Melihat dosen tampannya kebingungan, hal itu justru malah membangkitkan sesuatu dalam diri Silvana. Gadis itu tidak bisa berhenti terpesona pada apa yang sedang dia saksikan didepan mata. Sosok Sir Leon benar-benar seribu kali lipat lebih tampan dalam situasi ini. Rambutnya yang acak-acakan dengan bibirnya yang basah malah menambah kesan seksi pada pria itu.
Ya, Sir Leon yang Silvana pikir tidak akan pernah bisa dia sentuh sejauh ini, justru telah dia dapatkan meskipun dengan cara yang bisa dibilang tidak benar. Tapi hey, ini adalah sebuah bentuk usahanya. Benar atau tidak Silvana hanya perlu memastikan bahwa dia meraih apa yang memang dia inginkan. Dia tidak peduli dengan metode apa dia bisa meraihnya. “Aku baru saja memberimu ucapan terima kasih yang pantas Sir. Ini imbalan bagi pria gentleman yang telah membela harga diriku dari kedua laki-laki brengsek tadi.” Silvana memberi alibi untuk mengusir raut kebingungan dari wajah sang dosen muda. Tapi ketika melihat raut mukanya yang makin carut marut, gadis itu malah tidak tahan untuk menciumnya lagi. Ya, dia benar-benar melakukannya. Membuat Sir Leon kembali terhenyak atas aksi lumayan brutal yang dia lakukan. Mulanya Silvana sedikit khawatir sang dosen akan menolaknya atau bisa jadi pria itu akan mundur dan membencinya. Namun spekulasi tersebut lenyap berganti dengan rasa girang dalam hati ketika menyadari bahwa ciumannya kali ini diambil alih kontrolnya oleh Sir Leon.Kedua tangan pria itu menangkup wajahnya saat bibir mereka kembali bertemu untuk kedua kalinya. Sadar bahwa perasaannya terbalaskan, Silvana langsung bereaksi meletakan tangannya di dada Sir Leon sambil memiringkan kepala. Pria itu menggeram, bahkan sampai menggigit pelan bibir bawah Silvana karena dia memang cukup berpengalaman dalam hal ini meskipun memang masih dibawah Sir Leon. Ciuman itu semakin dalam, lidah mereka saling bertautan satu sama lain. Sir Leon sekali lagi mengerang pelan, membawa jemarinya turun untuk bekerja memberikan kesenangan lain untuk mahasiswi nakalnya. Pria itu memberikan remasan pelan disana. Berkat aksi tidak terpuji namun sangat Silvana sukai tersebut, gadis itu menggeram sebagai respon. Merasa perlu memberikan balasan yang cukup berarti, Silvana juga menggerakan tangannya pelan keatas tubuh Sir Leon. Memberikan belaian untuk otot-ototnya yang ternyata lebih lembut dari sangkaannya. Ketika asupan oksigen mulai menipis keduanya melepaskan ciuman mereka. “Wow… benar saja, seperti yang sudah aku duga,” komentar Silvana nampak puas atas kinerja sang dosen terhadap dirinya. “Kau tidak harus menduga apa-apa,” jawab Sir Leon. “Lebih baik kita berhen—" ujaran pria dewasa itu langsung terpotong begitu merasakan jemari gadis itu telah bergerilya menyentuh bagian depan celananya. Silvana tentu tidak akan membiarkan ada ucapan seperti itu keluar dari mulut dosen kesayangannya. Terlebih dia sudah sejauh ini, dan lagi ini adalah sebuah scene yang sesungguhnya telah dia nantikan dan dia dambakan. Silvana masih ingat bagaimana mengagumkannya Sir Leon ketika dia pertama kali mendapati pria itu sedang bercinta dengan seorang wanita ditempat terbuka. Maka dengan bekal rasa ingin yang sama, Silvana ingin mewujudkan fantasi liarnya menjadi kenyataan. Dia ingin merasakan apa yang perempuan jalang itu rasakan. Karena itu Silvana akan memastikan dirinya memberikan kesan cukup baik untuk dapat diingat oleh pria ini. Akan lebih bagus bila dia mulai menggunakan Silvana sebagai objek fantasi dewasanya. “Silvana …” Cara Sir Leon memanggilnya sekarang benar-benar sangat seksi. Suaranya yang sedikit serak dengan napasnya yang memberat, serta banyaknya campuran emosi didalam baritone pria itu justru malah memacu Silvana untuk berbuat lebih. Alih-alih menghentikan aksinya, pria itu seperti sudah mulai takluk akan nafsunya sebagai manusia dibandingkan akal sehatnya. Sebab Silvana tahu bahwa dia tidak menerima sedikitpun penolakan dari gesture tubuhnya. Melihat kesempatan emas didepan mata, Silvana jelas tidak akan menyia-nyiakannya. Gadis itu makin berani sekarang, bahkan posisinya telah berubah menjadi berlutut dihadapan dosen tampannya. Silvana tersenyum ketika pria itu terlihat sudah pasrah akan keadaan mereka berdua berdua. “Fuck, Silvana.” Sejujurnya gadis itu sedikit kaget mendengar sang dosen mengumpat dengan kata kasar, tapi suaranya yang seksi jelas tidak bisa mendapatkan pengabaian. Gadis itu malah sudah mulai bekerja untuk menyentuh milik Sir Leon secara utuh tanpa penutup apapun dibawah sana. “Bagaimana kalau ada orang yang kemari dan melihat kita?” “Sebenarnya itu lebih bagus, Sir. Meskipun aku sebenarnya cuma punya niat untuk membuatmu keluar disini,” balas Silvana, gadis itu bahkan masih sempat mengedipkan mata pada sang dosen yang kini telah menatapnya dengan mata berkabut gairah. “Kalau kau khawatir soal orang yang lewat, tenang saja. Kurasa tidak akan pernah ada orang yang akan lewat kemari. Jadi jangan cemas dan nikmati saja oke?” Kata-kata yang Silvana ucapkan terdengar cukup penuh kepercayaan dan optimisme yang tinggi. Padahal gadis itu sendiri tidak pernah yakin terhadap apa yang dia ucapkan. Dia hanya ingin melakukan hal yang sama seperti yang pernah dia saksikan. Sisanya dia tidak peduli. Ketika berhasil mendapati apa yang Silvana ingini, gadis itu menatapnya dengan penuh kekaguman. Wajahnya memerah. “Ini benar-benar seksi, Sir,” puji Silvana dan mulai bekerja memanjakan pria nomor satu yang dia inginkan itu menggunakan ujung lidahnya. Merasakan sentuhan pada bagian dari dirinya yang paling pribadi, pria itu kontan mengerang. Silvana menghadiahi senyuman manisnya untuk Sir Leon, ekspresi pria itu membuat gairah didalam dirinya terpercik. Tubuhnya jadi memanas sendiri, terlebih ketika menyadari bahwa alasan Sir Leon memasang wajah seperti itu adalah karena dirinya. Pria itu memejamkan mata guna merasakan lebih dalam kenikmatan yang dia dapati dari mahasiswinya sendiri. Salah satu tangannya meremas rambut Silvana, sementara tangan yang lainnya terkulai tidak berdaya. Ini benar-benar pemandangan yang terlalu panas, membuat Silvana puas akan dirinya sendiri. “Oh My God ….” Sir Leon menggeram tatkala rasa nikmat mulai bergerak ke seluruh tubuhnya.Pria itu memandang kearah Silvana yang sedang berupaya kesar untuk menandaskan miliknya kedalam mulutnya lebih dalam lagi. Melihat mulut gadis itu penuh, gairah Sir Leon tentu saja makin tercambuk pada titik yang lebih tinggi lagi. Apalagi ketika gadis itu menatap mata Sir Leon ketika dia berhasil menelan keseluruhan miliknya hingga pangkal. Silvana sedikit tersedak, itu agak menyakitkan karena dia bahkan perlu usaha keras untuk memberikan Sir Leon kepuasan hingga dititik yang tidak akan pernah dia lupakan. Terus terang, ini pengalaman pertamanya mengalami kesulitan untuk hal ini. Meski begitu, Silvana justru merasa makin tertantang untuk melakukan yang lebih. Dia menggoda, menaikturunkan kepalanya dengan jemari yang membelai paha pria itu. Kontan saja, rambutnya dijambak dengan gemas oleh Sir Leon. Sekali lagi, Silvana telah sukses memberikan rasa nikmat pada sang dosen idamannya.“That’s it!” Dia menggeram lagi. “Ah, kau benar-benar pandai melakukannya, baby girl.”Mendengar komentar manis dengan suara Sir Leon yang serak nan basah tersebut, wajah Silvana otomatis memerah. Dia belum pernah merasa perlu tersipu hanya karena sedikit pujian. Sebab dia memang selalu mendapatkannya tiap kali dia melakukannya. Hanya saja suara husky milik Sir Leon jelas berbeda dari para pria yang pernah dia puaskan. Pria itu tahu caranya membuat Silvana tercambuk untuk memberikannya semua hal yang dia ketahui dan dia bisa. “Good girl,” bisiknya. “Oh shit!”Silvana menggeram mendengar tatkala pria itu berupaya lebih meraih puncaknya dengan ikut menggerakan pinggulnya seirama dengan tangannya yang meremas rambut sang mahasiswi yang sedang bekerja. Terlebih ketika gadis itu dengan lihai mempercepat tempo. Suara yang dihasilkan menggoda telinga mereka, tidak pernah mereka membayangkan bahwa hal seperti ini akan jadi begitu seksi. Mungkinkah karena ada rasa takut diketahui? Leon menggeram ketika kenikmatan yang dia dapatkan semakin naik pada taraf yang lebih tinggi. Gadis itu bahkan sepertinya tahu bahwa Leon sebentar lagi meraih akhir, oleh sebab itu pergerakannya yang cepat dengan penuh keputusasaan membuat pria itu menggila. Dia memejamkan matanya lagi. Namun ketika dia larut dalam semua hal indah ini, tangan gadis itu menepuk kakinya, membuat Leon merasa perlu membuka mata dan melihat kearahnya. Persetan! Ini benar-benar seperti yang ada dalam fantasinya. Silvana benar-benar ada disana dengan mata besarnya yang menatap padanya seperti tanpa dosa dan taka da cela, pipinya memerah seperti buah cherry ranum menggemaskan, dengan mulutnya yang penuh dilengkapi saliva yang mengalir dipipinya. Leon mengerang sebelum klimaksnya tiba dengan hebat. Sialnya gadis itu bahkan menghisap semuanya dan menelannya tanpa sisa.“Fuck!” Pria itu mendesis, terlebih ketika melihat gadis itu menjilati sisa-sisa kedatangannya, air liur gadis itu menempel pada ujung miliknya. “Oh my God, Silvana.” Napas Leon yang terengah dipadukan dengan suaranya yang memberat namun serak adalah kombinasi yang tidak pernah Leon duga. Dia menatap gadis itu lagi, kini dia telah berdiri dari posisinya dengan senyuman yang sarat akan tantangan terbuka. Dia seperti seseorang yang telah menggenggam kemenangan di kedua tangannya. Seperti sebuah kebanggaan besar.“Cukup bagus bukan ?” tanya Silvana dengan suaranya yang manis nan manja. Sir Leon tidak langsung menjawab, pria itu justru mengulurkan tangan untuk meraih leher belakang Silvana sebelum menariknya dalam sebuah ciuman yang agak sedikit kasar. “Bagus sekali, kau sangat berbakat,” pujinya sedetik setelah ciuman mereka terlepas. Silvana memandang pria yang dia damba tersebut dengan pandangan penuh kebutuhan, dia mendekatkan bibirnya ketelinga Sir Leon hanya untuk sekadar berbisik lirih disana. “Kalau begitu jangan berhenti sampai disini saja. Kita harus masuk ke menu utama.”Silvana mengerang ketika merasakan dirinya dibombardir tanpa ampun di bawah sana oleh suaminya. Kenikmatan yang dia rindukan sungguh luar biasa, dan wanita itu sudah mulai dapat merasakan gelombang orgasme mendekat. Leon yang menyadari bahwa istri kecil kesayangannya mulai mendekati puncak semakin memperdalam ciumannya dibawah sana. Menyelipkan lidahnya ke dalam lubang panasnya membuat Silvana berputar-putar dalam kepuasan yang tiada tara. Silvana menundukan kepalanya ke belakang, sekarang dia tidak dapat lagi fokus kepada pekerjaannya sendiri dan kedua matanya mulai mengabur. Lidahnya keluar dari mulut ketika dia menoleh ke arah suaminya dibelakang sana. Leon hanya menyeringai melihat reaksi kepayahan istrinya setelah berhasil dia bombardir bahkan dia makin tergoda untuk menambah permainan menjadi semakin panas lagi. Secara tiba-tiba Leon menghisap clitoris wanita itu tanpa aba-aba. “Ahhh!” Silvana tidak tahan untuk mencengkram kedua kaki suaminya untuk berpegangan ketika serangan t
Mereka sekarang sudah menikah, dan karena kehamilannya pula Silvana merasa akhir-akhir ini dia jadi sangat mudah bergairah tetapi tidak dengan Leon suaminya yang sekarang tampak bekerja lebih keras daripada biasanya. Silvana terjaga malam itu dan menyadari bahwa suaminya tidak berada di sisi ranjang yang dia tempati. Dia jadi tidak bisa kembali tidur lagi. Sepanjang hari mereka tidak bersua karena Leon cukup sibuk di kampus dan baru pulang sore hari, itu pun dia langsung kembali menekuni berkas yang entah apa dan akan mengurung diri di ruang kerjanya selama berjam-jam dan hanya ada disisinya untuk tidur. Dia tidak suka hubungan yang seperti ini, dia merindukan Leon kekasihnya dahulu. Dia berharap bisa mengubah itu, tetapi bagaimana? Silvana sangat gelisah. Wanita itu berbalik ke samping, menatap lantai dengan matanya yang tampak lelah. Dia merasa letih untuk alasan yang tidak bisa dijelaskan, tapi yang pasti dominan diisi oleh rasa kesal dan kesepian. Sekali lagi pikiran wanita itu
Dua tahun kemudian…“Jadi, katakan apa alasanmu kemari?” Sang Ayah menjadi perisai yang cukup kuat untuk menghadang kedatangan Leon ke kediaman mereka malam itu. Pria dewasa itu nampak memberikan tatapan tajam andalannya, namun untung saja kekasihnya tidak bisa digertak hanya dengan tatapan itu. “Saya ingin melamar Silvana,” ujar Leon dengan tutur kata yang di penuhi oleh keyakinan dan kepercayaan diri yang tingginya selangit. Ini mungkin kalimat yang paling Silvana tunggu setelah hubungan mereka yang berlangsung lebih dari dua tahun. Gadis itu sudah menyelesaikan study-nya dan mereka tidak lagi berada dalam sebuah lingkungan yang sama. Ini adalah bentuk komitmen atas hubungan mereka juga. “Silvana….” Panggil sang ayah terhadap gadis itu, pandangannya cukup serius pada Silvana kala itu. “Kau sudah tahu soal ini?” “Ya.” “Kenapa kau tidak mendiskusikannya lebih dulu dengan kami?” sang ayah kembali bertanya dengan nada yang tinggi kepada putrinya. Bukannya pria itu tidak senang denga
“Aku tidak mengira bahwa kau tidak juga menyerah untuk bicara denganku. Kali ini aku harus mendengar apa darimu? Permintaan maaf?” Jiyya tetap diam, dia hanya mengaduk wiski yang di hidangkan oleh bartender belum lama. Pertemuan ini terjadi karena Jiyya mendatangi sebuah pub, dan ini bisa di bilang perdana dia masuk ke tempat ini sendirian. Dia sungguh putus asa mencari Dean. Namun beberapa saat yang lalu dan dia mendapatkan informasi kalau sahabat masa kecilnya itu ada disini. Dan benar saja pemuda itu ada, anehnya lagi dalam kondisi menyendiri dan muram. Sejujurnya Dean bukan tipe seorang pria yang akan melakukan hal seperti ini. Jiyya mendengarkan tanya yang pemuda itu ujarkan, tapi seluruh pemikiran di kepalanya terlalu rumit dan berseliweran. Sehingga pada akhirnya Jiyya tidak bisa mengatakan sepatah kata pun kepada Dean. Sesuatu seperti itu rupanya cukup dapat Dean nilai sebagai prilaku yang tidak biasa dari Jiyya. Dia kontan mencondongkan tubuhnya agar lebih mendekat pada sa
Situasi bandara yang hiruk pikuk menjadi pemandangan yang sudah terbilang akan menjadi rutinitas bagi setiap orang yang biasa menjajakan kakinya kemari. Kehidupan manusia yang sibuk akan urusannya masing-masing adalah bagian yang tidak terpisahkan dari situasi dan aktivitas di bandara. Termasuk untuk ke empat orang yang ada di sana. Joan, Jiyya, Silvana dan Leon. Silvana dan Leon baru saja tiba, mereka bergandengan tangan mesra memberi ruang bagi Jiyya untuk melepas kekasihnya untuk waktu yang tidak di tentukan. Cengkeraman tangan Silvana kepada Leon sedikit lebih erat dari pada biasanya, dan mudah bagi pria itu untuk menebak apa yang ada di kepala sang gadis. Bagi Silvana perpisahan seperti ini adalah kali kedua dia menyaksikannya, haru biru di depan sana jadi lebih seperti kumpulan awan badai yang gelap. Firasat buruk yang tak terbendung tentang seluruh praduga negatif memenuhi kepalanya. Seperti Bestian yang tidak juga kembali setelah beberapa tahun lamanya. Walaupun Silvana berh
Joan menggeram begitu dia terpikirkan hal itu, dia menekankan dahinya ke dahi sang kekasih sementara dirinya terus menggerakan pinggul, mengirim Jiyya menuju ke pusat kenikmatan. Dia membawa salah satu tangannya ke wajah Jiyya sementara tangan yang lain berstagnasi di paha mulusnya.“You’re mine,” bisiknya penuh penekanan. Jiyya menatap tepat ke arah kedua kelopak matanya. “Then you’re mine,” balasnya pula. Joan menutup matanya sejenak sebelum mendorong dirinya lebih dalam dan lebih keras, mengerang ketika dia menyandarkan kepalanya di lekukan leher kekasihnya. Desahan Jiyya mengirimkan getaran euphoria ke dalam diri sang pira, seolah dia di bawa ke surga atas kenikmatan yang dia dapatkan. Sentuhan kulitnya yang halus dan lembut di bawahnya terasa begitu rapuh namun begitu keras di saat yang bersamaan. Semua itu adalah hal yang dia butuhkan. Jiyya mengerang lagi ketika seluruh tubuhnya bergetar lagi karena kekuatan atas pelayanan yang Joan berikan terhadapnya. Dia menempel padanya,