Home / Romansa / Well, Hello Again, Mr. CEO! / Kebenaran yang Tidak Ingin Didengar

Share

Kebenaran yang Tidak Ingin Didengar

Author: pinkblush
last update Last Updated: 2025-02-28 16:09:53

Mauryn tidak langsung pulang setelah jam kerja berakhir. Hari ini terlalu melelahkan, terlalu banyak drama, dan dia butuh pelarian.

Bagaimana tidak? Sepanjang hari, Mauryn seperti bermain petak umpet dengan Felix. Setiap kali dia mendengar langkah kaki di lorong, dia langsung menghindar. Setiap kali ada yang mengetuk pintu ruangannya, dia memastikan dulu dari jendela kaca sebelum membuka. Bahkan, surel yang dikirim Felix padanya pun sama sekali tak digubris. Hingga akhirnya, dia berhasil melewati satu hari itu tanpa bertemu Felix hingga dia pulang.

Mauryn sudah membuat janji untuk menongkrong di kafe bersama Leona dan Tessa, tetapi Leona tidak bisa datang.

Begitu tiba di kafe, Mauryn langsung melihat Tessa sudah duduk di meja pojok dengan dua gelas kopi di depannya.

"Gue tau lo pasti butuh ini," kata Tessa sambil mendorong salah satu gelas ke arah Mauryn.

"Makasih, ya. Lo emang penyelamat gue deh."

Mauryn menyesap kopinya sebelum akhirnya menghela napas panjang. "Hari ini ... benar-benar mimpi buruk tau nggak."

Tessa menatapnya dengan penuh minat. "Emang ada apa, sih? Ceritakan semuanya."

Mauryn menyandarkan punggungnya dan mulai berbicara. "Lo udah tahu kalo gue ketemu Felix di kelab malam, kan?"

"Yaiyalah gue udah tau. Kan lo yang cerita. Lo mabuk, curhat ke dia, terus bangun di sebelahnya."

Mauryn mengerang. "Tolong jangan diulang. Gue masih trauma."

Tessa terkekeh. "Terus apa lagi? Apa dia menghubungi lo setelah itu?"

Mauryn mengambil napas dalam-dalam. "Bukan cuma itu, Tes. Lo nggak akan percaya siapa CEO baru di perusahaan tempat gue kerja."

Tessa mengangkat alis. "Siapa?"

"Felix."

Tessa terbatuk. "Tunggu. Apa?"

"Felix. Felix Nathaniel Mahardika. Felix yang sama yang gue tolak mentah-mentah di kampus. Felix yang tidur sama gue. Felix yang sekarang jadi bos gue."

Tessa menatapnya dengan mata membelalak. "Oh. My. God."

Mauryn mengangguk pasrah. "Reaksi gue juga begitu waktu melihat tadi di aula."

Tessa menutupi mulutnya, menahan tawa. "Tunggu ... jadi lo sekarang harus bekerja sama Felix setiap hari? Setelah apa yang terjadi di antara kalian?"

Mauryn mengangguk lemah. "Gue nggak tau apa ini kutukan atau karma."

Tessa akhirnya tidak bisa menahan tawanya. "Leona pasti bakal ketawa terbahak-bahak kalo mendengar ini. Gue nggak sabar ngeliat reaksinya."

Mauryn tersenyum menyeringai. "Lo yakin? Sekretaris Felix yang selalu ke mana-mana sama dia itu mantannya Leona loh."

Mata Tessa terbelalak. "Maksud lo, si Kayden? Yang dulu bela-belain ikut komunitas dance kampus gara-gara disuruh sama Leona?"

Mauryn mengangguk pasti. "Kayaknya sampai sekarang dia belum bisa move on dari Leona."

"Emang kayaknya mereka tuh masing saling cinta sebenarnya. Tapi entah kenapa malah putus tiba-tiba."

"Tau tuh Leona. Walaupun agak cupu dikit, emang apa kurangnya sih si Kayden itu? Leona sampai sekarang juga masih gamon, kan? Gue penasaran banget alasan apa yang bikin dia mutusin Kayden."

Tessa pun hanya mengendikkan bahunya karena dia juga tidak tahu. Setiap dia dan Mauryn membahas mengenai hubungan Leona dan Kayden, Leona selalu saja mengalihkan pembicaraan. Hal itu bisa membuat mereka mengerti bahwa Leona tidak ingin membahasnya.

"Gimana hubungan lo sama Evan?" tanya Tessa.

Mauryn terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Gue masih bingung."

"Lo belum mutusin dia?"

"Belum."

"Gue masih nggak habis pikir kenapa sih ada perempuan yang mau jadi selingkuhan?"

Mauryn tersenyum miring. "Lo tau nggak apa kesamaan Hugh Grant, Jude Law, sama Ethan Hawke? Mereka sama-sama tukang selingkuh. Kenapa para laki-laki sukses itu menyelingkuhi istri mereka yang nyaris sempurna? Karena perempuan-perempuan semacam itu selalu ada. Mereka nggak punya pendirian, jadi gampang ditangani, dan mereka tampak rela melakukan apa pun. Freya cocok banget sama deskripsi itu. Jadi nggak heran deh."

"Terus, apa yang bakal lo lakukan setelah semua ini? Lo masih bingung buat mutusin dia atau nggak?"

"Apa yang bisa gue lakuin? Setelah semua yang kami lalui, gimana bisa kami putus? Kalo dia bingung soal menikah dan bikin satu kesalahan bodoh, gue bisa membiarkan itu."

Tessa menatapnya tajam. "Mauryn, lo tau dia bajingan, kan?"

Mauryn tersenyum pahit. "Gue tau. Tapi ... gue juga tau kalo gue masih terlalu pengecut buat mengakhiri ini."

Tessa menghela napas. "Lo harus tegas, Ryn. Jangan biarin diri lo tersakiti lebih lama."

***

Evan datang ke bar milik Arhan, suami Tessa. Arhan pun mengajak Evan untuk pergi ke ruang tempat biasa mereka berbincang.

"Ada apa?" tanya Arhan yang kini sudah duduk di hadapan Evan.

Evan melirik ke sekelilingnya. "Tessa gimana?"

"Emangnya Tessa kenapa?"

"Dia nggak ngomong apa-apa sama lo?"

"Ngomong apa?"

Evan menghela napas panjang.

"Ada apa, sih?" tanya Arhan.

Evan memegangi pelipisnya. Dia terlihat sangat frustasi. Dan seharian ini, dia sudah dengan susah payah menghindari Mauryn di kantor karena tidak ingin urusan pribadi di antara mereka akan berimbas pada pekerjaan. Terlebih lagi, Felix, seniornya yang pernah menyukai Mauryn dulu kini menjadi CEO baru di perusahaan.

"Gue butuh minuman," ucap Evan.

Sementara itu, Mauryn dan Tessa juga sedang dalam perjalanan menuju bar yang sama karena mereka sepakat untuk menyesap beberapa gelas wiski. Tessa sudah meminta agar mereka pergi ke tempat lain, tetapi Mauryn bersikeras untuk minum di bar Arhan saja. Dan saat mereka tiba di depan bar, mereka melihat satu unit mobil yang tak asing terparkir di sana.

"Kayaknya Evan ada di sini," celetuk Tessa.

Mauryn memperhatikan mobil itu dengan saksama lalu berdecih. "Setelah melakukan semua itu, dia berani ke sini."

"Terus gimana? Kita ke tempat lain?"

"Emangnya kenapa? Ayo masuk. Kayaknya dia merencanakan strategi sama Arhan. Gue pengen tau apa yang mereka rencanakan."

Mereka berdua pun segera masuk ke dalam bar. Namun, tak sengaja mendengar percakapan Evan dan Arhan.

Mauryn dan Tessa langsung berhenti di tempat.

"Wah, sial! Mauryn melihat itu? Gimana bisa lo tertangkap basah kayak gitu? Kalo itu terjadi sama gue-- nggak. Gue bahkan nggak mau mikirin itu."

Mendengar suara Arhan yang menanyakan itu pada Evan, jantung Mauryn mulai berdegup kencang. Dia dan Tessa saling berpandangan, lalu berjalan mendekat ke arah pintu ruangan tempat dua pria itu berada.

"Ngomong-ngomong, sejak kapan lo mulai memacari dia? Apa kalian ... udah bercinta? Apa cuma sekali itu aja? Ah gue yakin pasti udah sih. Lo nggak bisa ngomong apa pun," lanjut Arhan.

"Itu--" Kata-kata Evan langsung dipotong oleh Arhan.

"Nggak, jangan. Jangan kasih tau itu. Tessa bakal menanyai gue nanti. Gue nggak bisa nyimpan rahasia."

Mauryn dan Tessa masih menguping pembicaraan mereka dari balik pintu.

"Terus apa yang Mauryn bilang?" tanya Arhan.

"Gue berusaha menghubungi dia, tapi nggak diangkat. Dia mungkin pengen gue memohon," ucap Evan dengan kepala tertunduk dalam.

"Terus kenapa lo di sini? Sana pergi minta maaf dan berbaikan. Dari pengalaman gue, waktu lo menunda itu, lo harus menghadapi hal yang lebih berat."

"Kalo kami baikan, gue mungkin harus nikahin dia."

Dari balik pintu, Mauryn tertegun mendengarnya.

"Maksud lo apa? Lo udah beli cincin," ucap Arhan.

"Iya, gue emang berniat buat nikahin dia. Gue bisa aja nikahin dia. Tapi ... sekarang lebih jelas setelah apa yang terjadi. Dengan Mauryn, pernikahan itu nggak mungkin," ucap Evan.

Mauryn merasakan hatinya mencelos. Sementara Tessa yang berdiri di sampingnya, hanya bisa menutup mulut saking syoknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Memperjuangkan Harga Diri

    Seisi Lumora Tech tak henti-hentinya membicarakan kasus yang sedang panas ini. Bahkan, beberapa dari mereka mulai mengorek-ngorek masa lalu Martha demi menyudutkannya."Kamu udah liat foto lama Martha di internet belum?" tanya seorang karyawan laki-laki terhadap rekannya ketika mereka bersantai di cafetaria yang ada di Lumora Tech."Foto-foto lama dia?"Mereka berdua kemudian melihat-lihat foto yang berada pada akun media sosial milik seseorang yang mengaku-ngaku sebagai teman lamanya.Aku kenal dia waktu kuliah. Dia emang suka gonta-ganti pacar dengan cepat. Aku dengar dia membalas itu karena masalah jabatan yang lebih tinggi, udah aku duga.Itulah tulisan caption yang dibagikan oleh orang tersebut."Ya ampun ....""Udah aku duga, sih pasti kayak gini. Pak Ian cuma lagi nggak beruntung aja. Orang jelas banget itu suka sama suka, bukan cuma dia yang salah. Astaga, apa yang udah terjadi sama dunia ini? Saya jadi takut ngo

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Skandal Percobaan Pemerkosaan

    Martha masih duduk sendirian di meja kerjanya. Pikirannya berkecamuk penuh campur aduk. Dengan perasaan sedikit ragu tetapi juga penuh tekad, dia membuka aplikasi khusus pegawai Lumora Tech yang terinstal di ponselnya. Lalu, kemudian ... mulai mengetikkan beberapa kalimat pada halaman survey kebahagiaan karyawan.Saya korban percobaan pemerkosaan yang dilakukan oleh Pak Ian Wicaksono yang merupakan Kepala Manajer SDM dari Lumora Tech. Perkenalkan nama saya Martha Donna Harahap, Senior Product Manager dari Tim Product Development di Lumora Tech. Pada malam tanggal 30 Oktober, satu tahun yang lalu, saya menjadi korban percobaan pemerkosaan Pak Ian di hotel La Crystal. Pada saat itu, saya adalah seseorang yang ingin menang. Saya kira saya baik-baik saja, sampai akhirnya hal itu terjadi. Saya berniat untuk melaporkan dia atas kejadian itu, tapi rasa takut menguasai saya. Jadi, akhirnya saya memilih untuk lari. Saya bicara sekarang, setahun kemudian, karena saya menyadari Pak Ia

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Teka-Teki

    Mauryn berdiri di depan kaca kamar mandi lantai delapan, memandangi bayangannya sendiri yang terlihat jauh lebih tenang dari yang dia rasakan. Bibirnya mengulas senyum tipis, palsu tapi terlatih. Ini bukan tentang keberanian. Ini tentang kebenaran.Dia melirik jam tangan. Sudah hampir waktunya. Ian baru saja selesai memimpin rapat tim divisi lain. Berdasarkan informasi dari Evan, setelah ini biasanya pria itu kembali ke ruangannya selama satu jam sebelum lanjut ke pertemuan berikutnya. Dan itulah jendela waktunya.Namun kali ini, Mauryn tidak akan masuk ke ruangannya.Langkahnya membawanya ke pantry dekat ruang kerja tim engineering, tempat yang jarang dilewati saat jam-jam sibuk. Dia berdiri di dekat mesin kopi, pura-pura sibuk menyiapkan minuman ketika Ian melintas di koridor."Pak Ian," sapa Mauryn dengan suara pelan tapi cukup jelas.Ian menoleh dan tersenyum kecil. "Mauryn. Sedang istirahat sebentar?""Sedikit. Sebenarnya ..

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Menjebak Seseorang

    Saat baru saja tiba di kantor, Evan melihat Freya sedang berbicara di telepon dan terlihat sangat frustasi. Dari yang dia dengar, sepertinya wanita itu tengah bertengkar dengan sang ibu. Lantas, dia pun menghampirinya setelah Freya menutup teleponnya.Begitu Freya menutup telepon dan menghela napas panjang, Evan menghampirinya dengan senyum kecil."Astaga. Hidup emang berat buat orang dewasa. Iya, kan?" ucapnya pelan.Freya mendongak. "Kamu denger?" tanyanya canggung.Evan tertawa kecil. "Kabur aja dari rumah. Gimana? Ide bagus, kan?"Freya tergelak. "Apa? Aku bukan bocah. Gimana bisa aku kabur kayak gitu?""Kamu masih kecil. Masih belum 30 tahun, kan?"Tawa Freya pecah lagi. Evan ikut tersenyum melihatnya. "Akhirnya kamu ketawa. Aku ngomong kayak gitu biar kamu ketawa.""Betul, aku jadi ketawa berkat kamu," ucap Freya dengan senyum masih setengah getir.Suasana ringan itu buyar saat ponsel Evan berderi

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Menyaksikan Perselingkuhan, Lagi?

    "Kalian bekerja keras untuk mengatasi krisis saat data pelanggan kita diretas, tapi saya baru sempat berterima kasih sekarang. Saya mengundang kalian makan malam untuk menunjukkan rasa terima kasih dan menyelamati promosi Pak Evan. Saya tau krisis itu telah berdampak buruk bagi semua orang. Ini semua karena ketidakmampuan saya, jadi salahkan saya untuk semua kesulitan. Sementara itu, seseorang kesulitan, jadi saya harap kalian bisa menunjukkan dukungan penuh. Untuk merayakan kesuksesan, kita akan minum anggur dan makan seperti raja dan ratu hari ini." Felix membuka jamuan makan malam bersama tim gabungan malam ini.Semua orang mengangkat gelas anggur mereka."Lumora Tech.""Lumora Tech!"Mereka semua bersulang lalu meneguk anggur itu.Gelas-gelas beradu dalam derai tawa. Musik lembut mengalun dari sudut ruangan restoran rooftop itu, menyatu dengan obrolan yang riuh dari para karyawan Lumora Tech. Lampu-lampu gantung menyebarkan cahaya kekuningan yang hangat, menciptakan suasana akrab

  • Well, Hello Again, Mr. CEO!   Transparansi dan Pemulihan

    Leona tertawa getir. "Selama ini lo semua kira gue memutuskan Kayden karena bosan? Karena gue capek? Bukan. Gue ... gue cinta dia, Ryn. Gue cinta dia lebih dari apapun. Tapi gue nggak bisa ngasih dia keturunan. Gue nggak bisa mengandung anak-anaknya. Gue mandul."Tenggorokan Mauryn tercekat. Dia memegangi mulutnya, tubuhnya mulai gemetar."Gue mutusin Kayden karena gue nggak mau mengikat dia dengan sesuatu yang rusak kayak gue," suara Leona pecah menjadi tangisan. "Gue pengen banget jadi seorang ibu, Ryn. Gue pengen banget punya bayi kecil yang bisa gue peluk tiap malam. Tapi gue nggak bisa. Tuhan nggak ngasih gue kesempatan itu."Leona menghapus air matanya kasar."Sedangkan lo ... lo dengan begitu gampangnya mau menyingkirkan kehidupan kecil itu. Seolah itu sampah. Seolah ... seolah lo nggak tau betapa berharganya dia. Dan lo liat Tessa. Udah berapa tahun dia nikah sama Arhan tapi belum juga dikasih anak, kan? Lo tau betapa sakitnya hati kita be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status