu telah mempermalukan keluarganya. Jika saja kamu tidak mau saat Daris merayumu berhubungan badan, semua ini tidak akan terjadi. Ibu juga tidak akan dikucilkan oleh orang di kampung ini karena telah salah mendidik anak." 

Saat itu aku pikir, bercerita ke ibu adalah pilihan terbaik. Aku mengira, ibu akan memberikan solusi. Ternyata aku sangat salah. 

Aku anak ibu. Ke mana lagi harus cerita jika bukan pada ibu? Sehina itukah aku? Sesalah itukah aku? Sehingga tidak ada lagi yang mau menerima. Bahkan ibu sekalipun, seolah melepas tangan. 

"Kalau mertua kamu jahat, itu resiko. Kamu yang sudah membuat mereka menjadi jahat pada kamu. Kalau saja kamu dengan Daris menikah baik-baik, bukan karena kecelakaan, bisa saja dia sayang pada kamu. Apalagi jika kamu telah sarjana. Mertua mana yang tidak bahagia kalau punya menantu sarjana. Ibu juga akan melakukan hal sama seperti yang dilakukan oleh mertuamu jika punya menantu yang telah hamil diluar nikah. Itu aib yang sangat memalukan. Sangat tidak pantas menyayangi menantu yang sudah mempermalukan keluarga."

Ketika itu, aku hanya bisa terdiam mendengar ucapan ibu. Mata berkaca, seolah menjelaskan luka yang terlalu dalam. Merasa tidak ada lagi tempat untuk berlindung.

"Jangan pernah lagi cerita ke ibu tentang masalahmu. Jangan pernah datang lagi ke ibu untuk menceritakan tentang mertuamu. Ibu tidak ingin dengar, ibu juga tidak akan peduli. Itu akibat dari pacaran dan melakukan perbuatan sebelum waktunya. Jalani resikonya karena itu pilihanmu." 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 34. Memilih Hidup Tanpa Pasangan

    Terlalu banyak hal yang membuatku kaget. Bagaimana tidak, aku mendapat informasi dari ibu jika Mas Daris masuk penjara karena telah menjadi pelaku pembunuhan. Seperti mimpi, aku sungguh sulit untuk percaya. Yang lebih mengagetkan, kata ibu, perempuan yang dibunuh adalah perempuan yang telah Mas Daris hamili. Apa selama hidup denganku Mas Daris selingkuh? Atau dia menjalin hubungan dengan perempuan itu setelah aku pergi dari rumah. Tetapi bisakah aku membenarkan jika Mas Daris selingkuh. Tiga tahun setelah pernikahan kami, Mas Daris sudah sangat jarang meminta melakukan aktivitas ranjang layaknya pasangan suami istri. Bisa saja dia melakukan bersama selingkuhannya tanpa sepengetahuanku. Ya, aku sangat mengenal Mas Daris, dari sejak kami pacaran, dia memiliki nafsu yang sangat sulit dikendalikan. Bagaimana mungkin berubah? Jika bukan melakukan denganku, pasti dia melakukan dengan selingkuhannya. Hanya saja sekarang bisa ketahuan karena perempuan itu telah hamil. Handphone ku berd

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 33. Di Usir dari Rumah (POV Daris)

    “Dia siapa lagi, Daris? Vina yang mana? Anak siapa? Apa kamu berulah lagi, Daris?” ujar Ayah, pelan namun tegas. Mba Intan mundur dari hadapanku. Dia lalu duduk di samping ibu. Begitu pun dengan Lona. Dia pun duduk di samping Mba Intan, sambil melipat tangan di depan dada. Aku terdiam, tak punya nyali untuk menjawab pertanyaan Ayah. Tidak mungkin aku jujur jika telah menghamili Vina. Tak mungkin aku berkata jika telah berselingkuh di belakang Elana. Kedua orang tuaku pasti akan lebih murka. “Vina siapa yang kamu maksud, Daris? Yang perempuan pelacur itu?” Suara Mba Intan membuatku melihatnya. Nama Vina di kampung ini hanya satu. Sudah jelas jika Mba Intan bisa menebak, Vina mana yang aku maksud. Dalam hati kecil masih ingin berbohong, tetapi takut jika nanti akan menjadi masalah besar. Setelah cukup lama terdiam, aku akhirnya hanya mengangguk sebagai jawaban. Kepala menunduk, tak kuasa melihat wajah ayah dan ibu. Mereka jelas pasti bertanya-tanya. Ada apa dan apa hubungan Vina

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 32. Bukan Elena Pelakunya (POV Damar)

    “Jadi selama ini ulah kamu, Vani? Dasar wanita iblis! Jangan bermimpi untuk aku menikahi kamu! Kita tidak akan pernah menikah sampai kapan pun!” ujarku dengan sangat marah. Bagaimana tidak, selama ini dia lah yang membuat masalah dalam keluargaku. Dia yang membuat semua pelanggan ibu di Pasar lari ke orang lain. Dia yang membuat orang tuaku bangkrut. Aku sungguh tidak bisa memaafkan perbuatannya. Gara-gara ulah nya, aku bahkan sudah menuduh Elena, seperti yang dikatakan oleh Pak Udin. Ternyata dukun sialan itu hanya asal bicara. Selama ini, bukan Elena pelakunya. “Kenapa, kamu mau marah? Ya silahkan marah saja! Kamu dan keluargamu pantas mendapatkan itu. Kamu terlalu sombong. Kalian layak untuk jatuh miskin!” Vani berkata sambil tersenyum. Bahkan di akhir ucapannya, dia tertawa. Seolah menghinaku. “Kurang ajar kamu, Vina! Aku akan membalas semua perbuatan kamu. Aku tidak akan membiarkanmu hidup. Aku akan membunuhmu!” Aku mencengkram kedua tanganku dengan kuat. Sebenarnya ingin me

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 31. Ternyata Cintaku Dulu Terbalas

    Seluruh makanan yang baru saja memenuhi perut rasanya ingin aku muntahkan saat ini juga. Perkataan yang sungguh membuat mual. Aku ingin berucap, tetapi takut jika kalimat kasar yang keluar dari bibirku. Hati pasrah, membiarkan Roni yang berucap dan aku menjadi pendengar. “Apa kabar, Elena?” Kenapa rasanya merinding ditatap seperti ini oleh Roni. Suaranya yang lembut, membuat bibir pun tak kuasa untuk berucap. Ada apa ini? “Aku tahu kalau kamu dan suamimu hanya menikah siri. Aku juga tahu kalau dia sudah menjatuhkan talak pada kamu. Makanya sekarang aku berani untuk datang lagi … menikahlah denganku!” Mataku terbelalak. Bibir pun bersuara, “maksud kamu apa, Roni? Jangan buat lelucon. Omong kosong apa yang baru saja kamu ucapkan. Ada apa? Dulu sewaktu SMA belum cukup menghina dan membully ku, sehingga sekarang ingin menikahi ku dan kembali menyiksaku. Sebenarnya niat kamu apa, Roni? Dulu, aku tidak pernah mau berurusan dengan kamu. Tetapi kamu selalu saja berbuat ulah padaku. Sekar

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 30. Tutur Kata Roni

    “Om kenapa membela ibu?” tanya Caca dengan wajah cemberut. Aku kembali melirik Roni. Dia tersenyum lembut pada Caca. “Anak manis, makan lah! Dan jangan banyak bicara lagi. Okey, Cantik.” Caca hanya cemberut, tanpa membalas ucapan Roni. Sedangkan Roni, dia hanya tersenyum manis melihat respon Caca atas perkataannya. Aku kembali fokus dengan bakso yang ada dihadapan. Kini aku merasa canggung. Caca mengikuti perintah untuk diam dan hanya makan. Sedangkan Roni, dia juga tidak mengucap sepatah kata lagi. Aku sedikit menyesal telah menyuruh Caca diam. Jika saja dia tetap cerewet, situasi tidak akan secanggung ini. Setelah makan, rasanya aku ingin langsung pulang saja. Besok saja aku membeli handphone, setelah mengantar Caca ke sekolah barunya. Jangan sampai Roni mengikuti kami seperti yang dulu dia lakukan padaku. Roni sudah selesai makan, tetapi dia masih saja duduk. Belum mengangkat kaki dari warung ini. Kalau saja tidak ada Caca dihadapanku, sudah pasti mulutku akan berkata kasar p

  • Aku Jenuh Menjadi Istrimu, Mas!   Bab 29. Si Makhluk Pengganggu

    Lelaki ini, setelah kembali bertemu dia terlihat sangat aneh. Selalu saja tersenyum manis saat bertemu denganku. Bukan seperti saat di sekolah dulu. Lelaki yang sangat aku benci karena selalu mengejek dan membully. Padahal aku tak pernah mengusik hidupnya. Setelah membayar di kasir, aku langsung melangkah. Tetapi lagi dan lagi di usik oleh seorang Roni. Aku menatapnya tajam, sedangkan dia membalas dengan senyuman indah di wajahnya. “Awas aku mau lewat!” ujarku sambil menampilkan wajah tak bersahabat. Roni terus saja menghalangi langkahku. “Bagaimana kabarmu? Kenapa tidak jadi mengambil rumah yang pernah kita lihat?” tanya Roni dengan wajah yang terus saja tersenyum. Tanpa menjawab, aku langsung melangkah. Kebetulan Roni tidak menghalangi karena ada pelanggan lain yang ingin ke kasir. Aku membenci keadaan ini. Bertemu lagi dengan Roni adalah mimpi buruk. Kenapa aku tidak bisa hidup tenang? Apa dosaku terlalu besar, sehingga Tuhan tidak ingin mengampuni, sehingga selalu saja mengirim

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status