Share

5. Peringatan

Author: Aksara Ocean
last update Last Updated: 2025-03-14 11:21:48

Bab 5

"Mami sampai belain kamu segitunya?" tanya Bastian sedikit terperangah. Lelaki menyimpan sendok di piring dan mengabaikan menu makan malamnya selama beberapa saat. Setengah jam lalu ia baru saja pulang.

Baru saja Aruna menceritakan apa yang terjadi di klinik kecantikan. Perempuan itu kentara merasa tak enak hati, karena sudah membuat Lusiana bersitegang dengan teman-temannya. Apalagi keluar ancaman kejam dari mulut mertuanya. Aruna gelisah. Bagaimana kalau perempuan-perempuan tadi yang bergerak lebih dulu menghancurkan Lusiana?

"Kamu mikirin apa lagi?" tanya Bastian.

"Em ... gimana kalau Mami kenapa-kenapa, Mas?"

Bastian tertawa saat itu juga. Entah tawa geli atau tawa mengejek. Aruna tak bisa menerkanya dengan pasti.

"Mami itu punya power. Gak mungkin Mami kalah sama orang seperti Tante Herma dan teman-temannya. Harusnya mereka yang khawatir."

"Apa Mami mau melakukan sesuatu, Mas?"

"Entahlah, kamu tanya aja langsung sama Mami. Omong-omong, saya peringatkan supaya kamu dan Fathan gak sering-sering keluar. Kalau soal pergi ke klinik buat perawatan, saya bisa bangunkan salon buat kamu di rumah ini."

Aruna terkesiap dengan peringatan sekaligus tawaran itu. Kepalanya menggeleng. "Rasanya berlebihan kalau sampai harus bangun salon, Mas."

"Gak ada yang berlebihan buat saya. Toh saya yakin, kamu juga butuh itu. Bukannya kamu punya tujuan khusus kenapa sampai mau menikah dengan saya?"

Kali ini Aruna tak terkesiap, melainkan sudah tertegun. Memang betul Aruna lelah menjadi perempuan miskin yang tak punya apa-apa, sehingga menawarkan pernikahan lebih dulu pada Bastian. Namun, ia juga tak terlalu mata duitan. Aruna sudah cukup dengan semua fasilitas yang ada di rumah besar ini.

"Balik lagi ke persoalan tadi." Bastian kembali bicara dengan nada sangat serius, memanfaatkan ketidakhadiran Fathan yang sudah tidur lebih awal karena kelelahan. "Tugas kamu di sini hanya untuk menjaga Fathan, bukan keluar-keluar dan bergabung dengan sosialita lainnya."

Telak, hati Aruna berdenyut nyeri. Perkataan Bastian membuatnya makin sadar diri. Aruna mengangguk saja, memilih mengiyakan alih-alih harus bersitegang karena jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia menilai Bastian ini cukup kejam!

"Kamu ini jangan baperan, Run. Kamu sama Mas Bastian menikah bukan karena cinta." Demi makin menyadarkan dirinya, Aruna terus mengucapkan kalimat itu, sampai makan malam selesai dan ia naik ke lantai dua untuk tidur.

Aruna masuk ke kamar utama, merebahkan tubuhnya di atas ranjang super empuk. Ia menghadap ke arah jendela besar yang tertutup gorden tebal. Aruna gelisah, mendadak penasaran apakah Bastian akan kembali menghindar seperti malam-malam sebelumnya?

Tepat tengah malam, pintu kamar terdengar terbuka. Kontan Aruna menutup mata dan berpura-pura tidur. Gerakan di sebelah tempat tidur membuatnya makin gelisah. Ia tahu itu Bastian, sebab wanginya yang khas tercium hidung.

Satu detik, dua detik, sampai beberapa menit berlalu, tak ada lagi pergerakan di sampingnya.

Malam itu, untuk pertama kalinya mereka tidur di atas ranjang yang sama. Namun, tentu saja tak ada sesuatu yang terjadi. Mustahil Bastian mau menyentuh perempuan yang menyerahkan hidupnya hanya demi uang, pikir Aruna mencoba tetap tenang.

***

"Aku gak suka putih telur, Ma. Boleh 'kan, kalau aku makan kuningnya aja?"

Pagi-pagi saat sarapan, Fathan sudah banyak protes. Tak mau putih telur, tak mau minum air hangat, dan tak mau sarapan sayur serta nasi. Aruna sungguh belajar untuk bersabar. Ia harus paham kalau Fathan memang sangat pemilih dalam hal makanan.

"Oke, tapi kamu harus pilih salah satu dari makanan ini. Mana yang sekiranya mau kamu singkirkan?" tanya Aruna menyimpan piring kecil di depan anak sambungnya.

"Mama, aku gak suka semuanya!" Fathan mulai merengek, kembali menyebut makanan apa saja tak tak akan pernah ia masukkan ke dalam mulutnya.

"Kalau begitu, Mama singkirkan dulu brokolinya, terus Mama simpan putih telur satu suap. Coba dulu, ya?"

Fathan berdecak. Kalau sudah seperti ini, Aruna bisa melihat sifat Bastian yang menyebalkan dalam diri anak berumur tujuh tahun itu.

"Coba dulu, Sayang. Mau denger apa kata Mama gak?"

Di tempat tak jauh dari meja makan, Bastian yang tengah bicara pada kepala asisten rumah tangganya itu melihat lekat pada dua orang di sana. Ia ingin tahu, apalah Fathan akan mengikut permintaan Aruna atau tidak.

"Astaga …." gumamnya sungguh takjub, karena Fathan mau menyuapkan irisan putih telur ke dalam mulutnya. Kendati wajahnya menunjukkan ketidaksukaan, tetapi putra semata wayangnya itu tetap menelan habis.

Diam-diam Bastian merasa takjub dengan cara Aruna membujuk Fathan.

"Ada lagi tambahan, Pak?" tanya Marini.

"Itu saja. Saya minta Bi Mar dan yang lainnya bekerja sama. Laporkan pada saya, kalau Aruna keluar dari rumah ini tanpa alasan. Jangan sampai dia mengajak Fathan." Bastian mengulang titahnya yang tadi.

Marini mengangguk dan pamit undur diri. Sementara Bastian melanjutkan langkah ke luar dari rumah. Ia akan meminta para security untuk mengetatkan penjagaan.

Sementara di meja makan, Aruna sudah tertawa geli melihat wajah Fathan. Aruna menerka kalau Fathan ini ingin merengek, tetapi anak lelaki itu menahannya sekuat tenaga.

"Mama bangga sekali sama Fathan! Makasih udah mau nurut apa kata Mama." Aruna mengusap penuh kasih puncak kepala putranya.

Fathan pun akhirnya tersenyum. Segala hal yang membuat Aruna senang, pasti juga menular pada perasaannya.

Di tengah kehangatan meja makan itu, ponsel yang ditinggalkan Bastian berdering. Aruna menoleh ke arah tangga, tetapi Bastian sudah tak ada di sana. Aruna memiliki niat menyerahkan ponsel milik suaminya. Namun, tanpa diduga Fathan malah mematikan panggilan itu.

"Jangan dikasih sama Papa, Ma. Itu dari Tante Jahat!" ucap Fathan kembali duduk di tempat semula.

Mau tidak mau, Aruna memanjangkan leher demi melihat siapa penelepon tadi. Nama Sandra tertera di sana. Sudah pasti itu adalah nama perempuan, bukan? Namun, mengapa Fathan memberikan julukan Tante Jahat pada perempuan itu?

*******

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   110. Ancaman Untuk Sandra

    Bab 110 Ancaman Untuk Sandra"Papa tidak bisa menyentuh Bastian! Dia dijaga banyak orang!"Juanda kembali marah setelah mendengar perkataan Burhan di seberang sana. "Lakukan cara apapun, Pa! Jangan biarkan Bastian menang, karena kita harus mendapatkan Fathan! Ingat, Pa, sampai detik ini menantu Papa tidak bisa melahirkan anak laki-laki! Cuma aku yang bisa memberikan Papa penerus keluarga!"Setelah berucap sembarangan pada ayahnya sendiri, Juanda langsung mematikan sambungan telepon. Ia begitu emosi, lantaran tak ada seorang pun yang bisa diandalkan.Semuanya menyerah saat berurusan dengan Bastian."Apa yang mereka takutkan dari seorang Bastian Widjaya? Laki-laki tak sekuat kelihatannya! Bastian sangat lemah, apalagi jika orang-orang terdekatnya berhasil diusik!"Juanda memukul-mukul setir kemudi. Sekarang ia bingung harus merencanakan apa, lantaran kepalanya terasa penuh.Lantas beberapa saat kemudian, Juanda teringat pada Sandra. Perempuan itu mengatakan akan mendapatkan informasi te

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   109. Permintaan Aruna

    Bab 109 Permintaan ArunaBastian tak memaksakan kehendak. Setelah Aruna mengatakan tidak, maka ia pun keluar dari kamar. Hanya saja, sekarang Bastian merasa bingung harus mengatakan apa pada Lusiana."Bas, Mami bingung harus menenangkan Fathan dengan cara apalagi. Tiap hari dia selalu menanyakan Aruna. Dia sangat rindu sama ibunya, Bas. Tolong beri tahu Aruna soal Fathan. Mami gak tega melihat Fathan terus murung tiap harinya karena gak bisa ketemu sama Aruna."Untuk menyampaikan hal tersebut, siang tadi Lusiana menemuinya di kantor. Bastian pun mengatakan kalau ia akan bicara pada Aruna. Karena bagaimanapun, kebahagiaan Fathan adalah nomor satu.Sebenarnya, sejak Fathan tinggal di rumah Lusiana, Bastian sudah mengkhawatirkan hal seperti ini, mengingat istri dan anaknya sangat dekat. Fathan pastilah merasa bingung, karena mendadak ia tak bisa menemui Aruna.Jangankan bertemu secara langsung, bicara melalui telepon saja tidak pernah bisa."Apa aku harus memohon pada Aruna, atau mengata

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   108. Diary Berlian

    Bab 108 Diary Berlian"Dari baunya, warna kertasnya yang sebagian sudah menguning, buku ini bukan buku baru," gumam Aruna, setelah membuka asal beberapa lembar dari buku harian milik Berlian.Aruna memang sangat berhati-hati, karena ia berpikir kemungkinan besar Bastian akan menipunya, mengingat kamar ini berada di rumah lelaki itu."Aku putuskan, kalau ini memang buku harian milik mendiang Berlian." Aruna bergumam lagi. Sembari mengangguk setelah mendapatkan keyakinan, akhirnya ia membuka halaman pertama.[Kata orang, awal memasuki dunia perkuliahan adalah masa-masa terindah untuk jatuh cinta. Dan sejak pertama kali masuk kuliah, aku sudah jatuh cinta dengan seorang kakak tingkat. Kemarin malam saat acara wisuda cinta pertamaku ini, aku memberanikan diri memberikan dia buket bunga. Senang sekali, karena dia menerima dan menanyakan namaku!]Tanpa sadar, Aruna ikut tersenyum membaca isi hati Berlian yang tertuang dalam sebuah catatan. Membuka halaman kedua, Aruna pun ikut merasakan bet

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   107. Pembalasan Bastian

    Bab 107 Pembalasan BastianHari ini Juanda merasa sangat bahagia. Semuanya sesuai dengan rencana yang telah disusun. Kedua orang tuanya akhirnya mengizinkan ia menikahi Aruna, agar kelak bisa mengambil alih Fathan. Selain itu, Burhan juga bermurah hati memberikan fasilitas lain, seperti bodyguard yang mulai besok akan berjaga di villa, juga tentunya nominal uang yang tak sedikit.Sekarang, Juanda tengah melakukan perjalanan menuju villa. Ia akan mengajak Aruna makan malam di luar, tentunya di lokasi yang jauh sekali dari kediaman Bastian.Akan tetapi, saat mobilnya sudah dekat dengan area villa, Juanda keheranan karena ada banyak orang berbondong-bondong ke arah tempat tinggalnya."Kenapa mereka naik ke bukit? Ada apa ini?" tanya Juanda mulai merasa was-was.Saat itu juga, ia menambah laju kendaraan. Saat semakin dekat, barulah Juanda melihat kepulan asap yang berasal dari dalam villa. Kontan saja lelaki itu keluar dari mobil dengan langkah begitu cepat."Kenapa rumahku bisa terbakar?

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   106. Rencana Licik

    Bab 106 Rencana LicikJuanda telah tiba di kediaman keluarga Raharja. Dengan langkah ringan, ia masuk begitu saja, tak memedulikan tatapan para asisten rumah tangga yang terkejut akan keberadaannya.Sudah lama sekali Juanda tak pulang, karena selama ini ia selalu bersembunyi di beberapa tempat untuk menghindari dendam kesumat keluarga Widjaya. Lantas sekarang, Juanda punya alasan mengapa tiba-tiba saja ia pulang ke rumah.Pertama, Juanda ingin mengambil dokumen-dokumen penting miliknya. Kedua, ia harus meminta uang pada Burhan. Lalu yang ketiga, Juanda akan membeberkan rahasia besar yang selama ini disembunyikan rapat-rapat oleh keluarga Widjaya."Seenaknya kamu pulang ke rumah tanpa pernah memberi kabar keluarga kamu sendiri!" Burhan menghampiri Juanda yang tengah sibuk di kamarnya.Asalnya Burhan tengah berada di kantor, tapi orang-orang di rumah kompak memberi kabar serupa, bahwa Juanda ada di rumah. Maka dari itu ia memutuskan untuk pulang. Sementara sang istri akan menyusul setel

  • Ibu Pengganti Untuk Anak Presdir   105. Lusiana Dan Aruna Bersitegang

    Bab 105 Lusiana Dan Aruna Bersitegang"Kamu pikir aku akan percaya, Mas?" tanya Aruna dengan tawa. "Setelah menyaksikan sendiri betapa kasar perlakuan kamu, aku memutuskan untuk tetap percaya pada Juanda!" putusnya berdiri tegak."Tidurlah di kamar ini, dan cari tahu semuanya sendiri. Jawaban yang sebenarnya ada di sini," ucap Bastian ikut berdiri."Aku mau keluar dari rumah ini, Mas! Aku gak mau jadi istri dari seorang pembunuh seperti kamu!""Apa maksud kamu?!" Lusiana yang baru saja tiba dan mendengar semua perkataan Aruna, langsung masuk ke dalam kamar dengan wajah penuh amarah."Siapa pembunuh yang kamu maksud?!" tanyanya tetap membentak."Anak Mami adalah pembunuh!" jawab Aruna menunjuk Bastian. "Jangan sembunyikan apa pun lagi, karena aku sudah tau semuanya! Sekarang, lebih baik kalian semua lepaskan aku dari sini!"Lusiana sungguh tak menyangka, Aruna berani mengatakan kalimat di luar nalar seperti itu. Amarahnya melesat naik, ia siap membantah dan kembali memarahi sang menant

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status