Beranda / Romansa / Istri Kedua Sang Presdir / Bab 3. Tiba-tiba Sah!

Share

Bab 3. Tiba-tiba Sah!

Penulis: Wijaya Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-19 20:55:32

Neina menatap ujung sepatunya. Nafasnya berhembus lirih, seperti ingin meluruhkan gemuruh di dadanya yang tak kunjung reda. Hatinya masih belum bisa percaya bahwa semua ini nyata. Bahwa ia, seorang Neina Zalika, sedang berdiri di tengah konflik dua generasi keluarga paling berkuasa yang pernah ia kenal—dan berada tepat di pusat badai yang mereka ciptakan.

Neina pun tak mengerti. Mengapa hidupnya sejak dulu terus berurusan dengan keluarga Daniswara Sakti. Semua yang terjadi dalam hidupnya, tak luput dari campur tangan pria tua yang saat ini sedang berjuang di antara hidup dan mati. 

Dari sekolah, kuliah, pekerjaan,  hingga perekonomian dirinya dan sang nenek selalu ada andil dari pria tua itu. Apa memang, ia ditakdirkan untuk membalas budi? Jika ia menolak, memang patut dirinya dicap sebagai orang tak tahu balas budi. 

Ia memejamkan mata, mengingat saat terakhir berbicara dengan Daniswara. Lelaki tua itu memang selalu memperlakukannya dengan hangat, terlalu hangat untuk ukuran hubungan seorang asing yang saat ini bekerja menjadi sekretaris generasi penerus satu-satunya Daniswara Sakti. 

Tapi Neina tak pernah berpikir lebih dari itu. Ia selalu mengira itu karena Daniswara mengenali kerja kerasnya, kepandaiannya, ketulusannya. Ia tak pernah menduga—bahwa di balik senyum hangat dan bantuan yang selama ini ia terima, tersimpan rencana sebesar ini.

“Apa aku harus berakhir menghianatimu, Mas Raka?” Neina teringat pada Raka. Pria yang selama ini mengisi hatinya. Bahkan, rencana pernikahan sudah mereka siapkan penuh keyakinan. 

Bukan sekali dua kali orang menudingnya sebagai pemanjat sosial. Tapi baru hari ini ia benar-benar merasa seolah tuduhan itu melekat di kulitnya, menempel seperti noda yang tak bisa dibasuh dengan air mata.

“Ini akan semakin membuktikan kebenaran yang dituduhkan padanya, jika sampai terjadi.” Pikiran Neina begitu penuh, saling gaduh bertarung dalam benaknya. 

Tapi ini bukan tentang harga diri semata. Ini tentang rasa bersalah, sebab situasi saat ini terjadi saat ia bersikeras menolak permintaan pria tua yang begitu disegani. 

“Neina.”

Suara itu membuatnya tersentak. Keandra kini berdiri hanya selangkah darinya, matanya tidak lagi setajam pisau. Masih curiga, masih menyimpan dendam, tapi ada sesuatu yang berubah. Ada rasa ragu yang sebelumnya tidak pernah hadir dalam tatapannya.

Neina mendongak. “Ya, Pak?”

Keandra menatap surat di tangannya. Suaranya serak saat berkata, “Jika kau ingin kabur dari semua ini... aku tidak akan menghentikanmu.”

Neina tersenyum miris. “Saya sendiri bingung. Tapi, saya juga takut jika tidak bisa memenuhi keinginan terakhir Pak Daniswara.” Neina menunduk dalam dalam kebingungan yang harus segera ia putuskan. 

“Hutang budi saya terlalu banyak,” lirihnya pelan dalam kata yang terucap di bibir manisnya. 

Lalu keheningan menyusup di antara mereka, begitu tebal dan berat hingga detak jam terasa seperti dentuman. Tak ada lagi kata yang terucap dari Keandra. Hanya keheningan yang membersamai keduanya. 

Aji, yang sedari tadi berdiri dalam diam, mengambil satu langkah maju. “Tuan Muda. Tuan Besar tidak punya waktu. Kalau anda tidak siap menandatangani, saya harus mencari cara lain untuk memenuhi harapan beliau.”

“Apa maksudmu?” tanya Keandra penuh selidik.

“Kita harus menyetujui hal terburuk sekalipun, agar  tuan besar tidak tersiksa dengan alat-alat bantu di sana.”

Keandra menatap nyalang pada Aji yang begitu berani atas sikapnya yang akan dilakukannya. Kenapa pria itu begitu berani mengambil keputusan untuk kehidupan kakeknya? 

Keandra menatap Neina lama. Di matanya, ada badai yang berputar cepat. Kemarahan, kebingungan, dan... keputusasaan. Ia sudah masuk menemui kakeknya yang belum tersadar. Bantuan alat medis menempel ke beberapa permukaan tubuh tua di dalam sana, semakin membuatnya berada dalam dilema. 

“Siapkan semuanya. Sekarang juga,” perintah Keandra pada Aji. 

Aji terkejut mendengar persetujuan yang dilakukan oleh Keandra. Ia segera mengangguk untuk mempersiapkan wasiat tuannya. 

Keandra menatap Neina dengan tatapan yang begitu menakutkan. “Aku tidak percaya padamu,” katanya pelan.

Neina mengangguk, tanpa tersinggung. “Aku pun tak pernah minta dipercaya.”

“Ini hanya untuk wasiat. Bukan untuk hal lain. Kamu harus tahu itu,” ujar Keandra penuh penekanan. 

Neina menatap pria itu dalam-dalam. Ia tidak menjawab dengan kata-kata, hanya mengangguk pelan. Entah karena lelah atau karena memang sudah tidak ada pilihan lain.

“Saya tahu, Pak. Saya sadar posisi saya,” jawab Neina pasrah dengan keadaan yang terjadi. 

Aji menghela nafas panjang. Tentu saja ia merasa lega, sebab Keandra mau melakukan wasiat yang diminta oleh tuannya itu. 

“Lakukan dengan rapi. Saya nggak mau ada orang lain tahu hal ini,” ujar Keandra tiba-tiba. 

Aji mengangguk, “saya akan lakukan sebaik mungkin, Tuan Muda.”

Tidak membutuhkan waktu yang lama. Seorang pejabat KUA pun tiba untuk mempersiapkan pernikahan yang diinginkan oleh Daniswara. Semua dilakukan secara tertutup. Hanya ada penghulu yang menikahkan, dan satu dokter yang menangani beserta Aji yang menjadi saksi pernikahan dadakan yang terjadi di ruang ICU dengan Daniswara masih memejamkan mata ditemani bunyi alat bantu pada tubuhnya. 

“Sah!” 

Satu kata yang masih membuat Neina tak percaya. Kejadian bertubi sejak kemarin, hingga hari ini sungguh diluar akal sehatnya. Ia sendiri masih bingung dengan apa yang terjadi dalam hidupnya kali ini. 

“Neina,” panggil Aji pada Naina yang melamun sejak tadi. 

Neina tersentak, menatap ke arah Aji yang memanggilnya. Penghulu yang melihat sikap Neina tersenyum, sedang Keandra menatap lurus dengan segala pikirannya. 

“Cium tangan suamimu. Tuan Muda sudah sah menjadi suamimu sekarang,” pinta Aji pada Naina. 

Neina yang mendapati perintah itu merasa ragu untuk melakukannya. Bagaimana untuk menyentuh kulit pria yang telah berubah status menjadi suaminya. Bahkan, ketika di kantor untuk bertemu dengannya saja, pria itu enggan melakukannya. 

“Ayo,” bujuk Aji lagi, dan Neina masih dalam kebingungan dan keraguan. 

Meski ragu, Neina mulai mengangkat tangannya. Diambilnya tangan Keandra, ia mencium punggung tangan pria yang dalam sekejap berubah status dari atasan menjadi suaminya. 

 Keandra memalingkan wajah. Enggan menatap pada Neina yang tengah mencium punggung tangannya. Dirinya sangat menyesal, harus mengkhianati Olivia, istrinya, yang saat ini sedang mengembangkan karir di Italia.  

Setelah semua urusan surat menyurat selesai. Petugas KUA pamit dan menyisakan Keandra, Aji, dan Neina di ruang perawatan Daniswara.

Keandra memecah keheningan, “sebaiknya kamu pergi dari sini,” perintah Keandra pada Neina. Ia tak ingin berlama-lama berada di sekitar Neina. Meminta pergi adalah pilihan yang dilakukannya. 

Neina menatap pada Aji sejenak, dan mendapati anggukan dari pria tersebut. “baik, Pak. Saya akan pergi,” putus Neina mulai beranjak dari duduknya. 

“Ingat! Jangan terlalu bangga dengan statusmu sekarang. Sampai ada yang tahu kejadian ini. Kau yang harus bertanggung jawab,” peringat Keandra penuh ancaman.  

Neina yang baru saja hendak memegang handle pintu itu terhenti. Menoleh pada Keandra yang bahkan bicara tanpa menatap ke arahnya. 

“Saya tahu apa yang harus saya lakukan. Bapak tenang saja,” jawab Neina penuh keyakinan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Bunda Ernii
kasihan kamu Neina.. padahal ini bukan keinginanmu.. kamu juga korb4n di sini..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 72. Tamparan Tak Terduga

    Neina menunduk hormat. Ia pun berusaha tersenyum ramah pada Olivia. “Saya permisi, Bu Olivia.”Ia segera masuk ke mobil yang sudah menunggu sejak tadi. Ia segera masuk, dan pintu ditutup perlahan, seolah takut menimbulkan bunyi keras yang memecah pagi. Supir langsung yang mengantarkannya langsung memutar ke bangku kemudi, tentu setelah memberi hormat pada Olivia yang menatap tak suka ke arahnya Ia langsung menyalakan mesin. Dari balik jendela gelap, Neina melihat Olivia masih berdiri di tempat, menatapnya bagai duri yang menusuk mata.Begitu mobil bergerak meninggalkan halaman rumah, Neina merosot di jok, meletakkan map di pangkuannya. Telapak tangannya dingin meski AC mobil baru saja dinyalakan.Debaran jantungnya berpacu dengan begitu kuat. Seolah baru saja menghadapi dosen bimbingan killer yang tak boleh salah sedikitpun. Ponselnya bergetar di tas. Satu pesan baru masuk. Ia langsung membuka dan melihat, khawatir pesan penting yang dikirim. Felix, “Neina. Apa kamu pagi ini

  • Istri Kedua Sang Presdir   71. Rasa Penasaran Olivia

    Neina berdiri sendirian di dapur, merapikan cangkir kopi Keandra dan Olivia yang masih hangat setengah penuh. Sesekali ia mengintip jam dinding, menimbang berapa menit lagi waktu dirinya untuk segera bersiap ke kantor. Tiba-tiba, Bibi Raras datang menghampiri, “Biar Bibi saja yang mencuci piring. Kamu bersiap berangkat kerja, Nona,” ujar Bibi Raras sopan pada Neina. Ia tak ingin gadis itu telat bekerja dan akan kembali mendapat marah dari Keandra. Bukan marah yang dikhawatirkan. Lebih tepatnya, ia khawatir Keandra akan semakin memberikan banyak pekerjaan. “Tapi, Bu–”“Tidak ada tapi-tapian. Anda sudah bekerja terlalu keras, Nona. Kerja anda juga sangat baik. Tidak ada alasan lagi untuk anda menolak bantuan saya sekarang. Tuan Muda tak akan marah. Beliau masih sibuk bersiap di kamar bersama Nona Olivia,” tegas Bibi Raras.Sejak semalam, ia kesal. Sebab Neina bersikeras menolak bantuan tenaga yang diberikannya. Alasannya, “nanti Bu Raras yang kena marah oleh Pak Keandra. Neina tida

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 70. Tak Lelah Mengintimidasi

    Neina menahan senyum getir. “Saya hanya berusaha bekerja sebaik mungkin, Bu. Dan sebab itulah saya bisa berada di sini dan di perusahaan Pak Keandra.”Ya. Berusaha menutupi apa yang sebenarnya terjadi antara Keandra dan dirinya-lah yang mampu Neina lakukan. Tak mungkin berkata sesunggunguhnya. Sebab akan membuat Keandra murka. Jika itu ia lakukan. Olivia mendekat, jarak mereka hanya sejengkal. Wajahnya yang nyaris tanpa pori itu hanya sejauh embusan napas. “Tapi kau sadar kan? Keandra tidak benar-benar… menyukai keberadaanmu di sini.”Kalimat yang menusuk. Neina terdiam sejenak. Mencari kata yang tepat untuk diungkapkan. Dari setiap kata yang Olivia sampaikan, terlihat jelas jika ia tahu situasi yang terjadi antara dirinya dan Keandra.Tapi …. untuk pernikahan mereka. Neina tidak mengetahui kebenarannya. Neina menahan napas, dadanya menegang. Bibirnya tertarik ke sudut, membentuk senyum tipis yang pahit.“Itu benar, Bu. Pak Keandra tidak suka saya terlalu lama di sini. Tapi … ada

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 69. Tanya yang Menyudutkan

    Olivia menoleh lagi pada Neina, pandangannya bagai pisau tumpul yang menusuk lambat. “Keandra tahu persis aku suka croissant. Dia selalu bilang, ‘Jangan biarkan Olivia makan roti yang keras, lidahnya terlalu mahal,’” katanya sambil tertawa kecil. Tawa yang manis tapi ada guratan sinis di sudut bibirnya.Neina membalas dengan senyum tipis, "Pak Keandra memang selalu memperhatikan Ibu. Itu yang saya dengar dari Bibi Raras, Bu."Neina berusaha bersikap senormal dan sesopan mungkin agar tidak membuat kesalahan pada orang yang paling bisa membuat Keandra murka. Olivia mendekat sedikit, bahunya nyaris menempel. Ia berbisik pelan, seolah rahasia di antara mereka. “Kau tahu, Neina? Meskipun kami jarang tinggal serumah, Keandra tak pernah lupa hal kecil tentangku. Kopi, roti, bahkan suhu AC di kamar kami.”Olivia terkekeh kecil saat berbicara soal Keandra yang selalu memperhatikannya itu. Neina hanya mengangguk, berusaha tetap menatap nampan. “Saya percaya itu, Bu.”Olivia terkekeh lagi,

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 68. Ketegangan di Pagi Hari

    Pagi-pagi sekali, di rumah megah keluarga Daniswara selalu punya ritme sunyi yang khas. Sinar matahari pagi perlahan merambat masuk dari celah tirai linen putih, menyebarkan kehangatan di dapur luas berdominasi marmer abu-abu. Hampir pukul satu dini hari, Neina baru bisa merebahkan diri setelah berbagai macam drama yang diminta oleh Keandra dan Olivia. Dan semalaman itulah, ia harus melayani dengan baik apa pun yang diinginkan oleh sepasang suami istri yang baru kembali dari Paris itu. Aroma kopi robusta yang kuat bercampur manisnya wangi croissant mentega, menciptakan harmoni yang bikin perut keroncongan. Neina tidak bisa mengeluh, demi menjalankan perintah yang diminta oleh Keandra untuknya semalam itu. Jujur saja, kedua matanya masih mengantuk. Terbiasa kerja keras dan telat beristirahat, tidaklah terlalu menjadi beban baginya. Di dekat kompor, Neina cekatan sekali. Tangannya lincah memotong baguette, menata keju brie di atas talenan kayu, lalu merapikan selai aprikot di mangku

  • Istri Kedua Sang Presdir   67. Pelayan Suami & Madu

    Keandra tak menjawab apa yang Neina katakan padanya barusan. Membiarkan Neina, dengan menatap tajam ke arah wanita yang sedang berdiri di antara mereka menikmati hidangan makan malam sepasang suami istri yang indah. Menurut mereka. Neina mengabaikan tatapan tak bersahabat dari Keandra yang mengintimidasinya itu. Tetap berdiri tenang, bersiap menunggu perintah yang kapan saja memintanya untuk dilayani. Ia dengan langkah kecil dan hati-hati sebab tak ingin buat kesalahan, bergerak menuju lemari penyimpanan. Jemarinya yang ramping meraih sebotol wine merah tua, lalu kembali mendekat ke meja.“Izinkan saya menuangkan wine, Pak, Bu,” suara Neina terdengar pelan, nyaris berbisik, memecah keheningan yang sedikit mencekam.Keandra, sang kepala keluarga, mendorong gelas kristalnya sedikit ke depan. Matanya yang tajam menatap Neina tanpa ekspresi. “Isi penuh,” perintahnya singkat.“Baik, Pak.” Neina menunduk, berusaha menyembunyikan getaran halus di tangannya. Anggur merah itu mengalir perl

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status