Home / Romansa / CEO Tampan Itu Ayah Putraku / 5. Setelah Lima Tahun

Share

5. Setelah Lima Tahun

Author: Zila Aicha
last update Last Updated: 2023-09-07 11:26:16

Lima tahun kemudian, 

"Sean, baik-baik ya di sini! Nanti Tante Haruka yang jemput Sean," ucap Ananta sambil berjongkok, menatap sang putra. 

"Okay, Ma. Sean kan memang anak baik," sahut bocah berusia lima tahun itu. 

Ananta memeluk putranya lalu mencium pipinya sebelum menyerahkan Sean pada petugas day care. 

Setelah memastikan Sean sudah berbaur dengan teman-temannya yang juga merupakan anak-anak yang dititipkan di tempat itu, Ananta segera mengambil motornya dan mengemudikannya menuju ke tempat kerja. 

Sesungguhnya, Ananta sudah mampu membeli sebuah mobil, tapi prioritasnya saat ini adalah memberikan rumah yang lebih nyaman untuk sang putra, sehingga dia menabung uang hasil kerjanya untuk itu. 

The Himalaya Resort. Sebuah resort yang menjadi tempat bekerja Ananta sejak tiga tahun lalu. Tempat itu berhektar-hektar luasnya dan menjadi salah satu yang paling terkenal di kota itu. Tamunya pun tidak hanya berasal dari dalam negeri, tapi juga luar negeri. 

Tidak heran, dulu Ananta mati-matian mengusahakan dirinya bisa bekerja di sana. Dengan kemampuan yang dia miliki dia kini telah berhasil menjadi asisten manajer. 

"Selamat pagi, Bu Nanta," sapa para staf. 

Ananta mengangguk, "Selamat pagi." 

Saat sudah sampai di ruangannya, Ananta didatangi oleh sang manajer, "Nanta. Akan ada tamu spesial hari ini. Dari Inggris." 

"Hah? Dari Inggris? Siapa? Perasaan aku nggak lihat ada daftar tamu dari luar," sahut Ananta sembari menaruh tas kerjanya. 

Sherly mendecak lidah, "Baru masuk semalam, pas kamu udah pulang." 

"Kok mendadak, Bu?" ucap Ananta kaget. 

"Iya nggak tahu, pokoknya dia bawa rombongan banyak dan dia booking bagian area Cleveland semua." 

Ananta melongo.

Segera saja dia duduk di kursinya dan membuka layar mengenai informasi itu. Area yang dimaksud adalah area yang memiliki fasilitas paling lengkap di resort itu dan sudah tentu harganya pun paling tinggi. 

"Gila. Dia pasti kaya banget sampai-sampai booking area itu secara penuh. Mana udah dibayar semua lagi." Ananta terbengong-bengong menatap layar. 

Sherly manggut-manggut dengan senyum di wajah, "Kamu yang handle ya buat acara penyambutannya?" 

"Kok aku, Bu? Bukannya kalau klien besar gini Ibu yang handle ya?" tanya Ananta kaget. 

"Kamu aja kali ini, aku ada urusan di luar resort selama beberapa hari," ucap Sherly. 

Ananta menghela napas. 

"Jangan terlalu terlihat tertekan begitu! Ada bonus tambahan kok!" ucap Sherly. 

Ananta yang semula lemas langsung bersemangat. "Berapa bonusnya, Bu?" 

"Satu kali gaji, bagaimana?" 

Ananta membelalakkan mata, "Serius ini, Bu?" 

"Iya, Nan. Kapan sih aku pernah bercanda soal ginian?" balas perempuan berusia empat puluh dua tahun itu. 

Ananta pun tersenyum, "Siap, Bu kalau begitu." 

Shirley mengangguk, "Oke. Kerjakan yang benar ya." 

"Baik, Bu." 

"Dari info, dia akan sampai sekitar empat jam lagi," ucap Shirley. 

Ananta pun seketika berdiri dan terburu-buru menyiapkan acara penyambutan itu. 

Sementara itu, di Bandara Internasional, Mikael terlihat enggan berjalan menuju ke mobil yang telah menunggunya. 

"Kamu nggak bisa ya pasang wajah yang enak dipandang gitu?" ucap Helen, kakak Mikael yang sedang menggendong putrinya. 

Mikael dan Helen pernah cukup lama tinggal di Indonesia sehingga bahasa Indonesia mereka pun sangat bagus. Tak heran pula mereka lebih sering menggunakan bahasa Indonesia untuk mengobrol.

Mendengar hal itu, Mikael hanya memasang senyum kaku. 

"Astaga, kau sungguh mengerikan, Mike!" ucap Helen, sudah putus asa. 

Mikael tak menghiraukan sang kakak dan masuk ke dalam mobilnya sendiri, sementara Helen masuk ke dalam mobil lain. 

"Sir, apa ada yang membuat Anda tidak nyaman?" tanya Andrew yang masih menjadi sopirnya. 

"Negara ini," jawab Mikael. 

Andrew meringis, seketika langsung paham. "Itu ... sudah beberapa tahun berlalu, Sir." 

Mikael mendelik ke arah depan, "Kau tahu, aku tidak suka kekalahan, An. Tidak bisa menemukan wanita itu termasuk suatu kekalahan dan aku tidak bisa menerimanya." 

Andrew tidak tahu lagi harus bagaimana berkomentar. 

Dia paham benar kekesalan yang dirasakan oleh sang tuan. Namun, dia tak memiliki cara untk membantunya. 

"Tapi, mungkin Anda bisa menemukan wanita lain yang lebih-" 

"Yang lebih seksi? Hebat di ranjang? Kalau itu banyak. Di Inggris banyak, tapi wanita itu sangat berbeda. Hanya dengan dia aku merasa ...." 

Mikael tak jadi melanjutkan perkataannya, merasa percuma juga untuk dibahas. Tak ada hasilnya.

Maka, dia pun memilih untk melihat ke arah luar jendela selama perjalanan menuju resort yang akan menjadi tempat berlibur keluarga besarnya. 

Sesungguhnya dia sangat kesal karena keluarga besarnya memilih Indonesia sebagai tempat berlibur. Namun, dia tidak bisa menolak keinginan sang kakak sehingga tetap memberi fasilitas bagi mereka. 

Di sisi lain, Ananta sedang begitu sibuk menyiapkan acara penyambutan di resort itu. 

"Ah, ganti bunga itu, Lea! Taruh bunga yang lebih segar!" ucap Ananta. 

Dia kembali memeriksa, "Josh, taruh meja itu di sebelah sana." 

"Oh, iya. Minta kitchen 2 untuk bersiap-siap ya, sekitar dua jam lagi mereka akan segera tiba," ucap Ananta setelah melirik arlojinya. 

Semua staf mendengarkan perintah Ananta dan mengerjakannya sesuai yang diminta sebab Ananta memang dikenal sebagai asisten manajer yang cukup handal dan belum pernah membuat kecewa klien.

"Itu udah oke. Nah, sisanya tolong ya itu dicek lagi, apa aja yang masih kurang," ucap Ananta lagi. 

"Siap, Bu," jawab seluruh staff di bagian ruangan yang akan digunakan sebagai tempat pertama tamu asal Inggris itu akan berkumpul sebelum mereka akan diantar ke Cleve land. 

Ananta mulai gugup, "Tiga puluh menit lagi, guys." 

"Sudah, Bu." 

"Oke, sekarang bersiap-siaplah! Rapikan diri kalian!" Ananta kembali memerintah. 

Dengan terburu-buru mereka berpencar. Ananta sendiri juga pergi ke kamar mandi dan memoles make up tipis lagi sebelum pergi ke lobby. Beberapa staf-nya telah berdandan dengan rapi dan berdiri dengan tegas. 

"Huh, akhirnya," ucap Ananta. 

"Sepuluh menit lagi," ujar Ananta lagi. 

Dan tepat sepuluh menit kemudian, rombongan yang terdiri dari enam mobil itu pun tiba di sana. 

Ananta menahan napas dan mencoba untuk melemaskan otot rahangnya, memasang senyum seramah mungkin untuk para tamu yang dikatakan spesial oleh manajernya itu. 

Beberapa tamu mulai keluar dari mobil dan berjalan menuju ke arahnya. Ananta masih belum mengangkat wajah karena masih mencoba untuk menghilangkan rasa gugupnya. 

Begitu sudah beberapa langkah, Ananta pun mengangkat wajah dan tersenyum lalu berkata sambil menyerahkan buket bunga, "Selamat datang di The Himalaya Resort." 

Namun, saat dia memperhatikan wajah dari tamu itu, dia seketika membeku. 

Pria ini? Astaga, tidak mungkin. 

Bagaimana dia bisa ada di sini?

Ananta masih ingat dengan jelas wajah itu meskipun saat itu dia hanya melihatnya dalam keadaan terpejam. 

Terlebih lagi, warna mata pria itu sama persis dengan yang dimiliki oleh Sean, putranya. 

Kaki Ananta seketika lemas. Matanya tetap terpaku pada laki-laki asing itu hingga tak berkedip sama sekali.

Otaknya tiba-tiba dipenuhi pertanyaan yang membuatnya terasa tercekik.

Apa yang sebenarnya dia lakukan di sini?

Apa tujuannya datang?

Apa jangan-jangan dia tahu sesuatu?

Apa dia tahu tentang Sean? 

Namun, bagaimana mungkin? Dari mana dia tahu?

Tidak. Dia tidak akan membiarkan laki-laki itu tahu mengenai putranya. 

Mikael sendiri juga sangat terkejut melihat wanita yang selama ini menghantui mimpinya di tempat itu.

Dia tidak bisa melupakan wajah itu. Dia tidak mungkin salah.

Wanita yang sedang berdiri di depannya itu adalah wanita yang sama yang sudah membuatnya tidak bisa tenang selama beberapa tahun ini. 

Wajahnya selalu terbayang-bayang olehnya pun dengan apa yang pernah mereka lakukan dalam malam yang mendebarkan itu.

"Nona, apa kau tidak jadi memberiku bunga itu?" tanya Mikael dengan tatapan menusuk. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Artana Siregar Siregar
makin seru aja penasaran
goodnovel comment avatar
Hajjah Zuraida
ya sangat menghibur lah tapi tolong tambah 1. episode lgi donk
goodnovel comment avatar
Nabila Astila rahma
ceritanya seru banget
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • CEO Tampan Itu Ayah Putraku    53. The Ending

    Justin pun segera menjelaskan lebih lanjut perihal cara menelepon Alan Samudera. Keesokan harinya, di hadapan sama orang, kecuali putranya, Sean, Ananta melakukan sebuah panggilan pada Alan. Terlihat Mikael awalnya tidak suka melihat istrinya menelepon mantan pacarnya dulu tetapi dia tidak bisa memprotesnya. "Alan, ini aku ... maaf, aku harus melakukan ini," kata Ananta mengawali panggilan itu. Tentu saja dalam layar itu Alan terlihat begitu sangat terkejut. Tetapi, laki-laki itu malah langsung bertanya, "Vina. Bagaimana keadaan Vina, Nanta?" Anehnya wajah laki-laki itu terlihat begitu sangat sedih sehingga Ananta cepat-cepat menceritakan masalah tentang Vina. Betapa terkejutnya pria itu kalau mendengar kondisi mantan istrinya itu, tanpa menunda-nunda lagi dia berkata, "Aku akan segera pergi ke Indonesia dan menjenguk dia." Tak disangka-sangka oleh keluarga Wiriyo, Alan Samudera tampak tak menghindar dari mereka dan bahkan telah memutuskan untuk membantu mereka. "Aku tidak meny

  • CEO Tampan Itu Ayah Putraku    52. Dua Pribadi?

    Ananta memejamkan matanya seolah mencoba untuk tetap kuat. Dia tak boleh terlihat lemah di depan suaminya itu, meskipun kenyataannya dia saat ini memang sedang melemah.Wanita itu tak membalas sepatah kata pun perkataan suaminya hingga kemudian Mikael Alexander menghentikan ucapannya sendiri. Dia tak lagi melanjutkan perkataan kejamnya.Ketika dia melihat istrinya sedang menutup matanya dan bahkan dia bisa melihat bagaimana tubuh Ananta sedikit bergetar karena mendengarkan perkataannya itu, Mikael segera mundur ke belakang dan memegang kepalanya dengan rasa frustrasi yang sangat mengganggunya."Astaga, apa yang sudah aku lakukan?" gumam Mikael yang kini menatap istrinya dengan penuh penyesalan.Ananta bahkan belum berani membuka mata sehingga Mikael kini kembali melangkah ke depan lalu mendekati istrinya dengan perlahan. Dia ingin merengkuh istri tercintanya itu dan menenangkannya."Sayang, maafkan aku. Aku-""Tidak apa-apa," ucap Ananta yang langsung mundur ke belakang setelah dia ta

  • CEO Tampan Itu Ayah Putraku    51. Cara Justin

    "Begini, Madam. Kami bisa membantu Anda dengan membuat sebuah tawaran kerjasama dengan perusahaan beliau," kata Justin.Ananta segera mengerutkan keningnya, "Maksud Anda? Anda berniat untuk menawarkan sebuah kerjasama palsu pada Alan?"Justin berdeham kecil saat idenya itu dikatakan demikian, tetapi dia tidak memiliki hak untuk tersinggung karena memang sebutan itu memang tepat."Ini demi menjaga kerahasiaan tujuan Anda, Madam," ucap Justin dengan nada yang terdengar sedikit agak malu.Sebagai seorang detektif, sudah menggunakan berbagai cara dan bahkan dengan cara yang kotor sekalipun untuk menuntaskan kasus-kasusnya.Tidak sekali hanya dua kali dia kerap melakukan sebuah tipu daya agar dia bisa menjebak orang yang dia incar. Akan tetapi, baru sekarang ini dia merasa begitu sangat malu dan tidak nyaman setelah mendengar ucapan dari Ananta Alexander.Dia tidak mengerti. Yang dia ketahui pendapat wanita itu seakan langsung mudah membuatnya goyah.Ada apa denganmu sebenarnya, Justin? Ka

  • CEO Tampan Itu Ayah Putraku    50. Informasi

    "Luar negeri. Aku yakin dia tidak mungkin berada di Indonesia. Jadi, memang satu-satunya tebakan yang mungkin paling benar adalah dia berada di luar negeri selama ini," kata Alma. "Itu masuk akal. Kalau hanya di dalam negeri tak mungkin informan kita sampai tak berhasil melacak keberadaannya walaupun hanya sedikit," kata Johan. Belinda menganggukkan kepalanya setelah dia memahami semua itu. "Kalau begitu detektif swasta yang disewa oleh Ananta sangatlah bagus karena mereka bisa menemukan keberadaan Alan hanya dalam waktu yang cukup singkat." Sementara itu Ananta yang masih di tengah jalan mengemudikan mobilnya dengan tidak sabar. Dia ingin segera mengetahui informasi tentang Alan dan ingin melakukan apa yang dia inginkan. Begitu sampai di kantor detektif swasta tersebut yang tak terlalu jauh dari rumahnya atau hanya sekitar 15 menit perjalanan menggunakan mobil tanpa kemacetan, Ananta melihat Vincent yang sedang duduk di depan seolah sedang bersantai. Vincent segera berdiri ketik

  • CEO Tampan Itu Ayah Putraku    49. Kecurigaan

    Dari panggilan itu Mikael menjelaskan, "Maafkan aku, Sayang. Aku sedang begitu sangat sibuk.""Sampai kamu lupa mengabari istri dan anakmu? Yang padahal sedang jauh dari jangkauanmu?" ucap Ananta sinis.Mikael terdiam selama beberapa saat hingga kemudian pria itu kembali berkata, "Maaf, Nanta. Aku benar-benar sedang tidak bisa menghubungi kamu kemarin dan baru sekarang aku bisa menghubungimu."Ananta menghela napas panjang. Kali ini dia benar-benar tidak bisa memahami apa yang sedang dikerjakan oleh suaminya itu.Dia pun juga tak bisa mencari tahu lebih banyak karena keterbatasan yang dia miliki. Dia sudah tidak memiliki Helen dan juga dia pun tak memiliki orang lain yang bisa dia tanyai mengenai sang suami.Menurutnya sangat percuma untuk mendesak Mikael berkata yang sebenarnya."Hm, lalu apa kau akan pergi ke Indonesia atau tidak?" tanya Ananta."Aku tentu saja akan pergi. Bagaimana mungkin aku membiarkan kamu dan Sean sendirian di sana?" ucap Mikael.Nyatanya kamu bahkan lepas kami

  • CEO Tampan Itu Ayah Putraku    48. Keyakinan

    Haruka menatap sahabatnya itu dengan seksama, "Boleh. Kamu boleh melakukan apa saja jika itu bisa membantumu, asalkan jangan lupakan satu hal, Nanta."Wanita itu tentu saja tak mau jika sahabatnya itu sampai salah melangkah sehingga dia mencoba untuk memberikan beberapa saran agar masalah yang dihadapi oleh sahabatnya itu bisa terselesaikan tanpa adanya penyesalan ataupun kesalahan lain yang mungkin dia perbuat.Ananta cepat-cepat membalas, "Apa, Haruka?"Haruka menahan napas dan kemudian menghembuskannya secara perlahan, "Ketika kamu sudah mendapatkan bukti yang kamu inginkan itu, kamu tidak boleh goyah. Jangan pernah sekalipun kamu berpikir untuk mundur jika semuanya sudah tersaji di depan mata."Haruka mengamati perubahan ekspresi Ananta dan kini dia yakin bila kali ini sarannya sudah tepat sasaran.Ananta menelan ludahnya dengan gugup ketika dia teringat bagaimana dia membatalkan penyelidikannya kala itu.Padahal hanya satu langkah saja dia pasti sudah tahu apakah suaminya itu mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status