Saat ini, Ananta baru saja memasuki ruang meeting bersama dengan sang ayah yang merupakan CEO Wiriyo Group dan juga neneknya selaku pemilik perusahaan raksasa itu.
Setelah kejadian yang telah terjadi satu bulan yang lalu itu, hari di mana Ananta pulang pagi dengan keadaan kacau, Ananta berperilaku lebih baik dan tak sekali pun berbuat ulah.
Dia kembali menjadi Ananta yang penurut dan tak pernah keluar malam lagi. Ananta sendiri berusaha menerima kenyataan bahwa dirinya sudah tak perawan lagi tetapi tetap menyembunyikan kejadian malam itu rapat-rapat.
Dia tetap bersikap seperti biasa pada Alan, tunangan yang begitu dia cintai, tapi sering kali diliputi perasaan bersalah yang begitu besar.
Alma Wiriyo, sang nenek pun juga memberi kesempatan baru bagi Ananta untuk bergabung di Wiriyo Group setelah melihat Ananta tak lagi bersikap di luar batas.
Hari itu adalah acara peresmian Ananta menjabat sebagai manajer di perusahaan besar itu.
Semua petinggi perusahaan itu langsung saja berdiri dan baru duduk setelah Alma mempersilakan mereka untuk duduk.
"Selamat pagi, sesuai dengan keterangan yang telah diberikan kepada Anda semua. Pagi ini saya akan sampaikan jika cucu saya-Ananta Wiriyo baru saja resmi bergabung ke dalam perusahaan ini sebagai manajer pemasaran."
Semua orang pun bertepuk tangan menyambut Ananta. Mereka memang sudah menanti-nanti kedatangan Ananta yang akan menjadi pewaris berikutnya menggantikan Johan.
Hal ini dikarenakan mereka percaya bila Ananta akan menjadi salah satu orang yang akan mampu membuat kemajuan bagi perusahaan.
Ananta membungkuk singkat dan memulai pidatonya, "Terima kasih. Saya senang sekali akhirnya bisa ikut menjadi bagian dari perusahaan ini, Saya ...."
Ananta tak bisa meneruskan ucapannya lantaran tiba-tiba saja layar projector di ruang itu menyala dan menampilkan sebuah video yang membuat Ananta terhenyak.
Video yang sedang terputar itu adalah video di mana ia menari di klub malam dan terlihat sangat mabuk berat.
Tak hanya itu, di dalam video itu dia terlihat bersama dengan seorang pria yang wajahnya tidak terlalu terlihat dengan jelas. Jantungnya Ananyta hampir saja copot dari tempatnya.
"I-itu ...."
"Astaga ...."
Semua orang di ruangan meeting itu pun mulai berbisik-bisik, terlihat kaget luar biasa.
Johan terbelalak kaget, "Nanta. Apa yang sudah kamu lakukan?"
"Pa, Nanta nggak tahu. Nek, itu ...."
Para petinggi di perusahaan itu pun mulai berbisik.
Alma berdiri sembari menggebrak meja, "Meeting selesai."
Satu per satu dari mereka pun ke luar, meninggalkan Alma, Johan dan juga Ananta.
"Nenek, Nanta bisa jelasin," ujar Ananta tergagap.
"Apa yang kamu mau jelasin? Video tarian gila kamu di klub itu?" ujar Alma sambil mendelik marah.
"Nanta, kamu sudah sangat mengecewakan Papa."
Ananta menunduk, "Tapi itu hanya sekali, Pa. Nek, hanya satu kali. Ananta nggak pernah melakukan hal itu lagi."
"Dasar cucu tidak berguna! Kau sudah mencoreng nama baik keluarga Wiriyo di depan para petinggi perusahaan," ucap Alma terlihat kesal pada cucunya.
"Nek, Nanta minta maaf. Nanta nggak bermaksud begitu."
"Tapi semua petinggi perusahaan ini sudah tahu, Nanta. Dan bahkan foto-fotomu bersama laki-laki nggak jelas mukanya itu terpampang tadi. Mau apa lagi kamu?" ucap Johan marah luar biasa.
Ananta tercekat.
Beberapa jam kemudian, Ananta telah duduk di lantai di depan seluruh anggota keluarga Wiriyo yang duduk di kursi semuanya.
Gadis itu hanya bisa menunduk dalam, tak tahu apa yang harus dia lakukan.
Vina, adik kandung Ananta yang baru saja pulang kuliah itu pun juga ada di sana tapi hanya memilih diam dan menjadi penonton.
"Keluarga Alan Samudera telah menghubungi, mereka memutuskan pertunangan kalian. Sekarang, Alan sedang pergi ke North Carolina untuk melupakan kamu," ujar Alma memulai percakapan.
Ananta mendongak kaget, "Alan tahu? Tapi dia tahu dari mana, Nek?"'
"Tentu saja dia tahu. Dia bahkan juga mendapat video dan foto-foto kamu yang setengah telanjang bersama dengan pria lain itu. Menurutmu, setelah dia tahu hal itu, dia masih mau menghubungimu?" ujar Belinda tajam.
Pikiran Ananta sudah semakin kacau.
"Tapi Nanta benar-benar nggak pernah berniat mengkhianati Alan. Waktu itu Nanta mabuk, Ma. Nanta nggak tahu kalau ...."
"Sudahlah, kami nggak butuh denger alasan kamu, Nanta. Alan telah mengkonfirmasi saat malam itu kamu berbohong kepadanya. Dia mengatakan dengan jelas, malam itu kamu ke klub itu diam-diam. Sekarang, katakan siapa laki-laki yang bersamamu itu!" ucap Alma.
Ananta terbungkam.
Bagaimana ia bisa mengatakannya? Ia sendiri juga tidak tahu, ia hanya ingat wajahnya.
"Kenapa tak mau menjawab?" Alma sudah kehilangan kesabarannya.
Ia benar-benar sudah kehilangan muka hari ini. Video dan foto itu sudah tersebar dalam waktu singkat.
Sekarang ini, cucunya yang ia banggakan itu telah menjadi buah bibir di perusahaannya.
Sialnya, Ananta menjadi buah bibir bukan karena prestasi, melainkan skandal yang telah dia buat.
"Nanta ... nggak bisa bilang, Nek."
Johan mendelik tajam, "Kamu itu sudah gila, Nan? Kamu udah mencoreng nama baik keluarga ini dengan bertingkah liar, dia harus menikahi kamu untuk menutupi skandalmu itu. Terus kamu nggak mau mengatakan identitas si bajingan itu?"
Ananta hanya terdiam, tak tahu bagaimana harus menjawab.
"Atau kamu sengaja menyembunyikan identitas dia, begitu?"
Mata indah Ananta melebar.
"Tidak, Nek. Nanta ...."
"Kalau kamu nggak mau bilang, kamu angkat kaki saja di rumah ini," ucap Alma.
Pupil mata Ananta membesar.
"Tapi, Nek. Nanta sungguh-sungguh menyesal. Nanta nggak akan mengulanginya, tolong ampuni Nanta."
Alma menatap tajam cucunya.
"Kalau kamu kekeuh tidak mau mengatakannya, maka pergi saja dari rumah ini dan jangan pernah kembali ke keluarga ini lagi!" ujar Alma dingin.
"Nek, tolonglah. Tolong beri kesempatan buat Nanta sekali lagi, Nanta janji akan membuat Nenek bangga. Percaya sama Nanta!" pinta Ananta.
"Apa? Bangga? Videomu itu sudah menghancurkan reputasi keluarga kita di depan para petinggi. Kamu mau buat keluarga ini semakin hancur reputasinya, Nanta dengan kamu masuk ke perusahaan?" tuduh Alma.
Belinda yang sedari tadi hanya diam pun mulai berbicara, "Kita bisa cari suami bayaran untuk Nanta, Ma."
"BELINDA. Kamu pikir ini semudah itu? Jangan gila!" bentak Alma tak terkendali lagi hinga membuat Belinda terlonjak kaget.
"Apa ada jaminan orang yang kita bayar tidak akan membocorkan rahasia tentang kejadian itu? Salah-salah malah kita bisa diperas," balas Alma.
Belinda sontak menutup mulutnya rapat-rapat, merasa percuma memberikan pendapatnya.
Ibu mertuanya itu begitu keras hati. Tak mungkin dirinya akan mau mendengarkan apa yang ia katakan.
Harapan yang tadinya muncul itu pun perlahan hilang dari benak Ananta. Ia pun kemudian bangkit perlahan, "Baiklah, kalau itu mau Nenek. Nanta akan pergi dari rumah ini."
Justin pun segera menjelaskan lebih lanjut perihal cara menelepon Alan Samudera. Keesokan harinya, di hadapan sama orang, kecuali putranya, Sean, Ananta melakukan sebuah panggilan pada Alan. Terlihat Mikael awalnya tidak suka melihat istrinya menelepon mantan pacarnya dulu tetapi dia tidak bisa memprotesnya. "Alan, ini aku ... maaf, aku harus melakukan ini," kata Ananta mengawali panggilan itu. Tentu saja dalam layar itu Alan terlihat begitu sangat terkejut. Tetapi, laki-laki itu malah langsung bertanya, "Vina. Bagaimana keadaan Vina, Nanta?" Anehnya wajah laki-laki itu terlihat begitu sangat sedih sehingga Ananta cepat-cepat menceritakan masalah tentang Vina. Betapa terkejutnya pria itu kalau mendengar kondisi mantan istrinya itu, tanpa menunda-nunda lagi dia berkata, "Aku akan segera pergi ke Indonesia dan menjenguk dia." Tak disangka-sangka oleh keluarga Wiriyo, Alan Samudera tampak tak menghindar dari mereka dan bahkan telah memutuskan untuk membantu mereka. "Aku tidak meny
Ananta memejamkan matanya seolah mencoba untuk tetap kuat. Dia tak boleh terlihat lemah di depan suaminya itu, meskipun kenyataannya dia saat ini memang sedang melemah.Wanita itu tak membalas sepatah kata pun perkataan suaminya hingga kemudian Mikael Alexander menghentikan ucapannya sendiri. Dia tak lagi melanjutkan perkataan kejamnya.Ketika dia melihat istrinya sedang menutup matanya dan bahkan dia bisa melihat bagaimana tubuh Ananta sedikit bergetar karena mendengarkan perkataannya itu, Mikael segera mundur ke belakang dan memegang kepalanya dengan rasa frustrasi yang sangat mengganggunya."Astaga, apa yang sudah aku lakukan?" gumam Mikael yang kini menatap istrinya dengan penuh penyesalan.Ananta bahkan belum berani membuka mata sehingga Mikael kini kembali melangkah ke depan lalu mendekati istrinya dengan perlahan. Dia ingin merengkuh istri tercintanya itu dan menenangkannya."Sayang, maafkan aku. Aku-""Tidak apa-apa," ucap Ananta yang langsung mundur ke belakang setelah dia ta
"Begini, Madam. Kami bisa membantu Anda dengan membuat sebuah tawaran kerjasama dengan perusahaan beliau," kata Justin.Ananta segera mengerutkan keningnya, "Maksud Anda? Anda berniat untuk menawarkan sebuah kerjasama palsu pada Alan?"Justin berdeham kecil saat idenya itu dikatakan demikian, tetapi dia tidak memiliki hak untuk tersinggung karena memang sebutan itu memang tepat."Ini demi menjaga kerahasiaan tujuan Anda, Madam," ucap Justin dengan nada yang terdengar sedikit agak malu.Sebagai seorang detektif, sudah menggunakan berbagai cara dan bahkan dengan cara yang kotor sekalipun untuk menuntaskan kasus-kasusnya.Tidak sekali hanya dua kali dia kerap melakukan sebuah tipu daya agar dia bisa menjebak orang yang dia incar. Akan tetapi, baru sekarang ini dia merasa begitu sangat malu dan tidak nyaman setelah mendengar ucapan dari Ananta Alexander.Dia tidak mengerti. Yang dia ketahui pendapat wanita itu seakan langsung mudah membuatnya goyah.Ada apa denganmu sebenarnya, Justin? Ka
"Luar negeri. Aku yakin dia tidak mungkin berada di Indonesia. Jadi, memang satu-satunya tebakan yang mungkin paling benar adalah dia berada di luar negeri selama ini," kata Alma. "Itu masuk akal. Kalau hanya di dalam negeri tak mungkin informan kita sampai tak berhasil melacak keberadaannya walaupun hanya sedikit," kata Johan. Belinda menganggukkan kepalanya setelah dia memahami semua itu. "Kalau begitu detektif swasta yang disewa oleh Ananta sangatlah bagus karena mereka bisa menemukan keberadaan Alan hanya dalam waktu yang cukup singkat." Sementara itu Ananta yang masih di tengah jalan mengemudikan mobilnya dengan tidak sabar. Dia ingin segera mengetahui informasi tentang Alan dan ingin melakukan apa yang dia inginkan. Begitu sampai di kantor detektif swasta tersebut yang tak terlalu jauh dari rumahnya atau hanya sekitar 15 menit perjalanan menggunakan mobil tanpa kemacetan, Ananta melihat Vincent yang sedang duduk di depan seolah sedang bersantai. Vincent segera berdiri ketik
Dari panggilan itu Mikael menjelaskan, "Maafkan aku, Sayang. Aku sedang begitu sangat sibuk.""Sampai kamu lupa mengabari istri dan anakmu? Yang padahal sedang jauh dari jangkauanmu?" ucap Ananta sinis.Mikael terdiam selama beberapa saat hingga kemudian pria itu kembali berkata, "Maaf, Nanta. Aku benar-benar sedang tidak bisa menghubungi kamu kemarin dan baru sekarang aku bisa menghubungimu."Ananta menghela napas panjang. Kali ini dia benar-benar tidak bisa memahami apa yang sedang dikerjakan oleh suaminya itu.Dia pun juga tak bisa mencari tahu lebih banyak karena keterbatasan yang dia miliki. Dia sudah tidak memiliki Helen dan juga dia pun tak memiliki orang lain yang bisa dia tanyai mengenai sang suami.Menurutnya sangat percuma untuk mendesak Mikael berkata yang sebenarnya."Hm, lalu apa kau akan pergi ke Indonesia atau tidak?" tanya Ananta."Aku tentu saja akan pergi. Bagaimana mungkin aku membiarkan kamu dan Sean sendirian di sana?" ucap Mikael.Nyatanya kamu bahkan lepas kami
Haruka menatap sahabatnya itu dengan seksama, "Boleh. Kamu boleh melakukan apa saja jika itu bisa membantumu, asalkan jangan lupakan satu hal, Nanta."Wanita itu tentu saja tak mau jika sahabatnya itu sampai salah melangkah sehingga dia mencoba untuk memberikan beberapa saran agar masalah yang dihadapi oleh sahabatnya itu bisa terselesaikan tanpa adanya penyesalan ataupun kesalahan lain yang mungkin dia perbuat.Ananta cepat-cepat membalas, "Apa, Haruka?"Haruka menahan napas dan kemudian menghembuskannya secara perlahan, "Ketika kamu sudah mendapatkan bukti yang kamu inginkan itu, kamu tidak boleh goyah. Jangan pernah sekalipun kamu berpikir untuk mundur jika semuanya sudah tersaji di depan mata."Haruka mengamati perubahan ekspresi Ananta dan kini dia yakin bila kali ini sarannya sudah tepat sasaran.Ananta menelan ludahnya dengan gugup ketika dia teringat bagaimana dia membatalkan penyelidikannya kala itu.Padahal hanya satu langkah saja dia pasti sudah tahu apakah suaminya itu mem