Share

4. Kehidupan yang Berbeda

"Wanita itu? Apa maksud Anda itu ...." 

"Ya, wanita penghibur yang berdansa denganku dan menghabiskan malam denganku saat itu," jawab Mikael, semakin membuat Andrew terkesiap. 

Ia cukup kaget. Pasalnya ini pertama kalinya tuan mudanya mencari-cari seorang wanita. 

Apa yang membuat wanita begitu spesial? pikir Andrew bingung. 

Saat sudah sampai di Indonesia, Mikael terheran-heran dengan apa yang ia sedang lakukan. 

"Aku pikir aku memang sudah gila." 

Ia menggelengkan kepalanya dan bergumam sendirian sambil berkacak pinggang, "Mikael, kamu memang benar-benar sudah tidak waras." 

Pria bermata biru terang itu pun melangkahkan kakinya ke dalam klub malam yang mempertemukan dirinya dengan wanita yang tidak bisa lupakan sampai detik ini. 

Seperti biasa, begitu ia masuk, ia langsung menjadi pusat perhatian. Dengan begitu mudahnya ia membuat beberapa wanita melihatnya dengan tatapan tertarik. 

Siapa yang tak terpesona dan jatuh hati pada seorang Mikael Alexander yang memiliki garis wajah yang begitu sempurna? 

Selain wajahnya yang tampan luar biasa, dia juga memiliki postur tubuh bak model yang menjadi idaman kaum hawa. 

Di samping itu, penampilannya yang selalu elegan dan senyum mempesona selalu berhasil membuat para wanita terpikat hanya dalam beberapa menit saja. 

Sang pria yang layak mendapat julukan Don Juan tampan itu sekarang mengedarkan pandangannya ke seluruh mencari wanita yang membuatnya tak bisa tidur nyenyak selama berminggu-minggu. 

"Hei, tampan. Apa kau butuh teman di ranjangmu?" tanya seorang wanita dengan gaun merah menyala. 

Mikael hanya tersenyum tipis dan melanjutkan pencariannya. 

"Sialan! Kenapa dia begitu sulit ditemukan?" ujarnya mulai frustrasi. 

Andrew Finn telah mencari sang wanita keturunan Indonesia itu tapi tak berhasil menemukannya. Dia bahkan telah menyewa detektif untuk menyelidiki asal usulnya tapi tetap saja tak dapat ditemukan informasi sekecil apapun. 

Sayangnya ia memang masih gagal. Wanita yang ingin ditemui oleh tuan-nya tersebut sepertinya memang telah hilang ditelan bumi. 

Memang, Mikael hanya memiliki satu foto yang ia ambil diam-diam. Namun, sayangnya foto tersebut tak begitu jelas karena pencahayaan yang minim. 

Mikael mengambilnya saat mereka berada di lorong hotel. Bahkan, dari foto tersebut hanya tampak hidung dan bibir sang wanita. Matanya tertutup oleh rambut lantaran saat itu keduanya mabuk berat. 

Jadi, satu-satunya yang bisa dilakukan oleh Mikael adalah mendatangi klub malam itu dengan harapan sang wanita misterius itu muncul di sana. 

"Apa kau sudah menemukannya?" tanya Mikael dengan penuh harap. 

Andrew kebingungan setengah mati, "Belum, Sir. Saya tadi sudah meminta petugas untuk mengecek CCTV di malam itu tapi anehnya tak ada." 

Mikael menoleh, "Apa maksudmu tak ada?" 

"Tak ada yang terekam di hari itu, Sir. Sepertinya CCTV di seluruh gedung ini rusak di malam itu," jawab Andrew. 

"Kenapa bisa begitu? Dia tidak bisa ditemukan di mana-mana dan bahkan CCTV pun rusak saat itu. Apa menurutmu ini tidak aneh?" Mikael mulai merasa ada yang janggal akan hal itu. 

Andrew merespon, "Menurut saya, bisa saja memang terjadi kerusakan, Sir. Dan karena fotonya juga tidak terlalu jelas, maka ...." 

Mikael sontak menatapnya tajam sehingga Andrew tak jadi menyelesaikan ucapannya. 

"Ini aneh. Aku malah jadi penasaran. Siapa sebenarnya dia? Apa mungkin dia bukan wanita penghibur?" gumamnya bingung. 

Andrew masih diam. 

"Apa kau sudah menanyai para staf di sini?" 

"Sudah, Sir. Dua kali, malah. Tapi jawaban mereka tetap sama. Tak ada yang mengenal wanita itu." 

Mikael menyentuh dagunya, semakin tak mengerti. "Semakin aneh. Andrew, selidiki lagi. Aku tidak mau tahu, kau harus menemukan dia bagaimanapun caranya." 

Akan tetapi, hari demi hari berlalu, Mikael tetap tidak bisa menemukan wanita yang dia cari itu. 

***

Ananta pergi ke kota sebelah dan memulai hidup barunya sendirian di kota itu. Dikarenakan dia hanya memiliki uang cash yang terbilang cukup sedikit, dia memutuskan untuk menyewa kamar kos dan segera mencari pekerjaan. 

Secara kebetulan, dia dengan mudah bisa mendapakan pekerjaan yang letaknya tak jauh dari tempat tinggalnya. Pekerjaan pertamanya adalah sebagai kasir di sebuah minimarket. 

Tapi, baru beberapa hari bekerja, Ananta merasa kondisi badannya tidak enak. Dia sering mual-mual dan beberapa kali muntah.

"Nanta, kamu ... nggak coba cek?" tanya Haruka, salah satu rekan kerjanya dengan tatapan tidak enak, seolah takut Ananta tersinggung.

"Cek apa maksud kamu, Haruka?" tanya Ananta.

Haruka menjawab dengan berbisik, "Kehamilan."

Ananta terbelalak. Tiba-tiba jantungnya berpacu dengan cepat.

Cepat-cepat dia mengambil alat tes kehamilan dan membayarnya lalu pergi ke kamar mandi.

Haruka menemani gadis itu dengan cemas.

Begitu Ananta keluar dari kamar mandi dan merosot di dinding dengan wajah yang pucat, Haruka pun tahu hasil dari tes tersebut.

"Aku hamil, Haruka," ucap Ananta dengan ekspresi wajah masih syok.

Haruka segera memeluk dan menenangkan Ananta, "Nggak apa-apa, kamu pasti bisa melewatinya."

Ananta pun hanya bisa menangisi nasibnya.

Beberapa bulan setelahnya, perut Ananta pun telah semakin membesar. 

"Nanta, udah biar sini biar aku aja. Kasihan kandungan kamu," ujar Haruka. 

Ia langsung meraih bak jemuran berisi pakaian kering yang baru saja Ananta angkat. 

"Kamu kan baru aja pulang, Haruka. Kamu pasti capek banget," ucap Ananta, merasa tak enak. 

"Udah, nggak apa-apa. Aku malah kasihan kalau lihat kamu yang lagi hamil besar begini harus angkat-angkat," sahut Haruka. 

Ananta pun menghela napas panjang sembari mengelus perutnya. 

"Udah, kamu duduk aja. Biar aku yang taruh ini di belakang," ujar Haruka cepat. 

Ananta pun duduk di sofa ruang tengah dan menyalakan televisi. Ia mencari drama favoritnya. 

"Astaga, Nan. Kamu masih suka nonton drama itu? Apa nggak bosan?" celetuk Haruka yang telah kembali ke ruang tengah. 

"Ya nggak ada acara menarik lainnya sih. Adanya reality show, malah tambah bosen aku," sahut Ananta sambil menyandarkan kepala pada sofa. 

Haruka menyodorkan susu kotak, "Nih, minum. Biar kamu makin sehat. Bentar lagi kamu lahiran loh, harus lebih diperhatiin lagi gizinya." 

Ananta mengulas senyum, "Terima kasih, Haruka." 

Ia lalu meminum susu kotak itu sampai tandas. 

Ananta yang kehamilannya memasuki usia ke-9 bulan pun mengambil cuti dan sekarang ini hanya Haruka yang masih bekerja.

Meskipun begitu, Ananta tetap tak mau merepotkan Haruka dan hidup dari hasil kerjanya serta tabungan yang ia miliki. 

Walaupun terkadang ia merindukan keluarganya tapi ia tak pernah menyesali keputusannya pergi dari rumah keluarga besarnya.

Andai kata dia tetap bertahan dan keluarganya mengetahui bila dirinya hamil di luar nikah, maka sudah dipastikan dia juga akan tetap diusir dari rumah.

"Aku ganti ya Nan. Lihat infotainment aja deh," ujar Haruka. 

"Wah, ada berita pertunangan anak orang kaya tuh," ucap Haruka lagi, membuat Ananta tertarik. 

Suara host itu terdengar jelas, "Pertunangan yang cukup menggemparkan baru saja terjadi. Alan Samudera, pengusaha muda yang sedang naik daun akhirnya resmi melamar sang kekasih, Vina Wiriyo. Lamaran super romantis itu digelar di kota Paris yang dijuluki the City of Love ...." 

Mulut Ananta terbuka lebar seketika. 

"Mereka bertunangan? Bagaimana bisa?" 

"Sama-sama anak orang kaya, Nan. Ya bisa aja. Aish, mereka serasi banget yah. Bikin iri kaum misqueen kaya kita aja," Haruka berseloroh. 

"Bagaimana mungkin? Vina dan Alan?" ujar Ananta masih sulit mempercayainya. 

Saat ia berpikir keras, tiba-tiba saja ia merasakan nyeri di perutnya. "Auh. Aduh ...." 

Haruka menoleh kaget, "Kenapa, Nan? Perut kamu sakit?" 

Ananta mengangguk pelan, "Tolong, anterin aku ke rumah sakit, Ka!" 

"A-aku mau lahiran kayanya," ujar Ananta dengan napas putus-putus. 

"I-iya Nan. Aku ambil barang-barang kamu dulu ya." 

Persalinan pun berjalan dengan lancar. Ananta melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Sean. 

Saat pertama melihat bayi itu, Haruka langsung berkata, "Bayi kamu bule banget. Apa ayahnya orang asing?" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status